❶❶ cemas

576 86 7
                                        

Sejak minggu lalu, Dyra sering kali kepergok Jefian tengah melamun. Pekerjaan yang dilakukan pun membuat Dyra jadi tidak bisa fokus. Penyebabnya, selain tubuhnya yang merasakan sakit, ia juga merasakan hal lain di dalam perutnya. Hal kedua lah yang membuat kecemasan Dyra meningkat hingga sering kali melamun.

"Kamu ngapain, sih?" Nada kesal dari Jefian memecahkan lamunan Dyra yang tengah menuangkan air sampai penuh.

"Maaf mas." Ucap Dyra dengan nada sesal. Buru-buru ia mengambil lap untuk membereskan kekacauan yang dibuatnya.

"Mas perhatiin, kamu dari kemarin melamun terus. Apa yang kamu kerjain juga ngga beres." Kembali nada kesal Jefian ucap.

"Kalau kamu sakit, istirahat aja, ngga perlu ngerjain apa-apa." Kini Jefian berbicara dengan nada halus. Tangan Dyra ia tarik pelan untuk duduk di pangkuannya. Jemarinya terangkat untuk mengusap wajah pucat sang istri.

"Nanti ke klinik sama Wulan ya, mas udah minta tolong sama dia. Hari ini mas pulang malam, ngga bisa anter kamu." Lanjut Jefian saat tidak mendapat jawaban dari Dyra.

Dyra menggeleng pelan, wajahnya masih tertunduk dengan rasa bersalah. "Aku ngga sakit mas, cuma kecapean aja. Nanti aku minum obat juga sembuh kok." Tolaknya dengan cemas.

"Ngga sakit gimana? Mas lihat pucatnya kamu ngga hilang-hilang. Dari kemarin bilang minum obat juga sembuh, mana buktinya?" Nada tidak mengenakkan Jefian membuat Dyra kembali diam tak berkutik.

Dyra bangkit saat Jefian juga bangkit dari duduknya. Kedua mata Dyra mulai berlomba untuk menghasilkan air mata saat tatapan Jefian padanya penuh dengan rasa khawatir.

"Nurut ya sama mas, nanti ke klinik. Biar tau sakitnya kamu di mana, biar cepet sembuh. Mas khawatir."

Nada lembut Jefian membuat buliran air mata yang Dyra tahan sekuat mungkin, kini turun dengan bebasnya. "Maaf. Iya, nanti aku ke rumah sakit sama mba Wulan."

"Pinter." Jefian mengusap pucuk kepala Dyra dengan senyum tipis, jemarinya mengusap air mata di pipi gembil istrinya.

"Mas berangkat kerja dulua ya." Pamit Jefian setelah berhasil menenangkan isakan istrinya.

Dyra membalas lambaian Jefian dengan senyum getir. Senyum mengembang Jefian apa masih tersemat di wajahnya setelah ini?

👣👣👣


"Mba." Panggil Dyra saat mobil dinas milik suami Wulan sudah mulai memasuki wilayah kota.

"Iya?"

"Nanti boleh ke apotek dulu? Mau ada yang aku beli sebentar."

Wulan menyanggupi keinginan Dyra. Mobil sedan hitam berhenti tepat di parkiran apotek ternama. Dyra menolak halus saat Wulan menawarkan diri untuk menemaninya.

Langkah pelannya terayun menuju salah satu pegawai untuk membeli benda yang ia butuhkan. Setelah mendapatkannya, langkahnya kembali terayun pada kamar mandi yang tersedia di dalam apotek.

Raut cemas Dyra menunggu hasil dari dua benda yang ia genggam. Saat garis pada benda berubah samar, Dyra tidak tau harus mengekspresikannya seperti apa. Senang karena ini adalah hal yang ia dambakan atau justru takut karena hal ini tidak diinginkan suaminya.

Drrt drrt

Dering ponsel membuyarkan lamunan Dyra. Nama Wulan terpampang di layar ponsel, pertanda ia sudah sangat lama berdiam di dalam kamar mandi. Dengan cepat ia melangkah untuk segera kembali ke dalam mobil, merasa tidak enak dengan Wulan.

"Maaf mba, aku lama." Ucap Dyra dengan pelan.

"Ngga apa. Kita langsung ke klinik ya."

"Mba." Tahan Dyra dengan genggaman erat di pergelangan tangan Wulan. "Ke rumah sakit aja."

Wulan mengernyit bingung, namun tetap menjalankan mobilnya menuju rumah sakit tanpa banyak omong, takut jika memang benar Dyra mempunyai sakit yang serius.

"Mba, aku sendiri aja gapapa ke dalemnya." Ucap Dyra pada Wulan yang tengah menenangkan Kiya. Ingatkan Dyra untuk memberikan Kiya es krim karena menangis tidak ingin ikut masuk ke dalam rumah sakit.

"Bener gapapa?"

"Iya gapapa, mba. Kasian Kiya kalau dipaksa masuk."

"Yaudah, nanti kalau Kiya udah tenangan, mba nyusul ya. Di poli umum, kan?"

Dyra mengangguk patah dengan senyum skeptis. Setelah Wulan serta anaknya hilang dari pandangan Dyra, ia segera masuk ke rumah sakit, melakukan pendaftaran serta tahapan lainnya untuk bisa ke poli kandungan.

Rasa gugup sejak tadi terus melingkupi Dyra, walaupun ia sudah mengecek lebih dulu, tetap saja rasanya sangat tidak nyaman.

Hanya menunggu lima belas menit hingga nama Dyra dipanggil. Kini wanita itu sudah duduk berhadapan dengan dokter kandungan yang menatapnya dengan ramah. Semua keluhan dan kecemasan keluar begitu ringan dari mulut Dyra dengan sang dokter yang mendengarkan seksama.

"Efektivitas pil KB dalam mencegah kehamilan bisa mencapai 92 persen, tapi kemungkinan untuk hamil juga bisa mencapai 8 persen dan ibu yang termasuk 8 persennya. Penting diingat bahwa bahaya bisa muncul saat ibu ternyata masih rutin konsumsi pil KB saat hamil.."

Penjelasan sang dokter bukan membuat Dyra tenang, melainkan bertambah cemas.

"Tidak apa, itu wajar di alami setiap wanita yang rutin mengkonsumai pil KB. Konsumis dalam jangka panjang memang efeknya berbeda disetiap wanita. Kalau pada ibu Dyra, datang bulan jadi tidak lancar ya? Jadi tidak menyadari kalau sedang mengandung." Jelas sang dokter dengan senyum tipis dan pandangan tetap pada kertas untuk menulis kondisi pasiennya.

"Kita lakukan usg dulu ya, bu. Ibu Dyra bilang, datang bulan terakhir itu dua bulan yang lalu ya? Kemungkinan kandungannya juga sudah besar. Ayo silahkan berbaring ibu."

Dengan telaten sang dokter dan asistennya membantu Dyra dengan penuh kehatian. Jika dilihat dari bentuk perut Dyra, memang sangat buncit dari biasanya. Bentuk buncitnya pun bukan seperti lemak lembek bertambah di sekitar bagian tengah tubuh, melainkan lemak keras.

"Ini janinnya, sudah sebesar buah anggur. Kalau dihitung dari terakhir ibu Dyra datang bulan, kandungan sudah masuk minggu ke sembilan. Embrio yang tumbuh dalam rahim ibu sudah berkembang menjadi janin karena, bagian-bagian tubuh calon bayi sudah mulai terbentuk secara perlahan."

Panjelasan dokter kali ini, membuat tangis Dyra yang tertahan sejak tadi pecah begitu saja. Melihat dengan mata kepalanya sendiri, pada layar terdapat janin di dalam perutnya. Kepala, wajah dan bagian tubuh lainnya mulai terbentuk.

"Ini artinya ibu tengah menjalani trimester pertama dari periode 3 trimester kehamilan. Pada minggu kesembilan ini, ibu sudah bisa mengetahui jenis kelamin calon bayi. Kita lihat jenis kelamin bayi di konsultasi berikutnya ya, biar lebih terlihat jelas."

Baju Dyra dirapihkan kembali, kemudian dituntun dengan kehatian menuju bangku konsultasi lagi. Beberapa larangan yang diucap sang dokter, Dyra dengar dengan seksama.

"Konsumsi pil KBnya berhenti sampai sini ya bu. Ibu juga perlu minum banyak air putih agar tetap terhidrasi. Ini resep vitamin dan penguat kandungan yang harus ibu konsumsi rutin karena, ibu sudah melewatkan banyak vitamin di bulan pertama dan kedua."

"Sampai ketemu di konsultasi berikutnya, ibu Dyra."

Dyra keluar ruangan dengan senyum getir. Setelah melihat janinnya, ia tidak bisa untuk tidak memperjuangkan si jabang bayi. Tuhan telah mempercayai dirinya dengan memberikan seorang bayi di dalam tubuhnya, hal itu tidak bisa untuk Dyra abaikan dengan menuruti sang suami yang tidak ingin mepunyai anak di waktu dekat.

Apapaun resikonya, Dyra akan tetap mempertahankan janin di dalam tubuhnya.

⌒ ⌒ ⌒ ⌒

Blue ClueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang