Konon katanya masa SMA adalah masa paling indah sepanjang hidup. Masa yang katanya penuh dengan kisah romansa ala remaja. Atau mungkin cerita tentang eratnya persahabatan yang penuh kesetiaan dan kepercayaan. Tapi bagi Hyunjin itu semua hanyalah sekedar bualan. Karena dalam realita kehidupan SMA nya tak seindah itu. Bahkan di tahun kedua semuanya sama saja. Hambar, tidak berwarna, monoton.
"Lo tau gak sih? Masak kemarin si anu tuh jalan sama Gea."
"Eh? Masa? Kan dia dah ada pacar?"
Hyunjin berjalan melewati gerombolan gadis yang sibuk membicarakan gosip. Ia melewati mereka tanpa menoleh sedikitpun, toh pada dasarnya ia tak memiliki niat untuk menyapa mereka. Lelaki bersurai cokelat itu segera mendudukkan diri di kursinya, menyumpal telinga dengan earphone dan mendengarkan lagu dengan volume keras sembari menunggu bel masuk berbunyi. Sebuah helaan nafas keluar dari bibirnya di kala dirinya menyadari masih banyak waktu tersisa sebelum pelajaran jam pertama dimulai.
"Masih 20 menit anjir. Tau gitu berangkat agak siangan," gumamnya pelan dengan nada sebal.
Pemuda itu lantas mengalihkan atensinya sepenuhnya pada jendela di sebelah kiri. Setidaknya keberadaan kelasnya berada di lantai dua dapat memberikan dirinya hiburan kecil, ia dengan mudah dapat mengamati pemandangan di bawah sana. Bahkan jika dirinya beruntung, ia akan menemukan kejadian lucu yang tak terduga.
'...jin'
Satu tepukan hadir dipundaknya.
"Hyunjin,"
Ia menoleh ke arah samping, mendapati seorang teman sekelasnya berdiri sembari tersenyum canggung ke arahnya. Dengan cepat ia melepas sebelah earphonenya untuk merespon panggilan itu, "Kenapa?"
"Ah, ini..." Ia menunjukkan sebuah gulungan kertas yang sudah kusut ditangannya menunjukkan tulisan A5, "Undian tempat duduk yang gue dapet. Kursi di sebelah lo, hehe."
Undian tempat duduk merupakan salah satu hal yang paling dibenci Hyunjin selama nyaris satu setengah tahun bersekolah di SMA. Teman-teman sekelasnya membuat kebijakan 'bodoh' yang konon katanya dapat membantu mengakrabkan diri satu sama lain. Namun, pada kenyataannya keputusan itu mereka buat dengan mengabaikan kenyamanan kaum minoritas seperti dirinya yang sudah nyaman duduk di sebelah jendela seperti ini.
'Padahal duduk bareng juga gak jamin bisa ngobrol. Pas istirahat juga pada balik ke gengnya masing-masing,' batin Hyunjin saat itu.
"Oh. Iya. Duduk aja."
Wajahnya tak membuat ekspresi yang berarti. Ia memilih menyumpal telinganya lagi dengan earphone. Dirinya bahkan tak sempat mendengar ucapan terimakasih dari teman sebangku barunya.
Satu tepukan hadir kembali di pundak Hyunjin. Ia mengernyit, merasa malas jika harus melepas earphone kembali. Ia menurunkan volume musik di handphonenya.
"Kenapa lagi Chris."
Christopher atau biasa dipanggil Chris, teman sebangkunya tersenyum memamerkan lesung pipi di kedua ujung bibirnya.
"Sorry in advance ya. Seminggu penuh gue bakal duduk di sebelah lo. Barangkali gue terlalu berisik atau bikin lo ga nyaman tolong tegur aja ya."
Sebenarnya Chris tak perlu mengatakan itu padanya, tapi Hyunjin putuskan untuk mengangguk sekilas demi menghargai niat baiknya.
"Dan barang bawaan gue cukup banyak, biar lo gak ribet pas lewat, apa mau tukeran tempat duduk ama gue? Biar gue yang duduk di deket jendela."
Chris tersenyum canggung ketika melihat ekspresi penolakan pada wajah Hyunjin. Dahinya dan bibirnya sedikit mengerut sarat akan ketidaksetujuan atas ide yang ia berikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/312266485-288-k562811.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fri(end)zone ✔️
Fanfiction[END] "Sayangku ke kamu tulus. Saking tulusnya jadi kelihatan goblok ya hehe." ================================ Niat awal pengen bikin cerita bucin, ternyata sejauh ini yang ku tulis gak sebucin itu ceritanya, haha :") BxB ya gais, yang gak suka bis...