0.6 Rumah

165 22 4
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Hyunjin segera mengepak barang-barangnya. Namun begitu selesai, ia tak buru-buru keluar dari kelas. Toh parkiran akan ramai sekali mengingat lebih dari seribu siswa keluar di waktu bersamaan. Maka ia lebih memilih duduk di dekat lapangan sembari mengamati siswa yang mengambil motornya masing-masing.

"Hyun?"

Ia menoleh ke arah sumber suara.

Chris memanggilnya.

Si pemanggil hanya berdiri ditempatnya tanpa tau harus bagaimana. Hyunjin tak mengatakan apapun, jadi ia merasa bingung apakah ia boleh mendekat atau tidak. Maka ia memilih jalur aman dengan tetap menjaga jarak dari pemuda pisces itu.

"Gue merasa lo ngehindar dari gue sejak kemarin," ucap Chris sembari memainkan kerikil dengan kakinya.

Hyunjin tak membalas, ia memilih diam. Bukan karena ia masih merasa marah, tetapi karena ia bingung hendak merespon seperti apa. Hyunjin tak menyangka lelaki itu akan meminta maaf padanya. Padahal dirinyalah yang bertingkah kekanakan dan marah tanpa sebab yang jelas.

"Maaf soal kejadian di kolam kemarin. Gue udah kelewatan."

Mendengar kata kolam renang membuat Hyunjin makin tertegun. Mengapa ia menyebutkan soal kolam renang? Apa ia tahu Hyunjin kesal karena tidak diperhatikan?

"Maaf soal ngatain kaki lo belang. Gue gak seharusnya bilang begitu."

Hyunjin menatapnya dengan wajah tidak percaya. Ia mendengus sebal, mencoba menyakinkan dirinya bahwa ia salah dengar. Ia kemudian menghela nafas kasar.

"Ga. Gue ga marah. Gue cuma... Lagi gak mood? Maaf gue malah marah ga jelas ke lo."

Chris meliriknya, ekspresi Hyunjin memang sudah tak sekaku tadi siang. Jadi ia memutuskan untuk maju dan duduk di sebelah lelaki itu.

"Beneran ga marah?"

Yang ditanya hanya mengangguk sekenanya. Namun respon tersebut sudah cukup untuk membuatnya tersenyum.

"Jangan gitu lagi. Gue takut sumpah. Kalau gue salah tolong bilang. Gue gatau apa yang harus diperbaiki kalau gatau letak salahnya dimana."

"Iya, sorry guenya juga gajelas."

"Memang."

Sebuah pukulan di bahu diterima oleh Chris. Tidak sakit, ia hanya merasa sedikit kaget.

"Tapi beneran udah gak marah kan? Ntar tiba-tiba gue didiemin lagi."

"Lo nanya gitu sekali lagi gue beneran marah si kayaknya."

"Eh ya ga gitu..."

Keduanya menunduk, melihat sepatu masing-masing. Chris masih penasaran dengan alasan Hyunjin marah, tapi ia tak mau ambil resiko bila nantinya si surai cokelat justru bertambah marah saat ia tanyai. Jadi ia memutuskan untuk diam saja.

Sedangkan Hyunjin, ia tengah memutar otak mencoba menyiapkan jawaban bila nantinya Chris akan bertanya mengenai alasan dirinya marah. Apakah ia harus berbohong atau jujur? Tapi jika ia jujur, Chris pasti akan menganggap dirinya konyol karena marah akibat hal sepele. Kalau ingin bohong, Hyunjin tak pandai berbohong. Lalu mau jawab apa?

Keduanya hanya diam saja, hingga akhirnya Chris berinisiatif untuk membuka suara duluan.

"Balik yuk. Udah lumayan sepi tuh parkiran. Lo pake motor kan?" Tanya Chris pada Hyunjin.

Yang ditanyai mengangguk,"Motor gue di parkiran Selatan. Lo?"

"Di parkiran Barat. Gue duluan kalau gitu."

Fri(end)zone ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang