Bentar belum puas. Update satu lagi.
.
.
.
.
.
.
Waktu tercepat pada masa SMA adalah ketika telah memasuki tahun ketiga sekolah. Keseharian siswa hanya akan berisi latihan dan simulasi ujian yang terjadi tanpa henti. Kegiatan yang monoton buat waktu berjalan cepat.
Seluruh waktunya Hyunjin habiskan bersama Bam Bam, Yugyeom, Ryujin, dan Lia. Mereka berlima habiskan waktu bersama untuk belajar dan berbagi tips untuk masuki perguruan tinggi favorit. Mereka mempersiapkan diri untuk SBMPTN mengingat jalur SNMPTN tak terlalu bisa diharapkan. Hyunjin sendiri telah tetapkan kampus tujuan beserta jurusan yang akan diambilnya. Tapi tiap kali ditanya mengenai hal itu Hyunjin selalu menghindar.
"Semoga lulus SNMPTN sih, jadi pas UN udah gak terlalu pusing. Plus gak perlu SBM."
Mereka selalu panjatkan doa yang sama tiap kali bertemu. Saling meyakinkan bahwa usaha mereka tak akan mengkhianati hasil yang kelak mereka terima.
Try out telah dilaksanakan, Ujian Sekolah pun telah usai. Meskipun tahun itu tahun terakhir mereka di sekolah, sehabis UN nanti rencananya pameran akan kembali diselenggarakan, dengan persyaratan kelas 12 tak boleh menggunakan terlalu banyak dekorasi, cukup menampilkan karya saja agar tak mengganggu waktu persiapan ujian.
Namun sepertinya Tuhan berkehendak lain. Pada awal Januari sempat tersebar berita mengenai munculnya virus mematikan. Sayangnya kebijakan pemerintah kala itu mengabaikan segala bentuk resiko penyebaran virus itu di Indonesia. Hingga pada bulan Maret, kecepatan penyebaran virus naik dengan cepat. Terjadi pembatasan besar besaran pada seluruh kegiatan masyarakat, termasuk kegiatan sekolah. Sekolah yang awalnya libur selama dua minggu, tiba-tiba berubah menjadi satu bulan, lalu tiba-tiba semua siswa diluluskan tanpa Ujian Nasional.
Tak sempat ada perpisahan, tiap siswa mengucap salam terakhir dan ucapan terimakasih melalui chat. Pengumuman kelulusan pun dikirim melalui email masing-masing, tak ada yang bertemu secara langsung untuk mencegah percepatan penyebaran virus. Pameran juga dibatalkan, meskipun semua karya telah dikumpulkan di sekolah. Padahal hanya perlu sedikit waktu untuk mendisplay karya itu di dalam kelas.
Hyunjin merasa sedih sekaligus senang. Di satu dirinya merasa sedih karena belum sempat mengucap perpisahan pada kawannya, di sisi lain dirinya terbebas dari UN. Serta, dalam keadaan seperti ini akan lebih mudah baginya untuk memutuskan komunikasi dengan orang yang dikehendaki.
Siapa lagi kalau bukan Chris.
Mungkin bagi sebagian besar orang berpikir bahwa Hyunjin tak perlu sejauh itu sampai memutuskan hubungan pertemanannya dengan Chris. Akan tetapi Hyunjin jatuh terlalu dalam dan rasanya jika dia tetap disisi Chris, dirinya akan merasa sangat cemburu pada Felix. Ia tak mau menikmati masa mudanya meracuni hatinya sendiri dengan sakit hati. Maka pergi jauh akan jadi pilihan paling logis baginya, fokus mengejar hal lain hingga melupakan rasa cinta dan sakit hatinya.
Ditambah Chris terlihat baik baik saja tanpa dirinya. Absennya Hyunjin dari hidup Chris tak akan mengubah banyak hal, hanya sebagian kecil dari kehidupan sehari-harinya. Meskipun bagi dirinya sendiri Chris adalah pengisi sepinya, ia yakin akan temukan penggantinya. Keputusannya bulat, pergi jauh adalah jalan satu-satunya.
~~~~~~~~~
Waktu itu Chris tengah bermain game menggunakan ponselnya sembari tiduran di atas kasur miliknya. Sebelum sebuah pesan masuk. Awalnya dirinya tak peduli, ia tak mau menghentikan game karena bisa saja karakter game nya mati ketika ia membuka pesannya. Maka ia abaikan begitu saja pesan itu.
Tiga puluh menit kemudian, ia mulai bosan dengan game yang ia mainkan. Barulah Chris membuka pesan yang ia terima tadi. Ternyata pesan dari Bu Nining.
Ini benar nomor Chris?
Mohon maaf bu, saya
baru sempat membalas.
Benar bu ini nomor
milik Chris.
Apakah ada keperluan
dengan saya?Bisa ke studio saya nak?
Ada sesuatu yang ingin saya berikan ke kamu.Maka setelah sang guru kirimkan alamat, tanpa menunda waktu Chris segera pergi menuju tempat itu.
Bagaimana rasanya dicintai anak seni?
Jawabannya adalah dalam karyanya engkau akan abadi.
Chris masih belum tahu soal perasaan Hyunjin pada dirinya. Tapi melihat karya Hyunjin membuat perasaan di dalam hatinya tak karuan.
"Sebenarnya lukisan ini hendak ditampilkan di pameran kelas 2 kalian. Tapi entah kenapa Hyunjin tidak jadi tampilkan ini dan malah pilih tampilkan hasil lombanya. Lukisan awalnya pun tak seperti ini, bagian puzzle yang hilang cuma hitam kosong. Tapi sepertinya dia tambahkan sesuatu yang menarik ya."
Dalam kanvas berukuran 40 kali 50 cm itu terdapat potret dirinya yang tengah tersenyum dengan tangan terangkat. Ia masih ingat foto itu diambil saat dirinya selesaikan tugas karikatur bersama Hyunjin. Potret dirinya dibuat dengan bentuk seperti potongan puzzle. Terdapat beberapa potongan yang hilang diganti dengan beberapa gambar acak. Chris kenali beberapa gambar itu. Kolam renang, bangku kantin, perpustakaan, ruangan kelas, festival ulang tahun sekolah, momen kemenangannya di POPDA, dan beberapa tempat serta momen yang pernah ia datangi ataupun alami bersama Hyunjin.
Chris baca judul yang ada pada lukisan itu.
'Kepingan momen berharga, semoga tak hilang.
"Awalnya Hyunjin titipkan lukisan ini disini karena dia gak punya tempat buat lukisannya di rumah. Tapi kemarin dia minta supaya lukisan dibuang saja. Karena Saya kenali isi lukisannya soal kamu jadi ya Saya berikan saja ke kamu. Terserah mau Kamu apakan nantinya."
Yang Chris pikirkan hari itu hanyalah Hyunjin. Selama ini ia mengira Hyunjin tak ingin berbaikan dengannya karena dinginnya sikap yang pemuda Pisces itu tunjukkan padanya. Ia kira Hyunjin sangat membencinya akibat tuduhan yang ia layangkan tanpa didukung bukti apa-apa. Ia pun tak berani melangkah lebih dekat, takut pemuda itu justru pilih menghilang selamanya. Mungkin jika waktunya sudah tepat, jika amarah pemuda itu sudah lenyap, Hyunjin akan mulai membuka diri kepadanya kembali.
Itulah yang ia pikirkan.
Tapi Hyunjin hendak membuang lukisan mengenai dirinya. Apakah artinya dia akan membuang semua soal Chris dari hidupnya?
Ia mencoba menelpon Hyunjin berulang kali tapi tak bisa. Sepertinya nomornya telah diblokir. Ia lalu coba tanyakan alamat rumah Hyunjin ke teman-teman sekelasnya. Namun tak ada satupun yang mengetahuinya. Tak ada yang pernah pergi ke rumah Hyunjin sekalipun.
Pilihan selanjutnya ia nekat menghubungi wali kelasnya. Meminta alamat Hyunjin dengan dalih ada keadaan darurat yang haruskan dirinya bertemu dengan Hyunjin.
"Kenapa lama banget sih."
Kakinya bergerak gelisah, menunggu jawaban dari wali kelasnya yang cukup lama. Ia sandarkan tubuh pada dinding studio.
Ding!
Pesan masuk dari wali kelasnya. Chris segera menuju alamat yang diberikan. Otaknya seketika penuh dengan banyak pikiran. Kalimat apa yang seharusnya ia katakan saat pertama kali bertemu Hyunjin. Haruskah ia bertingkah seolah masalah itu tak pernah terjadi? Atau ia harus mengucap maaf padanya. Ah, dirinya bahkan belum sempat berterimakasih karena Hyunjin membantu dirinya berbaikan dengan Changbin.
Beberapa menit kemudian ia sampai di rumah Hyunjin. Sayangnya semua bagian rumah itu dan gerbang depan tertutup rapat. Chris tak melihat adanya tanda-tanda kehidupan di dalamnya.
"Cari siapa dek?"
Ia menoleh, dapati seorang wanita paruh baya berdiri di dekatnya. Ia segera hampiri wanita itu.
"Maaf Bu, ini benar rumahnya Hyunjin atau bukan ya?"
Jemarinya menunjuk ke arah rumah kosong di depannya.
"Iya betul, itu rumahnya Hyunjin. Tapi kalau mau cari Hyunjin, anaknya udah pindah. Hyunjin lolos seleksi kuliah di Malang katanya."
Hyunjin benar benar pergi.
Inikah akhirnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fri(end)zone ✔️
Fanfic[END] "Sayangku ke kamu tulus. Saking tulusnya jadi kelihatan goblok ya hehe." ================================ Niat awal pengen bikin cerita bucin, ternyata sejauh ini yang ku tulis gak sebucin itu ceritanya, haha :") BxB ya gais, yang gak suka bis...