"Ibu.."
Jefian menangis dalam diam di pelukan sang ibu. Ya, hanya ibunya saat ini yang bisa membantu dirinya dan keluarga kecilnya.
Dua hari sudah Dyra dirawat, Jefian telah mencari bantuan dengan meminjam ponsel salah satu perawat untuk menelfon Kendra. Mengabarkan sahabatnya dan meminta tolong untuk membawakan semua keperluan untuk Dyra dan dirinya.
Tidak lupa Jefian menelfon sang ibu, memintanya untuk datang ke Kalimantan dan akan menceritakan semua yang terjadi. Ber-terima kasih ia dengan otaknya yang bisa mengingat nomer darurat orang tepercayanya.
Disini lah Jefian sekarang, di luar ruang rawat Dyra dengan memeluk sang ibu yang baru saja datang. Menceritakan awal mula semua pertengkaran bisa terjadi, tanpa terlewatkan sedikitpun, tanpa ada yang ia rahasiakan.
Satu-satunya cara licik memang harus menyeret ibunya dalam masalah rumah tangganya. Jefian yakin ibunya akan ada di pihaknya, walaupun nanti ia harus melewati omelan yang memekakkan telinganya, ia akan terima. Terpenting saat ini adalah membut Dyra berhenti merengek ingin pulang.
"Kamu–"
Helaan napas kasar terdengar jelas di pendengaran Jefian. Tubuh lemasnya yang hanya diisi nasi pagi tadi didorong pelan menjauh dari sang ibu.
"Ibu ngga tau harus nanggapin gimana... kamu bener-bener keterlaluan!"
Perkataan pelan namun penuh tekanan itu membuat Jefian enggan mengangkat wajah lelahnya.
"Maaf, bu."
"Sekarang si Talia itu ada dimana?"
Ibu Jefian masih tidak habis pikir dengan anaknya. Selama ini ia mengira hubungan antara anaknya dengan pacarnya itu benar-bebar sudah berakhir, nyatanya belum usai.
"Masih di rumah senior Jef, kayaknya?" Jawab Jefian dengan ragu, sebab ia tidak tau menau dan tidak ingin tau bagaimana wanita itu sekarang, bahkan saat Kendra beserta istrinya datang juga ia enggan menanyakan keadaan Talia. Bukannya ia tega, namun tidak terpikir untuk memikirkan yang lain disaat keadaannya sedang kalut memikirkan Dyra.
Sang ibu yang mendengar jawaban ragu itu membuang napas kasarnya. "Pastiin ke Kendra kalau Talia ngga bawa masalah ini kemana-mana, apalagi sampai tante dan om om kamu tau."
Talia memang sangat dekat dengan keluarganya, namun tidak dengan ibunya. Dari awal Jefian menjalin kasih dengan Talia, ibunya sudah menentang, entah insting seorang ibu atau memang tidak suka saja dengan Talia. Sebab itu, saat berita Talia meninggalkan jefian kembali, ibunya begitu bahagia. Kebahagiannya bertambah tidak lama saat Jefian mengenalkan Dyra, wanita lembut penuh kasih sayang dan tentunya mempunyai sikap serta perilaku yang sangat baik.
"Hp Dyra sama kamu?"
"Di rumah."
"Untuk sekarang sembunyiin dulu, jangan sampai anaknya pegang hp."
Jefian hanya menganggukkan kepala, mengerti dengan maksud ibunya. Mereka tidak ingin mengambil resiko jika Dyra memegang ponselnya sendiri, wanita hamil itu bisa saja mengadiu pada orangtuanya. Ibu Jefian tidak ingin masalah ini banyak orang yang tau.
"Ayahmu itu jangan sampai tau juga."
Jefian meringis mendengar nama ayahnya. Ayahnya adalah pria yang keras, kalau saja beliau mendengar masalah rumah tangganya bisa-bisa ia berada di pihak Dyra untuk segera meninggalkan Jefian, sebab itu sang ibu mewanti dirinya.
"Ibu ke dalem dulu, kamu jangan lupa urus Talia itu." Ketus ibu Jefian.
"Iya bu, nanti–"
"Jangan nanti-nanti! Masalahmu ngga akan selesai kalau dinantiin! Sekarang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
Fanfiction●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...