❶➇ pulang

406 55 13
                                    

Pagi buta saat matahari belum menampakkan diri, Jefian dibangunkan oleh sang ibu dari tidur tak nyenyaknya. Raut bersalah Jefian layangkan saat sang ibu mengatakan akan pulang dan sudah disetujui orangtua lainnya. Para orangtua mengeluarkan barang bawaan mereka yang semakin bertambah, Jefian yakin sekali Dyra tidak mengetahui hal ini sebab, wanita itu masih tertidur pulas di kamar.

"Sudah, tidak apa, gak usah minta maaf. Kami harusnya yang minta maaf terlalu lama singgah dan bikin nak Jefian ngga nyaman." Ujar ibu Dyra saat Jefian terus melayangkan kata maaf.

"Jefian ngga merasa gitu ma-"

"Iya iya, mama ngerti. Kamu udah kangen banget mau berduaan sama Dyra kan." Lontaran godaan itu disambut tawa oleh yang lainnya.

Sebenarnya Jefian masih merasa tak enak. Tapi mau bagaimana lagi, Jefian sudah lelah tidur di ruang keluarga hanya ber-alas karpet, sudah tidak tahan berjauhan apalagi sampai jarang ada waktu untuk sekedar mengobrol dengan sang istri, dan tentunya tiket yang sudah ia beli untuk para orangtua sayang sekali kalau sampai hangus.

Maka, setelah memanaskan mobil, memasukkan barang bawaan para orangtua ke dalam mobil dan selesai bersiap, Jefian menghampiri sang istri yang masih nyaman bergelung dengan kasur.

"Sayang." Panggil Jefian dengan lembut, jemarinya terulur mengusap pipi bulat Dyra.

"Heung~"

"Bangun dulu yuk, mandi terus rapi-rapi." Untungnya Dyra bukan tipe yang sulit dibangunkan. Maka dengan raut tanya yang lucu, Jefian menggiring tubuh berisi istrinya untuk mandi lebih dulu.

Setelah Dyra siap, mereka semua memutuskan untuk berangkat dan makan di luar lebih dulu. Diantara mereka pun tidak ada yang berniat menjawab pertanyaan-pertanyaan Dyra yang terlihat bingung. Mereka memang sengaja tidak memberitahu agar mood Dyra bisa terjaga sampai kepulangan para orangtua nanti. Hal tersebut membuat Jefian menjadi sasaran Dyra akan rasa kepenasarannya hingga membuat Jefian serba salah untuk menjawabnya.

"Nanti kamu juga tau kita mau kemana, makanan nya abisin dulu." Hanya itu jawaban tidak memuaskan yang Jefian ucapkan pada sang istri dan membuat wanita hamil itu tak henti mendumal kesal.

Sepanjang perjalanan menuju bandara setelah sarapan pun para orangtua berusaha mengalihkan rasa kesal Dyra dengan mengajaknya berbicara. Tidak banyak membantu tapi, setidaknya Dyra tidak memanyunkan bibirnya lagi hingga 30 menit perjalanan, karena setelahnya bibir mungil Dyra kembali maju saat mobil memasuki area bandara.

"Mas." Panggil Dyra dengan tatap tak percaya.

Tidak mau menanggapi Dyra, Jefian segera turun untuk mengambil koper dan barang bawaan para orangtua.

"Ma." Lirih Dyra saat mereka sudah berada di luar area chek-in bandara.

"Mama pulang dulu, nanti kalau sudah dekat waktu persalinan Dyra, mama sama ayah ke sini lagi." Jelas dengan lembut dan penuh pengertian Ibu Dyra tak membuat anak itu mau memahami.

"Katanya di sini mau satu minggu, ini belum ada satu minggu, kenapa bohongin Ade." Ucap Dyra dengan napas tersenggal.

"Dyra, bukannya dibohongin, tapi memang ternyata ibu punya acara mendadak yang ngga bisa ditinggal. Jadi, ibu harus pulang sekalian sama orangtua kamu, biar Jefiannya ngga cape harus bolak balik antar ke bandara." Jawab ibu Jefian mencoba membantu besannya.

Dyra menggeleng tak ingin mengerti. "Tapi kita belum jalan-jalan, katanya mau temenin Dyra jalan-jalan."

"Nanti mama ke sini lagi, ade. Jalan-jalannya bisa lain waktu."

"Ibu acaranya kapan? Berapa hari?"

"Besok acaranya, cuma satu hari."

"Kalau gitu Dyra ikut, abis selesai acara kita ke sini lagi."

Blue ClueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang