Keadaan rumah yang gelap disebabkan oleh horden serta pintu dan jendela yang belum di buka pemiliknya. Namun, penerangan yang masuk hanya dari sela jendela tidak mengganggu sama sekali wanita penempat rumah.
Dyra, yang kini tengah berdiri di dapur setelah meminum obat pencegah hamilnya. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu pada ponsel dan detik berikutnya dering telfon berbunyi nyaring. Tanpa menunda Dyra segera mengangkatnya.
'Gimana?' Suara cempreng di sebrang telfon terdengar tidak sabaran.
"Masih sakit, Chitt. Ngilu banget kalau dibuat jalan. Rasanya masih kayak ada yang aneh." Jawab Dyra dengan malu-malu.
'Rasa ngeganjel gitu ya? Wajar sih itu, soalnya kan lo digempur terus, jadi waktu lo selesai main pasti masih ada rasa punya laki lo di dalem.'
Dyra berdecak sebal saat sahabatnya menjelaskan tanpa malu dan tawa kedua sahabatnya membuat Dyra bertambah malu.
'Tapi, kalau bisa lo jangan keseringan main. Takutnya lecet, apalagi lo juga baru dateng bulan setelah tiga hari nikah kan? Kemungkinan punya anak juga deket, lagi masa subur soalnya.' Kini yang menjelaskan dengan lembut dan penuh pengertian tentu saja Kinan.
Saat jam yang masih menunjukkan pukul tujuh, Dyra dengan cepat menghubungi kedua sahabatnya yang kebetulan sedang bersama. Menanyakan perihal ranjang kepada mereka yang tentu lebih mengerti karena pergaulan sahabatnya sudah lebih jauh.
Pagi hari setelah dirinya dan Jefian sampai Kalimantan, Jefian tidak berhenti menggauli Dyra. Terhitung sudah tiga hari dengan ini ia berhubungan intim yang seharinya bisa dilakukan tiga kali. Jefian berkata ingin menghabiskan sisa waktu liburnya hanya berdua, mengabaikan bahwa mereka--Dyra lebih tepat--harus menyapa rekan kerja Jefian yang semuanya tinggal di lingkungan yang sama.
'Ya biarain aja dia hamil, ada lakinya.'
'Bukan gitu! Kalau Dyra ga sadar lagi hamil, tapi tetep berhubungan intim apalagi sering kayak gitu, bisa masalah sama janinnya.' Pernyataan menggebu Kinan membuat Chitta mengalah untuk tidak menyangkal.
"Jadi, gimana Nan? Masih sakit kalau dibuat gerak, apalagi buat duduk" Tanya Dyra mengalihkan topik kedua sahabatnya dari kata hamil.
'Nanti laki lo suruh beli salep, gua kirim gambarnya. Terus berendem pake air hangat, jangan berhubungan dulu kalau masih perih.'
Minimnya pengetahuan Dyra tentang hubungan intim, membuat dirinya mau tak mau harus bertanya pada sahabatnya dengan rasa malu yang luar biasa. Sakit di sekujur tubuh terutama bagian intimnya membuat Dyra membulatkan tekad menanyakan semua tentang urusan ranjang pada sahabatnya.
Dyra tengah asik mendengarkan Chitta dan Kinan dengan seksama tentang cara yang aman agar tidak luka. Apa saja yang harus dilakukan setelah berhubungan supaya tetap bersih dan sehat, serta tips lainnya untuk membuat Jefian bahagia. Namun, Dyra dikejutkan dengan sentuhan tangan berurat di perutnya dari belakang.
"Nelfon siapa pagi-pagi?" Tanya Jefian dengan suara berat khas bangun tidur.
Dyra mematikan sambungan telfon setelah berpamitan lebih dulu, padahal penjelasan dari sahabatnya belum selesai.
"Temen aku, akhh ma-as sakit."
Jefian menatap datar dari samping wajah Dyra, rahangnya mengeras mendapat jawaban dari sang istri. "Siapa?" Tanyanya dengan tegas.
"Chit-ta sama Kinan." Jawab Dyra dengan putus-putus sebab kedua tangan Jefian bermain di tubuh atasnya dengan kasar. "Mas s-akit."
Jefian membalikkan tubuh Dyra, menghimpitnya dengan meja dapur. "Mas ngga suka kamu nerima panggilan di pagi hari ataupun malam. Mas ngga suka kamu gak ada di ranjang saat mas bangun tidur, apalagi setelah kita ngelakuin seks, jangan pernah beranjak dari ranjang. Ngerti?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Clue
Fanfictie●Jaedo Dyra sangat bersyukur mempunyai Jefian dalam hidupnya. Pria kaya raya yang sudi menjadi kekasih dan akan menikahi orang biasa seperti dirinya, pria yang menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Namun, apakah Dyra selalu akan mengucap syuk...