Petuah yang diberikan Kendra pada Jefian setelah pria itu bercerita tentang keresahannya, akhirnya Jefian mendengarkan saran sahabatnya, serta merenungkan perbuatannya yang sudah kelewat batas pada istrinya sendiri.
Hal yang belum tentu terjadi, seharusnya tidak boleh Jefian cemaskan terlalu berlebih.
Harusnya Jefian yang lebih dewasa dari Dyra, bisa membimbing istrinya dengan benar. Membuat wanita itu nyaman di dalam rumah tangga yang mereka bangun, bukannya membuat wanita itu takut dan tidak nyaman di dalam rumahnya sendiri.
Cerita Wulan tempo lalu tentang Dyra yang tidak nyaman berada di tengah teman-teman Jefian. Hal itu pula yang juga membuat Jefian sadar diamnya sang istri.
Sesuatu pasti telah dilakukan teman-temannya pada Dyra, entah perkataan atau perbuatan. Tapi, sang istri tidak bercerita atau mungkin takut untuk menceritakannya. Akan Jefian cari tau nanti.
Tangan kanan Jefian terulur ragu untuk singgah di atas perut Dyra. Namun, saat telapak tangannya mendarat di perut Dyra, rasa nyaman melingkupi perasaan Jefian. Pelan dan penuh kehatian, Jefian mengelus perut buncit istrinya.
Wajah lelap Dyra yang terganggu, tidak membuat Jefian menyingkirkan tangannya. Pria itu justru memindahkan tangannya ke dalam dress satin Dyra, membuat telapaknya langsung bersentuhan dengan perut sang istri.
"Mas." Dyra melenguh pelan merasakan geli di perutnya. Saat kedua matanya sudah benar-benar terbuka, senyum tipis langsung menghiasi pagi Dyra.
Wajah Jefian menunduk menatap Dyra dengan tangan kanan yang masih bekerja mengusap lembut perutnya, membuat wanita itu nyaman.
Tidak ada obrolan dari keduanya, hanya saling tatap. Dyra pun semakin menyamankan diri dalam rengkuhan Jefian, begitu juga Jefian dengan senang menyambut Dyra, membubuhi wajah cantik istrinya dengan kecupan selamat pagi.
"Dedeknya pinter mas, dia ngga nyusahin aku." Ucap Dyra memecah keheningan.
"Kalau minta sesuatu juga ngga pernah aneh-aneh. Ngga pernah ngambek juga kalau kepengenannya ngga diturutin."
Cerita Dyra mengalir begitu saja, dengan Jefian yang mendengarkan tanpa memotong. Jefian merasa, ia sudah melewatkan banyak perkembangan si calon bayi.
"Ibu udah tau kamu hamil?"
Dyra menggeleng pelan. Mendapat pertanyaan seperti itu memabuat Dyra jadi merasa bersalah, tidak memberitahu lebih awal kabar bahagia ini pada kedua orangtua dirinya dan Jefian.
"Belum, mamah ayah juga belum tau." Jawab Dyra dengan sedikit cemas.
"Nanti telfon mereka ya."
"Eung." Dyra tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Ini pertanda Jefian sudah menerima bayi mereka.
"Udah empat bulan ya?"
Dyra mengikuti Jefian untuk mengusap perutnya, dress tidurnya sudah tersingkap hingga bawah dadah, memperlihatkan perut Dyra yang membulat keras.
"Eum, empat belas minggu. Di jadwal buku kehamilan, harusnya besok aku check up."
"Di mana?"
"Rumah sakit samping apotek gede itu mas, aku lupa namanya."
Jefian mengangguk pertanda tau. "Mas anter ya, besok."
Dyra mengangguk semangat. "Kata dokter, kita udah bisa tau jenis kelamin bayi loh, mas. Tapi aku ngga mau tau dulu."
"Kenapa?"
"Ngga apa. Aku mau liatnya waktu bayi udah masuk bulan ke enam atau tujuh aja." Dyra menahan tangan Jefian yang sudah merambat ke bawah tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
Fanfiction●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...
