➀➅ kumpul

691 69 14
                                        

Kabar yang datang dari kehamilan Dyra membuat kedua keluarga Dyra serta Jefian ikut serta bahagia. Kedua besan itu bahkan sudah merencanakan kedatangan mereka ke Kalimantan untuk mengunjungi Dyra, hal itu membuat Jefian pusing akan tingkah ibunya yang menjadi profokator dari semua rencana.

Malamnya Jefian memberitau kabar kehamilan Dyra, paginya sang ibu serta rombongan sudah memesan tiket untuk terbang menemuinya. Bahkan matahari belum terbit, Jefian dan Dyra sudah harus membenahi rumah yang terlihat berantakan sebab tidak dibersihkan selama dua hari. Bukan Dyra malas, melainkan Jefian yang berubah menjadi cerewet karena terus membatasi pergerakan istrinya.

"Udah, mas aja. Kamu duduk aja, jangan ikutan ribet."

Larangan Jefian lagi-lagi membuat Dyra mengerucutkan bibir. Ia bahkan baru memegang sapu, tapi sudah diambil dengan paksa. Berdiam duduk tanpa melakukan apapun juga menyiksa Dyra, karena tubuhnya akan  bertambah pegal.

"Aku nyapu doang loh, mas. Sini, gak apa-apa."

"Duduk, Dyra."

Dyra mencebik pelan, kemudian mengehentakan kakinya kesal.

"Jangan makan es krim, masih pagi ini."

Lagi, gerak tubuh Dyra terhenti otomatis saat larangan keluar dari mulut Jefian. Bahkan langkahnya saja belum sampai pada box freezer.

"Makan puding aja, semalem kan mas bawain." Ucap Jefian yang sudah menarik Dyra untuk duduk di kursi makan. Setelahnya, puding dengan fla rasa vanilla dan coklat sudah tersaji di hadapan Dyra, bersama segelas air putih.

"Akhh, mas! sakit~" Rengek Dyra saat pipinya digigit dengan gemas oleh Jefian.

"Bibirmu itu, kayak bebek."

Jefian mengusap puncak kepala Dyra dengan senyum tipis. Melihat Dyra merengut pelan dengan mulut yang tetap bekerja untuk mengunyah, membuat hati Jefian menghangat. Dyra sudah terlihat lebih berisi dari pertama ia tau bahwa istrinya tengah mengandung.

Faktor kebahagiaan sangat mempengaruhi mood ibu hamil, begitupun mempengaruhi janin yang tengah dikandung. Itu semua ia dapatkan informasi dari dokter yang menangani Dyra. Maka mulai saat itu, sebisa mungkin ia membuat Dyra bahagia dengan cara apapun.

"Pelan-pelan makannya." Ujung bibir Dyra diusap dengan lembut oleh Jefian. "Kalau udah habis, buahnya dimakan ya. Mas mau lanjut beres-beresnya dulu, baru abis itu kita mandi."

"Heum~" Rambut terkuncir Dyra bergoyang saat ia mengangguk dengan tempo cepat, menyambut Jefian untuk mengecupi wajah bulat istrinya.

👣👣👣


Huek

Huek

Suara muntahan terdengan sangat menyiksa dari luar toilet wanita di bandara. Wajah khawatir Jefian yang menunggu Dyra di luar sudah tidak bisa disembunyikan lagi. Saat melihat situasi yang mulai sepi tanpa seorang pun, Jefian memaksa masuk ke dalam untuk memastikan istrinya baik-baik saja.

"Sayang." Pnaggil Jefian pada bilik toilet yang tertutup.

"Mas." Saut Dyra dengan lemas. Tidak lama setelahnya pintu terbuka, menampakkan Dyra dengan wajah pucat.

"Kan mas udah bilang, ngga usah ikut." Jefian dengan nada kesal membawa Dyra pada wastafel untuk membasuk mulut Dyra, kemudian mengelapnya dengan tissue yang disediakan.

"Pusing."

Jefian menghela napas dalam untuk menekan rasa kesalnya. Istrinya itu sudah mengeluh mual saat perjalanan belum sampai setengahnya. Jefian yang ingin memutar stir untuk kembali ke rumah disambut rengekan serta tangis Dyra untuk memaksanya terus berjalan, berakhir Dyra yang langsung berlari ke toilet untuk memuntahkan isi perutnya.

Saat jam menunjukkan pukul satu siang, Jefian bersiap untuk menjemput keluarganya dengan meminta bantuan lagi pada Kendra, karena satu mobil saja tidak cukup.

Diawali dengan rengekan Dyra yang ingin ikut, perdebatan kecil yang langsung ditengahi Kendra, perjalanan yang banyak berhentinya sebab Dyra terus mengeluh, dan kini berakhir di toilet.

"Mau mas gendong?" Tanya Jefian dengan lembut saat merasa keringat dingin dari tubuh Dyra yang bersandar di dada bidangnya.

Gelengan pelan membuat Jefian tidak memaksakan kehendaknya lagi. Pria itu menuntun pelan istrinya keluar dari toilet dan duduk pada bangku yang tersedia di setiap sudut bandara. Wajah letih Dyra membuat Jefian tidak tega untuk kembali melupakan kekesalannya pada Dyra, maka ia menunggu hingga pusing yang mendera kepala Dyra mereda.

Dering ponsel yang nyaring, menghentikan elusan tangan Jefian dari pipi Dyra. Nama Kendra terpampang jelas di layar ponsel.

"Ya, Ken"

"..."

"Gue di kursi dekat toilet, ke sini aja."

"..."

"Oke."

Setelah sambungan terputus, tidak lama rombongan keluarganya yang dipimpin Kendra berjalan ke arah tempat Jefian dan Dyra beristirahat. Suara heboh keluarganya menambah kebisingan di bandara.

"EH ANAK IBU KENAPA?"

Jefian mengelus dahinya mendengar suara nyaring sang ibu yang membuat Dyra terbangun dari tidur lelapnya.

"Bu." Tegur Jefian dengan nada kesal.

"Mama!" Pekikan Dyra serta gerak tubuhnya yang bangun dengan tiba-tiba membuat jantung Jefian seperti berhenti sesaat. Lari wanita itu yang mengampiri ibunya dengan pelukan erat dibarengi suara tangis yang nyaring.

"Aduh, anak mama."

Semua mata hanya memandang haru interaksi anak dan kedua orangtua yang sudah tidak lama bertemu. Melepas rindu dengan sebuah pelukan hangat yang lama tidak dirasa.

Tidak mau terlalu lama berada di bandara, pun keluarga juga pasti lelah, Jefian memutuskan untuk memisahkan Dyra dari kedua orangtuanya. Ia membawa istrinya untuk duduk pada kursi roda yang sempat Kendra minta pada pihak bandara.

Sepanjang perjalanan, Jefian tidak bisa untuk tidak menahan senyumnya. Dyra begitu bahagia bertemu kedua orangtuanya, pun mood wanita itu meningkat. Walaupun dalam perjalanan lagi-lagi Dyra mabuk, namun kali ini ia bisa bernapas lega karena ada mertuanya yang membantu dengan senang. Dyra pun jadi begitu manja pada orangtuanya, melupakan keberadaan Jefian sebagai suaminya yang senantiasa selalu digarda terdepan saat Dyra mengalami mual.

"Thanks ya, Ken."

"Nak Kendra, terima kasih ya udah mau direpotin."

"Sama-sama Jef, Tan."

"Besok tante mampir ke rumah kamu ya, mau liat Kiya."

"Iya, tante. Tante istirahat aja dulu, besok aku sama Wulan yang rumah Jef."

Percakapan singkat antara ibu Jefian serta Kendra, menahan Jefian untuk ikut masuk ke dalam rumah. setelah Kendra pamit, baru Jefian bisa masuk untuk kembali menemui istrinya. Tapi, yang ia lihat justru membuat hati Jefian kesal. Dyra, ibu mertuanya serta adik kecilnya sudah menguasai kamar tidurnya, diikuti ibunya yang menguasai sofa kamar. Beberapa koper sertas tas dibiarkan tergeletak di luar rumah serta di ruang tamu.

Jefian mendengus melihat kekacauan rumah yang susah-susah ia bereskan sejak pagi buta.

"Biar Jefian aja Yah yang beresin, ayah istirahat aja di kamar sebelah." Pada akhirnya Jefian tetap tidak tega membiarkan ayah mertuanya membereskan koper yang berpencar seorang diri.

"Yaudah kalau gitu ayah istirahat dulu ya."

Jefian mengangguk dengan senyum tipis. Ruang kerjanya bahkan sudah disulap menjadi kamar untuk ayah mertua serta ayahnya istirahat. Mungkin ia yang akan tidur seorang diri di sofa ruang tamu, tanpa pelukan hangat istrinya beberapa hari.

Ya, hanya untuk beberapa hari bukan?

⌒ ⌒ ⌒ ⌒


Halo, lama gak update gimana kabarr kalian?
Karena cerita ini udah lama gak up, disarankan untuk baca dari part sebelumnya atau boleh dari awaal😂

Terimakasih kalian yg udah mau nunggu

Blue ClueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang