➁❸ rumit

445 62 10
                                        

Lima hari sudah sejak Dyra keluar dari rumah sakit, semua kembali berjalan normal seperti tidak pernah terjadi masalah di antara mereka. Menetapnya sang mertua juga seakan memaksa suasana rumah kembali normal.

Permintaan Dyra untuk berbicara empat mata pada sang mertua seperti angin lalu, ia tidak diberi kesempatan untuk sekedar membuka mulut memberitau apa yang telah terjadi dalam rumah tangganya karena, ternyata mertuanya sudah tau lebih dulu.

Dyra dibuat kecewa kembali, mertuanya memaksa bungkam untuk tidak menyebar aib rumah tangganya.

Bukan ini yang Dyra mau, ia mau masalah ini diselesaikan tanpa mengambang. Pihak yang disakiti bukan cuma dirinya, tapi juga ada Talia. Dyra seperti bisa merasakan sakitnya menjadi Talia karena, beberapa kali ia mendengar wanita itu datang kemudian diusir? Entah, Dyra tidak mau berpikir bahwa mertuanya jahat, tapi tidak bisa, ia mendengar mertuanya itu beradu mulut dengan Talia dan makian jahat keluar dari mulut mereka.

Lama kelamaan, Dyra merasa tidak nyaman dengan kehadiran sang mertua di rumahnya. Masalahnya bukan selesai tapi, semakin memperkeruh.

Ceklek

Dyra menegakkan duduknya pada kasur, matanya tidak berkedip memandang setiap gerak Jefian saat pria itu masuk ke dalam kamar setelah menyelesaikan mandi sorenya. Sedikit rasa kesal melihat suaminya begitu santai ber-aktivitas, seakan tidak ada beban yang ia topang.

"Mau makan lagi ngga, sayang?"

Dyra tepis pelan tangan besar Jefian yang mengelus lembut pipinya. "Hp aku mas, balikin." Bukannya menjawab pertanyaan Jefian, wanita itu justru melayangkan keinginannya sejak kemarin.

Cup

Jefian merunduk rendah, menarik pelan dagu Dyra untuk mencuri kecupan pada bibir tipis wanitanya. "Mas angetin supnya dulu ya."

"Mas!" Dyra mencengkeram kuat lengan Jefian yang akan pergi. "Mas bisa ngga, jangan kabur-kaburan kalau lagi ada masalah! Jangan menghindar buat nyelesaiin masalah!"

Jefian membuang napas kasar, mengontrol diri agar tidak ikut terbawa emosi. "Apa yang mau diselesain? Mas sama Talia bener-bener udah ngga ada hubungan apa-apa setelah dia milih pergi ninggalin mas." Jefian lepas cengkeraman tangan Dyra yang meninggalkan jejak dari kuku panjang istrinya.

Dyra tertawa remeh, menatap suaminya dengan nyalang. "Pengecut."

Jefian menghentikan langkahnya, ia balik tubuh besarnya dengan raut kesal. "Apa kamu bilang?"

Dyra berdiri di hadapan Jefian, ia tatap berani suaminya yang berdiri dengan gagah. Telunjuknya ia arahkan pada dada bidang Jefian, dengan dorongan pelan disetiap kata yang ia ucap. "Mas, pengecut."

Tangan Dyra ditahan oleh Jefian, namun tidak membuat wanita itu takut dan menghentikan ucapannya.

"Pengecut, karena lari dari masalah. Pengecut, karena beraninya berdiri di balik punggung ibu. Pengecut! Mas cuma suami pengecut yang ngga bisa bawa keluarga kecil mas hidup harmonis." Setiap kata yang Dyra tekan maka cengkeraman di tangannya semakin kuat.

"Tau apa kamu sampai berani ngomong gitu..." Suara rendah serat akan dominasi membuat Dyra sedikit bergetar.

"Mas berusaha lindungi kamu, pertahanin rumah tangga kita dari cewek sialan itu dan–"

"Usaha mana?! Usah mas yang mana buat pertahanin rumah tangga kita kalau dari awal mas sendiri ngancurin rumah yang baru kita bangun!" Teriak Dyra diikuti lelehan air mata lelahnya.

"S-saki-t" Bukan sakit pada pipinya yang dicengkeram oleh Jefian, melainkan sakit pada hatinya.

"Mas ngga lari dari masalah, mas lagi berusaha nyelesain masalah. Mas mau masalah ini selesai tanpa libatin kamu di dalamnya, karena apa? Karena mas ngga mau kamu kenapa-kenapa!" Ucap Jefian dengan napas memburu, matanya memerah menahan emosi dan sedih yang berlomba mengisi perasaannya.

Blue ClueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang