Jefian memijat pangkal hidungnya dengan lelah. Pekerjaannya sedari kemarin belum juga selesai, desain bangunan yang sudah dirancang sedari awal kini diminta untuk diubah beberapa bagian dengan jangka waktu yang cukup pendek.
Jefian bangkit dari duduknya, memilih untuk meninggalkan pekerjaannya sejenak dan menenangkan pikirannya lebih dulu dengan mandi air dingin. Walaupun hari sudah malam, gerah yang dirasa semakin membuat pikiran bertambah mumet.
Setelah menyelesaikan mandinya, Jefian masuk ke dalam kamar untuk memakai baju. Dilihatnya, sang istri masih terjaga tengah membereskan pakaian yang tadi disetrika.
"Mas mandi?" Tanya Dyra bangkit dari duduk di lantainya. Tanpa jawaban dari Jefian, Dyra akhirnya mengambil pakaian untuk suaminya.
"Mau aku bikinin teh hangat?" Lagi, Dyra mencoba bertanya saat melihat wajah letih Jefian yang sudah menyandarkan tubuh di headboard kasur dengan lengan menutupi matanya.
"Hm."
Sebuah dehaman diartikan oleh Dyra dengan jawaban 'iya'. Dengan begitu, Dyra segera menuju dapur untuk membuat teh hangat.
Akhir-akhir ini Dyra mencoba untuk tidak mengganggu Jefian dengan segala keinginannya yang mungkin akan menyusahkan suaminya. Jefian lebih sensitif setelah bercerita pada Dyra jika desain bangunan harus diubah. Pria itu juga jadi mudah sekali kesal hanya karena kesalahan kecil yang dibuat Dyra. Karena itu, Dyra lebih hati-hati dalam bertindak, tidak mau mengambil resiko jika berbuat salah.
"Minum dulu, mas."
Dyra duduk di tepi ranjang, memberi cangkir teh dengan kehatian pada Jefian.
Mata Dyra tidak lepas dari gerak Jefian yang tengah menyeruput teh hangat dengan sesekali keluar helaan lelah.Tangan kecil Dyra dibawa pada kaki Jefian, memberikan pijatan pelan di sana.
"Mau aku pijitin? Kepala mas pusing?"Jefian menaruh cangkir teh pada meja nakas. "Hm, pijitin kepala mas, sekalian kerokin mas." Katanya sambil membuka kaus putihnya.
Dyra segera mengambil minyak zaitun dan uang logam seribu. Tangannya dengan telaten mengerok kulit punggung Jefian, bisa ia rasakan suhu panas dari tubuh suaminya.
"Badan mas panas. Nanti sebelum tidur minum obat dulu ya, biar ngga kebablasan sakit." Lagi, hanya dehaman yang Dyra dapatkan.
Malam itu, Dyra dibuat terjaga dalam tidurnya. Menemani Jefian yang terus mengeluhkan kepalanya pusing hingga mual yang dirasa, membuat Jefian harus bolak balik kamar mandi.
👣👣👣
Dyra tersenyum tipis menyambut kepulangan Jefian setelah bekerja. Harusnya hari ini pria itu sudah selesai dengan desain bangunannya, tapi sepertinya tidak. Terlihat jelas dari raut wajah Jefian yang kecut."Mandi dulu mas, habis itu baru makan." Ucap halus Dyra dengan mengambil alih tas kerja Jefian.
Saat Jefian tengah mandi, Dyra menghangatkan lauk serta menyiapkan baju Jefian untuk dipakai tidur dan mungkin akan menyiapkan minyak zaitun lagi untuk mengurut tubuh lelah suaminya.
Setelah semua selesai, Jefian keluar kamar tanpa satupun kata terucap dari bibirnya. Pria itu hanya diam setelah Dyra mengambilkan nasi serta lauk yang biasanya akan mendapatkan ucapan 'terima kasih'. Dalam suapannya pun Jefian hanya diam tanpa berniat menjawab pertanyaan Dyra yang menanyakan tentang harinya.
Setelah acara makan malam selesai, Jefian langsung menyikat giginya kembali dan masuk ke dalam ruang kerjanya.
Dyra cukup khawatir akan kesehatan Jefian, khawatir juga dengan sikap pria itu yang semakin harinya bersikap dingin. Di situasi seperti ini lah Dyra tidak tau harus bersikap seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
Fanfiction●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...