12

12 2 0
                                    

Jacob berlari di koridor rumah sakit tanpa jas kantornya. Wajahnya terlihat dingin dan menyeramkan. Ia sampai pada sebuah kamar di lantai ruangan VIP dengan seseorang yang berdiri didepan pintu.

"Ian, semuanya berjalan lancar?"

Ian memberi salam, "sesuai arahanmu, bos. Nona itu selamat setelah mendapat operasi."

Jacob mengangguk sambil menepuk bahunya. Lalu ia masuk kedalam ruangan itu.

"Jack, akhirnya kau datang juga," ucap seseorang didalam.
Jacob menatap serius kearahnya, "Louis."

"Dia belum bangun sejak tadi. Luke bilang dia butuh istirahat. Nyawanya sudah aman."

Louis berjalan menjauh, "oh ya. Dia juga bilang jika ada kemungkinan dia mengalami tekanan dan gangguan di pikirannya."

Setelah itu, pintu ruangan tertutup. Jacob menghela nafas lelah. Ia duduk di kursi samping tempat tidur Thea sambil menggenggam erat tangannya.

"Apa ingatanmu kembali...?"

Jacob melamun menatap Thea yang tertidur. Tiba-tiba jari telunjuk Thea bergerak. Jacob berjengit dan langsung memperhatikan dengan saksama.

"Jack..?"

Jacob termangu, "ya? Thea? Kau bangun?"

Tapi saat Jacob melihat wajah Thea, Thea masih terlelap. Hanya saja pelipisnya berkerut. Tangannya semakin erat menggenggam tangan Jacob.

"...Jack...tidak-"

"Jangan pergi...!"

Thea semakin meracau dalam tidurnya. Jacob memeluknya lalu berbisik, "Thea, bangun. Aku disini."

Bak sebuah mantra, Thea membuka kedua matanya dengan paksa. Ia terengah-engah dengan keringat dingin yang membasahi pelipisnya. Jacob melepas pelukannya lalu beralih menatap Thea. Melihat Jacob disana, Thea mulai menangis.

"Thea?! Kenapa?! Kau kesakitan? Tunggu aku pa-"

"Jack...!"

Jacob membeku. Hatinya pilu melihat Thea yang meraung-raung menyebut nama kecilnya.

"Jack!"

"Kau kembali..."

Jacob menggigit bibir bawahnya. Ia menarik Thea kedalam pelukannya.

"Aku kembali, Thea. Aku sudah kembali. Terimakasih telah menungguku."

"Jack...kau- kau kemana saja?!"

"Aku merindukanmu...!"

Jacob mengeratkan pelukannya, "maaf...maafkan aku..."

Thea merasakan bahunya basah namun terasa hangat. Ia sangat merindukan pelukan dan aroma maskulin milik Jacob. Bahkan batas otaknya pun tidak sanggup menghapus kenangan itu. Jacob melepas pelukan mereka. Ia menangkup wajah Thea dan menciumnya lama. Thea menikmati ciuman lembut itu tanpa penolakan.

'Aku sangat naif. Aku selalu mencintai Jacob.'

Pagutan itu terlepas. Mereka menatap satu sama lain dengan penuh kasih.

"Apa kau mengingat tentangku?"

Thea mengangguk antusias, "kau adalah anak itu. Seseorang yang menyelamatkanku waktu itu."

Jacob tersenyum sendu, "aku masihlah belum pantas disebut sebagai penyelamatmu."

Thea bingung sekaligus was-was, "apa maksudmu?"

"Sekarang atau nanti, aku yakin, sesuatu akan mengincarmu. Aku belum bisa menyelesaikan hal itu sampai sekarang."

"Apa? Siapa yang mengejarku?"

Jaob membungkam mulut Thea dengan kecupan, "ssstt...aku akan melindungimu apapun yang terjadi."

"Apa kau akan pergi lagi?"

"Aku tidak akan meninggalkanmu lagi untuk sekarang."

Thea kembali merenung, "bagaimana dengan Phyton dan yang lainnya?"

Jacob membuang muka. Wajahnya terlihat sangat masam.

"Aku menahannya di ruang bawah tanah. Aku tidak tau dengan yang lainnya."

Thea tidak terkejut ataupun marah. Entah kenapa ia justru merasa aman.

Thea meringkuk, "bagaimana aku akan bersikap setelah ini..."

Jacob hanya terdiam mendengarkan.

"Aku memutarbalikkan semuanya.."

"Aku bahkan baru mendapat ingatanku kembali..."

"Apa semua orang bisa menerima kenyataan seperti ini?"

Jacob mengusap kepala Thea, "aku akan berada didepanmu."

Thea menggeleng kuat,

"Aku takut..."

Jacob menangkup wajahnya, "jangan takut. Aku disini."

Thea menghindari kontak matanya, "justru karena kau disini.."

"Karena kau ada didekatku, aku takut sesuatu terjadi padamu juga.."

"Aku takut kehilanganmu..!"

Jacob terenyuh. Ia mengusap air mata Thea dengan ibu jarinya.

"Tidak akan ada yang membuatku pergi darimu dan aku tidak akan meninggalkanmu."

Jacob mengalihkan pandangan kearah pintu.

"Ian, panggil Luke kesini."

"Yes, sir," terdengar sahutan dari luar.

Tak lama kemudian, datang seseorang yang mengenakan jas putih panjang dengan kacamata khasnya.

"Akhirnya kau terbangun, nona," ucap orang itu.

Thea mengangguk memberi salam.

"Perkenalkan, saya adalah dokter yang mengurus operasi anda, Luke William."

"Saya Thea Beatrice. Terimakasih atas bantuannya dokter William."

Luke tersenyum, "panggil Luke saja."

"Ah, baiklah. Terimakasih, Luke."

Luke mengangguk, "bagaimana keadaanmu? Apakah bekas operasinya terasa mengganggu?"

Thea menggerakkan bahu kanannya yang masih terasa ngilu, "ini tidak mengganggu tapi terasa sedikit kaku dan...tidak biasa?"

Luke mengecek denyut jantung Thea lalu mengecek keadaan tubuhnya.

Akhirnya pengecekan selesai. Luke membereskan alat medisnya.

"Sudah mulai membaik. Untuk seminggu, jangan gunakan bahumu terlalu sering. Nanti, seseorang akan menggantikan perbanmu."

Thea mengangguk, "lalu untuk obat dan biaya rumah sakitnya?"

Luke tersenyum kearah Jacob, "kau tidak perlu memikirkan itu."

Jacob menatap Thea dan mengangguk setuju.

Luke berjalan keluar sambil melambaikan tangannya, "cepat sembuh, nona!"

Pintu tertutup menyisakan Jacob dan Thea.

Jacob memapah Thea untuk berbaring, "ingin sesuatu?"

Thea menatapnya tanpa bosan sambil menggeleng.

Jacob kembali duduk dan menatapnya kembali, "ada apa?"

"Aku penasaran..."

"Tentang apa? Tanyakan saja."

"Kenapa waktu itu kau pergi ke Perancis dan baru kembali sekarang?"

Jacob tersenyum.

[✔] GEPARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang