//tw : mention of abuse//
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Tiga hari pasca kejadian Hyunjin dan Rena.
Hyunjin baru bisa kembali berangkat sekolah.
Sehari setelah kejadian itu Hyunjin sempat mengalami rasa sakit yang teramat parah pada perutnya hingga ia memerlukan obat pereda rasa nyeri agar dapat bernafas tanpa mengalami rasa sakit. Maka dari itu sang Ibu melarangnya pergi ke sekolah hingga keadaannya membaik.
Selama tiga hari itu pula Hyunjin rutin menerima pesan dari teman sekelas serta Changbin dan Minho. Mereka menanyakan bagaimana kabar dirinya, kapan dirinya akan kembali berangkat, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan Chris. Pemuda dengan lesung pipi itu tak pernah lupa mengingatkan dirinya untuk mengompres memar yang ada diperutnya.
Hyunjin juga mendapatkan informasi mengenai kelanjutan dari diskusi antara ibunya dengan kedua orang tua Rena. Sang Ibu mengatakan bahwa di hari pertemuan gadis itu menangis di hadapan semua semua orang yang ada di ruangan itu, bercerita bahwa terkadang dirinya tak bisa mengontrol diri sendiri. Emosinya akan meledak karena pemicu kecil menyebabkan dirinya bertingkah tak sesuai dengan keinginan.
Ibu Hyunjin merasa iba dikala kedua orang tua Rena memohon agar putri mereka tak dikasuskan ke polisi. Tapi di sisi lain, wanita itu masih merasa marah karena putranya mengalami hal yang tidak seharusnya terjadi di sekolah. Maka mereka sampai pada keputusan bahwa gadis itu akan dipindahkan ke sekolah lain. Di tambah ia akan mendapatkan konsultasi dengan psikolog terkait perubahan emosinya. Dengan kedua syarat tersebut Ibu Hyunjin berjanji untuk tidak akan membawa kasus itu ke ranah hukum. Sedang kedua gadis lainnya tetap bersekolah di sana, namun mereka mendapatkan skors selama satu minggu untuk merenungkan kesalahan mereka.
Ketika Hyunjin tiba di kelas, semua orang di ruangan itu langsung mengerubunginya bagai semut.
"Gimana keadaannya?"
"Lo gapapa kan?"
"Masih sakit ga? Maaf ga sempet jengukin."
Dan berbagai kata ungkapan kekhawatiran memenuhi rongga telinganya. Ia yang masih belum terbiasa menjadi pusat perhatian reflek melangkah mundur.
"Gais sorry ya, pinjem Hyunjin bentar."
Hingga sebuah tangan menariknya keluar dari kerumunan.
"Eh bentar tas nya taruh dulu."
Tas yang ia bawa dilepas paksa dan diletakkan begitu saja di atas meja sebelum dirinya kembali ditarik menjauh dari ruang kelas.
"Chris, mau kemana?"
Pemuda yang menarik tangannya tak menjawab apapun, hingga akhirnya langkah keduanya terhenti di depan laboratorium kimia. Genggaman tangan itu dilepas, tubuhnya lantas didorong untuk duduk di kursi.
"Lo kelihatan gak nyaman pas di kerubungi tadi," Chris berjongkok di depan Hyunjin mengingat hanya ada satu kursi di sana,"Udah gapapa? Masih sakit ga?"
"Gapapa. Bekas memarnya juga udah mulai hilang sih."
Kalau boleh jujur, Hyunjin merasa sedikit salah tingkah diperlakukan seperti ini. Di sisi lain ia juga merasa bersyukur mendapatkan kepedulian dari kawannya itu.
Chris mengecek jam di pergelangan tangan kirinya, "Masih 30 menit. Kita balik ke kelas kalau udah mau bel masuk aja."
Hyunjin mengangguk saja menuruti apa perkataan Chris.
"Gue belum nemu orang yang nyebarin rekamannya."
Jemari tangannya dimainkan. Chris tak menatap wajahnya sama sekali. Pemuda itu sibuk memperhatikan tangan Hyunjin, kesepuluh jari, telapak tangan, punggung tangan, hingga lengan bawahnya. Mengecek bekas luka yang masih tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fri(end)zone ✔️
Fanfic[END] "Sayangku ke kamu tulus. Saking tulusnya jadi kelihatan goblok ya hehe." ================================ Niat awal pengen bikin cerita bucin, ternyata sejauh ini yang ku tulis gak sebucin itu ceritanya, haha :") BxB ya gais, yang gak suka bis...