Acara lamaran yang sangat mepet membuat Dyra serta Jefian kelimpungan menyiapkan semuanya. Dari keluarga pihak pria menginginkan acara lamaran yang megah di gedung, namun keluarga wanita hanya ingin acara lamaran biasa.
Jumat pagi, kedua keluarga saling bertemu, guna membicarakan lamaran putra dan putri mereka, serta seserahan apa saja yang akan dibawa nanti.
Dyra pun sebenarnya hanya ingin lamaran biasa, tapi dari pihak Jefian menegaskan untuk diadakan acara besar, jadi ia hanya bisa menurut karena semua biaya dari Jefian.
Akhirnya setelah dua jam berbincang dengan serius, acara lamaran akan diadakan di rumah Dyra dengan menyewa lapangan yang tidak seberapa luas.
"Ini lima puluh juta beneran cukup untuk tenda?"
"Cukup mas, masih ada sisanya juga. Yang datang juga cuma keluarga sama tetangga di sini. Tenda sama catering udah satu paket. Ini aku sewa di temen aku, nanti malam langsung di pasang tendanya."
"Baju kamu gimana?"
"Aman, aku pake kebaya yang mas beliin itu aja. Sayang, baru dipake sekali."
"Ibu maunya full pake adat jawa di nikahan nanti. Gimana?" Tanya Jefian dengan tangan setia mengusap jemari lentik Dyra.
"Gapapa mas, ayah juga ngga masalahin adat kok."
Masalah utama dalam menikah adalah kedua orangtua yang selalu mau campur tangan dalam menyiapkan pernikahan. Perbedaan pendapat terkadang menjadi hal sulit bagi Dyra dan Jefian saat kedua orangtua Jefian tidak suka dengan usulan mereka.
Perbedaan adat menjadi salah satu perdebatan untuk saat ini. Kedua orangtua Jefian asli jawa dimana mereka tidak akan mau pernikahan dicampur dengan adat lain. Sedangkan kedua orangtua Dyra, sang ayah sunda serta ibunya jakarta tidak mempermasalahkan, namun tidak dengan Dyra, ia ingin sekali memakai baju adat sunda sebenarnya.
Ah, belum mempersiapkan pernikahan saja Dyra sudah pusing.
"Yaudah, mas pulang dulu ya. Masih harus nyiapin buat besok soalnya." Kata Jefian saat keluarganya keluar dari rumah Dyra bersamaan.
"Iya mas."
"Sayang, ibu pamit ya. Sampai ketemu besok."
"Iya ibu, hati-hati ya."
"Dah calon ipar."
Dyra mengantar kepergian keluarga Jefian dengan kekehannya. Betapa heboh keluarga itu membuat beberapa tetangga mengintip ingin tau.
"Siap buat besok?" Tanya sang ayah pada Dyra.
"Siap dong." Jawab Dyra dengan lantang membuat kedua orangtuanya terkekeh gemas. Semakin berat saja untuk melepas Dyra.
👣 👣 👣
Matahari sudah menampakkan diri sejak satu jam lalu, bersama dengan Dyra yang masih saja duduk dengan gugup di dalam kamar."Adek, makan dulu ya? Ini temen kamu masih lama datengnya?"
"Sebentar lagi, mah."
"Yaudah, mama suapin ya. Jangan gugup gitu ah, baru lamaran." Ucapan sang ibu membuat Dyra merengek.
Di rumah sudah berkumpul keluarga dari ibu sejak malam. Banyak tante, om hingga sepupu yang beberapa kali mengajak Dyra bicara namun hanya dibalas seadanya, karena sekarang ia benar-benar gugup.
"Udah, ma, kenyang." Tolak Dyra saat sang ibu menyodorkann sesuap nasi.
"Yaudah, yang penting udah keisi perutnya." Ucap sang ibu membenahi peralatan makan. Tangan kasarnya mengelus pipi sang anak yang nampak dingin. "Adek, kalau saudara mama ngomong tentang ade, jangan digubris ya. Biarin mereka mau ngomong apa, yang jalanin kan adek, bukan mereka."

KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
Fiksi Penggemar●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...