Pagi saat jam menunjukkan pukul delapan, Dyra sudah siap dengan setelan dressnya. Ia ada janji dengan ibu Jefian untuk menyiapkan segala keperluan menikah.
"Iya, ini aku udah rapi."
'Dijemput Herin kan?'
"Iya, ini adik kamu kayaknya udah sampe deh." Ucap Dyra saat mendengar suara nyaring Herin.
'Yaudah kamu hati-hati ya, kabarin mas terus. Kalau ada perbedaan pendapat sama ibu, bilang mas, biar ibu mas kasih tau. Pokoknya utamain keinginan kita dulu ya, ini kan pernikahan kita.'
"Iya, mamas."
Setelah sambungan telpon terputus, Dyra segera keluar dari kamar. Di luar sudah berdiri Herin dan sang ibu.
"Hati-hati ya Herin bawa mobilnya."
"Siap tante. Ini tante beneran ngga mau ikut?" Tanya Herin pada ibu Dyra.
"Ngga, nanti tante ikut pas fitting baju aja."
Ibunya memang menolak untuk ikut dalam acara mencari gedung. Sang ibu beralasan bahwa ayahnya kasihan kalau harus ditinggal sendiri saat pulang kerja nanti. Dyra tau itu hanya alasan, sebenarnya sang ibu masih tidak percaya diri harus berdampingan dengan ibu Jefian yang sangat wah menurut orangtuanya. Alasan itu pun membuat Dyra menjadi sedih.
Setelah pamit pada sang ibu, Dyra serta Herin berlalu meninggalkan rumah kontrakan. Dalam perjalanan banyak yang dibahas, lebih sering Herin sebenarnya yang membuka topik.
"Kita langsung ke menteng ya, mba. Ibu mau sarapan dulu."
"Ibu sendiri?"
Herin menggeleng dengan pandangan tetap fokus ke depan. "Mba Riri sama mas Sean."
"Loh, mas Sean ngga kerja?"
"Biasa lah, mba. Kayak ngga tau ibu aja kalau udah maunya harus diturutin." Kekeh Herin dengan memutar stir mobil ke kiri.
"Liat deh mba nanti, pasti ibu ngga cuma bawa mba Riri sama mas Sean."
Dyra mengangguk, percaya dengan kalimat Herin. Ibu Jefian memang sangat ajaib bila sudah minta sesuatu.
Biar Dyra jelaskan tentang keluarga Jefian.
Jefian adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kaka pertama Jefian bernama Riri yang kini sudah menikah dan mempunyai dua orang anak perempuan yang masing-masing berumur tujuh tahun dan empat tahun.
Kaka kedua Jefian bernama Sean yang mana hanya terpaut dua tahun dari Jefian. Sean pun sudah menikah dan mempunyai anak perempuan berusia lima tahun.
Terakhir, adik bungsu Jefian bernama Herin, yang mana umurnya lebih tua dua tahun dari Dyra. Namun, seperti sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga, Herin harus memanggil Dyra dengan sebutan 'mba' karena akan menjadi kaka ipar sang kaka.
"Ayo mba."
Dyra segera membuka seatbeltnya, mengikuti langkah anggun Herin ke dalam restoran. Dress memang menjadi pilihan yang cukup aman untuk Dyra saat ia bepergian bersama keluarga Jefian, tidak akan salah kostum serta masih sopan untuk ke mana pun ia pergi.
"Ibu."
"Hai, sayang. Sini duduk, udah ibu pesenin makan."
Dyra duduk setelah menyapa kedua kaka Jefian serta istri Sean. Sebenanrya Dyra hanya bisa santai saat bersama Herin saja, jika bersama anggota keluarga Jefian yang lain ia masih merasa sangat canggung. Raut wajah kedua kaka Jefian yang terlihat jutek namun sebenarnya baik itu membuat Dyra segan untuk membuka topik obrolan.
Selama makan pun, keluarga Jefian jarang membuka obrolan. Mereka lebih senang menikmati makanan tanpa banyak bicara.
"Jefian udah kasih tau kamu soal acara nikah kalian yang diadain dua hari?" Tanya ibu Jefian setelah mereka menyelesaikan sarapan, kini diganti dengan dessert manis.
"Udah ibu."
"Di hari pertama, tamu undangannya untuk temen-temen kamu dan Jefian. Nah, di hari kedua untuk teman-teman ibu dan orangtua kamu."
"Nanti gedung untuk hari kedua dibedakan ya. Semua biaya nikah di hari kedua juga pakai uang ibu sama bapak."
Dyra menggeleng cepat. "Pakai uang yang dikasih Jefian juga masih cukup ibu."
"Ngga cukup, uang seratus tiga puluh juta itu cuma bisa sewa gedung sehari sama biaya lainnya." Decakan ibu Jefian membuat Dyra menciut.
"Ibu mau pisah biar ngga ribet sama tamu undangan ibu-ibu. Biar anak mudanya bisa lebih menikmati acaranya. Udah, kamu ngga usah mikirin buat biaya hari kedua, semua itu tanggung jawab ibu kan ibu yang mau acara khusus. Jadi nanti tetangga kamu yang banyakan ibu-ibu, diundang hari kedua."
Penjelasan itu berusaha Dyra pahami agar tidak ada kesalahan yang membuat ia terpojok nantinya oleh keluarga Jefian.
"Adatnya juga tentu jawa ya."
Dyra meremat jemarinya, tubuhnya ia bawa tegap untuk menghilangkan sesak. "Ibu, maaf. Kemarin aku udah ngobrol sama mas Jefi, kita sepakat mau pake modern di hari pertama bu. Nanti hari kedua, baru pake adat jawa."
Raut wajah tidak suka membuat Dyra semakin meremat kuat tangannya.
"Kenapa harus modern? Kalian nikah di Indonesia, masih kental sama adat. Harus pake adat jawa! Nanti apa kata keluarga ibu. Kamu mau dinyinyirin mereka?"
"Bukan gitu ibu. Karena kan yang ibu bilang, hari pertama ini teman-tema aku sama mas Jefi yang datang. Jadi, karena teman mas jefi juga ngga cuma dari Indo, mas Jefi mau mengusung tema modern aja. Mas jefi juga mau ada outdoornya." Jelas Dyra dengan penuh kehatian.
"Ibu ngga setuju, kalian--"
"Ibu, ini yang mau nikah Dyra sama Jefian, bukan ibu sama bapak. Biarin Dyra sama Jefian yang nentuin maunya mereka. Lagi pula nanti Dyra bisa pake adat Jawa di acaranya ibu." Potong Riri pada ucapan sang ibu. Melihat Dyra yang tidak akan bisa mengalahkan sang ibu, membuat dia harus turun tangan.
"Nanti apa kata kelurga--"
"Ngapain dengerin apa kata keluarga, bu. Yang jalanin kan Dyra sama Jefian, mereka ngga ada hak buat ikut campur urusan pernikahan Dyra Jefian. Ibu juga harusnya ngga boleh ikut campur loh. Ini yang biayain nikah juga Jefian, jadi biarin mereka yang nentuin pilihan mereka maunya gimana. Mau adat Jawa, modern, atau sunda sama aja, yang penting nanti janji mereka di hadapan Tuhan. Acara cuma poin tambahana." Kini berganti Sean yang menasehati sang ibu.
"Lagi pula, kan nikahan mba Riri sama Sean juga udah pakai adat Jawa. Ibu udah pernah rasain itu, yang urus juga semua ibu. Jadi, biarin kali ini Jefian sama Dyra yang urus sendiri pernikahan mereka. Zamannya udah beda, ibu."
Dyra menggigit pipi dalamnya saat raut wajah ibu tidak berubah, ia mengeluarkan ponselnya, merematnya untuk mempertimbangkan sesuatu.
"Kalau emang ibu ngga setuju, biar aku telfon mas Jefian dulu ya. Siapa tau nanti mas Jefian--"
"Ngga perlu."
Rasanya Dyra ingin menangis saja, ia tidak mempersiapkan banyak mental untuk kejadian saat ini.
"Yaudah, kita berangkat sekarang. Cari gedungnya di jakarta pusat aja. Gedung yang ibu mau soalnya ada di sana, jadi kamu sama Jefian cari gedung yang ga jauh dari tempat ibu, biar ngga kejauhan jaraknya."
"Iya ibu."
Dyra mengambil napas dalam sebelum beranjak keluar dari restoran. Sepertinya ia harus lebih menguatkan mentalnya untuk menghadapi Ibu Jefian. Baru persiapan awalnya saja, berdebatnya sudah sangat panas, apalagi di pertengahan nanti.
"Gapapa mba, ibu emang harus digituin. Kalau ngga, dia ngga akan mau ngalah." Tepukan pelan di bahu membuat Dyra tersadar dari lamunnya.
"Nanti kalau ngga ada aku atau yang lain, terus mba ngga bisa lawan argumennya ibu, langsung telpon mas Jefi aja, mba."
⌒ ⌒ ⌒ ⌒
Mba Riri aka Irene
Mas Sean aka Sehun
Herin aka Herin ex sm rookies
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
Fanfiction●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...
