19

11 2 0
                                    

Jacob memasuki lorong rumah sakit dengan tergesa. Ia berhenti didepan ruang operasi yang masih tertutup.

"Jane, bagaimana keadaannya?"

"Mereka belum selesai mengoperasinya daritadi..."

Jacob mengusap wajahnya kasar, "bagaimana dengan Luke?"

"Luke ada di ruangan pasien sekarang, ia sudah sadar sejak lama."

Jacob menghela nafas lega. Ia benar-benar khawatir sekarang. Jane menepuk pundak Jacob menenangkan,

"Thea adalah gadis yang kuat."

Jacob mengangguk kecil. Ia menutup wajahnya dan hanyut dalam pikirannya.

"Siapa yang bersama Luke diruangannya?"

Jane menggeleng, "Luke khawatir pada kalian. Ia memintaku untuk menemani Thea hingga siuman."

Jacob menatap Ian, "pergilah keruangan Luke dan lihat keadaannya. Aku tidak bisa membiarkannya sendirian lagi."

"Yes, sir."

"Ruangannya ada di lantai 3 nomor 201," ucap Jane.

Ian mengangguk lalu pergi dari sana.

Jacob duduk dikursi tunggu disana. Diikuti Jane yang duduk disebelahnya.

"Bos, sebenarnya apa yang terjadi pada Thea?"

"Kau mungkin tak percaya ini, tapi aku mengetahuinya sejak lama."

Jacob mulai bercerita tentang dirinya, Thea dan Andrew saling mengenal. Lalu ia menceritakan jika Andrew yang telah menyiksa Thea dan merupakan dalang dibalik masalah Thea selama ini.

Jane menggeleng tidak percaya, "dia benar-benar iblis!"

"Aku pun bersalah. Aku sudah menebak semua ini dan mengetahui kebenarannya, tapi aku berpegang teguh pada ego ku."

"Bos, ini bukanlah salahmu. Kau hanya tidak ingin Thea terluka karena kebenaran yang kau utarakan."

Jacob terdiam.

"Jika semua kebenaran tak membawa air mata, maka semuanya akan menjadi mudah. Tapi jika kebohongan tidak membawa bencana, kita tidak akan terjebak seperti ini."

Jacob menggigit bibir bawahnya.

"Jane, aku punya sebuah permintaan."

"Ada apa?"

Jacob menatap Jane dengan ragu.

"Setelah Thea siuman, aku akan memberitahukan semuanya. Lalu aku akan pergi untuk sementara waktu. Selama itu, tolong jaga Thea hingga aku kembali."

"Kau gila?! Kau ingin meninggalkannya lagi?!"

"Dia pasti membenciku setelah mengetahui semuanya. Aku tidak ingin membuatnya semakin terluka."

"Tapi dia tidak memiliki siapapun lagi yang bisa dipercaya selain kau!"

"Aku tahu itu! Tapi tetap saja..."

Jane mengusap air matanya, "bos, sebelum dia kehilangan kesadaran, satu-satunya yang ingin dia lihat adalah kau..Dia membutuhkanmu untuk melalui semuanya, haruskah kau meninggalkannya lagi?"

"Dengar, Jane. Aku akan selamanya ada untuknya. Tapi ada kala dimana kami butuh jarak agar semuanya tetap baik."

Jane semakin tidak bisa menahan air matanya, "tapi apa yang harus kukatakan padanya jika dia mencarimu?"

"Alihkan perhatiannya. Kau bisa katakan jika aku selalu datang saat ia sudah terlelap."

Jane ragu, "apa kalian akan baik-baik saja?"

"Entahlah. Tapi, paling tidak aku akan berusaha untuk membuatnya bahagia dan baik-baik saja."

"Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri?"

Jacob tak menjawab.

Jane tersenyum sendu, "kau selalu seperti itu, bos."

"Thea tidak akan menyukai sisi ego mu terhadap dirimu sendiri bos. Jadi kumohon pikirkan tentang dirimu sendiri."

"Terimakasih atas sarannya."

Setelahnya, pintu ruangan operasi terbuka. Thea keluar dari sana dengan beberapa suster disampingnya. Jacob dan Jane mengambil alih Thea yang masih berbaring tak sadarkan diri di kasur lalu membawanya ke sebuah ruangan pasien VIP.

###

Jane duduk disebelah kasur Thea dengan Jacob yang berdiri disampingnya.

"Dia mungkin akan siuman dalam 2 hari. Lukanya cukup parah. Jangan biarkan dia banyak bergerak atau berjalan. Dari pihak rumah sakit akan mengadakan pengecekan rutin untuk luka tusuk dan tulang retak nya," ucap sang dokter.

"Untuk obatnya, bisa dibayar di apotek setelah ini." Dokter itu memberikan secarik kertas kepada Jacob, "ini resepnya."

Jacob menerima resep obat itu, "terimakasih."

Dokter itu mengangguk lalu pergi dari sana.

"Jane, aku akan ke apotek dulu. Aku titip Thea padamu."

Jane mengangguk lesu. Lalu Jacob pergi darisana. Jane menatap Thea yang masih tak sadarkan diri. Ia menggenggam tangan Thea yang terasa dingin.

"Thea, kau benar-benar memperjuangkan hidupmu. Aku bersyukur kau belum memutuskan untuk meninggalkan kami semua."

Lagi-lagi air mata Jane mengalir deras. Ia menunduk dan berusaha menahan tangisnya.

"Apa kau ingin bertemu bos? Kau pasti ingin bertemu dengannya dan bertanya banyak hal kan?"

"Kau jangan takut, Thea. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu. Tidak ada lagi yang akan meninggalkanmu."

"Saat kau siuman, kau harus menceritakan semuanya padaku."

"Karena jika kau memendamnya sendiri....aku akan marah padamu."

Jane mulai terisak kecil.

"Kau memang kuat. Kau harus tetap kuat dengan dukungan semua orang. Kau tidak lagi sendirian, Thea."

"Aku tidak tahu kenapa, tapi aku ingin kau memaafkanku, Thea. Kau pasti marah kan? Kau pasti sangat kesakitan."

"Walau bos mungkin sedikit terlambat, tapi kumohon jangan membencinya.."

"Ia memang sangat egois. Tapi ia hanyalah manusia biasa yang berpegang pada intuisinya. Semua itu karena ia takut."

"Takut dibenci olehmu. Takut kau pergi darinya. Takut tidak bisa membuatmu bahagia."

"Dia sangat takut kau terluka lagi.."

"Semua orang tidak bisa melihat rasa sedihnya, tapi mungkin kau tahu jika dia butuh kau untuk menampung air matanya."

"Jika kau mengetahui semua itu, aku yakin kau tidak akan membencinya."

Jane tersenyum sambil melirik kearah pintu, "pastinya begitu, kan?"

Diluar, seseorang berjalan menjauhi pintu. Ia mengusak wajahnya kasar. Tapi jika saja seseorang datang lebih cepat untuk melihatnya berdiri disana beberapa detik yang lalu, mungkin ia akan jadi saksi nyata sebuah bulir bening hangat yang mengalir di pipinya.

[✔] GEPARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang