❹ debat

499 84 22
                                        

'Maaf, mas baru sempet telfon kamu. Mas lagi ambil lemburan biar bisa ngejar cuti dua puluh hari.'

Dyra menyamankan posisi tidurnya di kasur kecil miliknya. Ponselnya ia miringkan bersama dengan posisinya agar Jefian lebih jelas melihat wajah mengangtuknya.

"Iya, gapapa."

'Gimana? Udah berapa persen persiapannnya?'

"Enam puluh? Besok aku masih harus cari perancang baju yang cocok, mas. Sama cateringnya juga masih bingung menu apa yang harus dihidangin."

'Tadi ibu gak ngeyel kan?'

Dyra mengurut pangkal hidungnya dengan kekehan, jadi teringat hari ini bagaimana ia harus ekstra bersabar menghadapi calon mertuanya.

"Eum sedikit?"

'Sedikit?' Kernyitan terlihat jelas dari Jefian.

"Waktu pilih stand dessert, ngga ada macaron mas. Sama menu untuk prasmanan juga ngga ada sapo seafood, jadi mungkin besok aku masih pilih menu." Beritahu Dyra saat menu keingingan Jefian tidak ada.

'Besok, kamu jangan ngikutin maunya ibu aja. Mas kan udah bilang, hari pertama itu punya kita, semua yang nentuin kita. Ibu ngga bisa ikut campur, mas ngga suka.'

Dyra menipiskan bibir melihat raut wajah Jefian yang kesal. "Aku ngga enak, mas."

'Ngga enak gimana?! Itu uang biaya nikah semua dari mas loh, ibu ataupun orang lain ngga ada kontribusi apa-apa. Jadi, kamu harusnya lawan ibu, jangan iya iya aja kalau ibu udah mau ini itu!' Jefian di sebrang menghela napas saat melihat wajah Dyra yang sudah murung serta ketakutan melihatnya marah.

'Nanti mas telfon Herin, biar dia bisa handle ibu. Kalau bisa kamu urus nikahannya sama Herin aja.'

"Tapi besok aku juga disuruh ibu ikut arisan." Dyra mengigit bibir bawahnya dengan bingung. "Ibu juga udah pesen buat bareng aja, biar sekalian ke tempat arisan."

'Arisan keluarga?'

Dyra menggeleng pelan. "Ngga tau."

Raut wajah Jefian kembali tidak mengenakan, apalagi kali ini dibarengi dengan decakan. 'Ngga usah ikut, itu arisan keluarga bulanan. Kamu fokus ke persiapan nikah aja.'

Dyra mengangguk dengan ragu, tidak yakin kalau ia tidak akan dipaksa calon mertuanya itu.

'Udah makan kamu?'

"Udah tadi." Keningnya mengerut saat baru menyadari Jefian lagi tidak di rumah.

"Mas masih di luar?"

'Hm.' Deham Jefian sambil fokus dengan kegiatan yang tidak Dyra tau hingga kamera ponsel kekasihnya tidak fokus.

"Udah jam sebelas, mas. Kenapa masih di luar?"

'Shhtt, ini baru mau pulang. Mas tutup dulu ya. I love u.'

Layar ponsel Dyra menghitam, pertanda sambungan video call dihentikan Jefian. Ia menaruh kasar ponselnya di samping bantal, pandangannya lurus ke langit kamar.

Hari ini sangat berat bagi Dyra, mungkin besok akan lebih berat. Ia tidak akan menyangka jika mengurus pernikahan bisa selelah ini, menguras fisik dan mentalnya.


👣👣👣


"Ini semua udah fix ya, mba. Ngga usah didengerin kalau ibu protes, udah dipesen sama mas Jefi."

"Iya, makasih ya mba, aku jadi ngerepotin terus." Ucap Dyra dengan tidak enak pada adik kekasihnya. Pasalnya dari pertama persiapan hingga mau selesai, Herin yang selalu mengantar jemput. Walaupun Jefian bilang Herin diberi uang selama mengantarnya, tapi tetap saja tidak enak.

Blue ClueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang