Dyra masih mengembangkan senyumnya, mendengar dengan seksama sang kekasih tengah bercerita dalam video call rutin mereka.
Melihat Jefian tertawa, membuat rasa sedih Dyra berkurang. Perlahan ia bisa mengabaikan semua kejadian arisan dua minggu lalu dalam memori otaknya.
"Terus, teman-teman mas gimana?"
'Ya tetep dibolehin, tapi cuma dua hari dikasih izinnya.'
"Yaudah gapapa, itu udah syukur tau mas."
Dyra memperhatikan kekasihnya itu yang berusaha memasukkan semua barang yang dibutuhkan ke dalam koper.
"Lusa aku jemput mas jam berapa?"
'Sembilan? Lebih pagi juga gapapa, takutnya nanti macet.'
Dyra mengangguk mengerti. "Kata mba Herin, ibu mau--"
'Ibu ngga ikut, aku udah larang Herin buat bawa ibu. Ribet.'
Dyra menipiskan bibir, menahan tawa mendengar ucapannya langsung dipotong Jefian. Pria itu sangat tau apa yang akan dikatakannya.
'Aku baru sampe pasti cape, kalau ada ibu tambah cape aku. Udah kangen kamu juga, mau minta peluk yang lama.'
Dyra tertawa saat wajah murung Jefian terpampang jelas dengan bibir mengerucut lucu.
"Iya, bayi."
'Yeu, kamu yang bayi.'
Obrolan mereka tidak lama seperti malam biasanya. Karena, memang sama-sama lelah, jadi saat jam menunjukkan pukul sepuluh mereka memutuskan sambungan video. Memilih mengistirahatkan diri untuk menghadapi esok hari yang sepertinya akan sangat melelahkan.
👣👣👣
Bandara di jam sembilan sudah sangat padat. Orang-orang berlalu lalang mengejar jam pemberangkatan. Dyra bersama Herin duduk menunggu kedatangan Jefian keluar sudah satu jam lalu.
Mereka--lebih tepatnya Dyra menunggu dengan sabar. Jam sembilan lewat dua puluh Jefian terlihat keluar dengan ransel di punggung serta koper di tangan kirinya. Dari jauh saja senyum lebarnya sudah sangat terlihat. Langkah besarnya dipercepat guna sampai hadapan sang kekasih hati.
Pelukan hangat yang sudah hampir tiga bulan tidak mereka rasakan akhirnya saling menyatu. Tubuh tegap Jefian menyelimuti tubuh kecil Dyra dengan cinta. Kecupan penuh rindu Jefian layangkan di pucuk kepala kekasihnya. Kata cinta jelas tidak akan tertinggal dari masing-masing belah bibir yang tengah dimabuk kasih.
"Kangen, kangen, kangen banget sama si cantik satu ini." Jefian memberi jarak pada pelukan mereka, tangan besarnya menangkup pipi bersemu Dyra bersama dengan kecupan kecil di hidung mancungnya.
"Heheh Dyra juga kangen mas."
"Duh."
Kalimat selanjutnya yang keluar dari Herin, menghentikan lovey dovey pasangan yang akan menikah sebentar lagi. Tatapan tidak suka diberikan Jefian pada sang adik.
"Nanti lagi deh kangenannya. Kita harus ngejar janji fotonya."
Perkataan barusan menimbulkan kernyitan tanya Jefian. "Foto apa?"
"Ya foto buat buku nikah mas nanti lah. Kan belum foto berdua pake backround biru." Jawab Herin dengan tidak santai. Tangannya merampas koper kecil milik sang kaka. Kemudian berlalu meninggalkan kedua pasangan itu.
"Buruan, aku tinggal ya."
"Ayo, nanti aku jelasin di mobil." Ajak Dyra dengan tarik halus yang diikuti lelah oleh Jefian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
أدب الهواة●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...
