Matahari sudah menenggelamkan diri, berganti tugas dengan bulan yang akan menemani langit malam.
Dyra, menatap kedua orangtuanya yang tengah asik menonton tv tabung di hadapan mereka.
Malam ini Dyra akan memberitahu kepada orangtuanya niat baik Jefian untuk melamarnya. Kulit wajah yang mulai menua itu nampak berseri menertawakan tayangan acara tv. Dyra tidak ingin membayangkan ekspresi seperti apa nanti kedua oranngtuanya setelah mendengar pernyataan nya.
"Ayah, mama."
"Kenapa, dek?"
"Itu, aku mau ngomong. Bisa tolong kecilin dulu volume tvnya?"
Mendengar perkataan Dyra, sang ibu segera mengecilkan volume tv dan beralih duduk saling berhadapan dengan anaknya.
"Mas Jefian hari sabtu mau lamar ade."
Sebaris kalimat yang membuat keheningan melanda. Dyra menatap kedua orangtuanya yang terdiam dengan raut wajah terkejut.
"Kalau diizinin, mas Jefian sama keluarganya mau lamar di sabtu sore, Yah."
Dyra menatap sang ayah yang kini menegapkan duduknya. Wajah tegasnya melunak terganti dengan raut yang dapat menenangkan Dyra.
"Adek udah yakin mau menikah? Sudah siap jalanin rumah tangga nanti?"
"Udah, ayah."
"Sudah yakin kalau Jefian pilihan yang tepat untuk jadi suami kamu?"
"Udah, ayah."
Usapan di kepalanya membuat Dyra tersenyum tipis, matanya berair mendengar setiap kalimat petuah dari sang ayah.
"Kalau ade yakin, ayah cuma bisa mendoakan. Semoga semua keputusan yang ade buat, selalu diberkahi oleh Tuhan."
"Ngga kerasa, ade udah tunbuh dewasa. Udah mau meninggalkan ayah sama mama."
"Ayah." Lirih Dyra saat sang ayah mengusap air yang berada di ujung matanya.
"Ayah senang kamu berada di tangan yang tepat. Jefian baik sekali sama ayah dan mama."
Dyra masuk ke dalam pelukan hangat sang ayah saat lelaki tangguh itu merentangkan kedua tangannya.
"Suruh Jefian datang kamis malam. Ayah ingin bicara sebentar sebelum sabtu lamaran."
"Iya, ayah."
👣 👣 👣
"Ngga usah bawa apa-apa mas, mama udah masak banyak." Ucap Dyra pada suara di seberang ponsel genggamnya.'Mas beli donat aja ya, ngga enak kalau gak bawa apa-apa.'
"Yaudah, terserah mas. Jangan beli banyak-banyak." Pasrah Dyra.
'Hm, mas tutup telponnya ya.'
"Iya, hati-hati ya mas."
Dyra menghela napas, menatap bayangannya di cermin yang sudah retak pada bagian atas. Ia memoleskan bibirnya dengan lipbalm sebelum keluar dari kamar kecilnya.
Tadi saat Jefian menelpon, pria itu sudah dekat dengan rumahnya. Kemudian berniat mampir lebih dulu untuk membawa buah tangan.
"Aku bantu, ma."
"Ngga usah, ini udah selesai." Tolak sang ibu saat Dyra akan membantu membawakan masakannya.
"Jefian udah sampai mana?"
"Dikit lagi sampe."
"Kamu jemput dulu sana. Jam segini ibu-ibu lagi pada ngumpul di depan rumah bu rt. Takut Jefiannya gak nyaman."

KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
Hayran Kurgu●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...