HARGA DIRI

15 2 0
                                    

Gadis itu melihat ke atas senyum ibunya, dia menangis sadar telah membuat kesalahan.

" Ibu, maafkan aku. Aku begitu karena mereka jahat sama aku." Lycia menangis, lalu memeluk wanita yang menjadi satu-satunya orang paling mengerti dan menerima dirinya apa adanya.

Ibu Lycia melepas pelukan anaknya perlahan, lalu menghapus air mata yang masih mengalir dari pelupuk mata putri kecilnya itu.

"Ibu, mau minta izin ke nyonya Monica dulu, biar besok bisa datang ke sekolah kamu ya." Ucap wanita itu dengan senyum, lalu membelai rambut Lycia. 

Dia berdiri dan membiarkan Lycia beristirahat di kamarnya. Ibu Lycia berjalan menaiki lantai tiga, mengetuk ruang kerja, di depan pintu tertulis Nyonya Monica. "Masuk" Suara wanita dari dalam ruangan.

Ibu Lycia mengucapkan salam, lalu duduk pada kursi yang sudah disediakan. Nyonya Monica, wanita berusia tiga puluh lima tahun, dengan rambut sedikit ikal, berwarna blonde terang kira-kira sebahu, postur tubuh tinggi sekitar seratus tujuh puluh sentimeter, berat badan enam puluh kilogram. 

Wajah wanita itu sangat mulus, tanpa kerutan sedikitpun, wajahnya cerah dan bersinar, bibirnya kecil dan merah muda alami. Badannya sangat sempurna dan kencang, berbeda dengan ibu Lycia, tingginya sekitar seratus lima puluh lima sentimeter, berat badan tujuh puluh kilo, wajah dan kulit berwarna coklat. 

"Ada perlu apa Ratih ?" tanya Nyonya Monica, masih serius menatap komputernya. Dia tahu kalau salah satu pembantu rumah tangganya datang, artinya ada sesuatu yang harus dibahas.

"Besok saya izin ya nyonya, saya harus ke sekolah Lycia," ucap Ratih, kemudian menunjukkan dua lembar kertas, Nyonya Monica mengambil dan membaca.

"Kamu butuh saya temenin ?" tanya Nyonya Monica. 

Ratih terkejut, kenapa nyonya nya ingin mengurusi hal tidak penting seperti ini. Ibu Ratih berusaha menolak.

"Baik kalau kamu menolak, silahkan pergi besok."

Dimata Ratih, nyonya Monica memang memiliki sifat yang sangat rendah hati dan tidak sombong. Ratih bekerja dalam rumah Monica, Monica memiliki klinik kecantikan di seluruh Indonesia, kliniknya sangat viral di kalangan remaja, dewasa bahkan sampai ke kalangan lanjut usia. 

Ratih tersenyum puas, dia sedang sangat beruntung hari ini Nyonya Monica di rumah, dan dia diberi izin.

Lycia menutup cermin di kamarnya, beberapa saat kemudian Deswita pulang. Dia membuka pintu kamar, lalu kesal melihat Lycia menutup semua cermin di kamar mereka berdua. Deswita meluapkan emosi, dia Menarik kertas yang di tempel di cermin.

"Biarkan kacanya tetap tertutup" Balas Lycia, melihat Deswita membuka penutup di cermin.

"Kan cuman wajah lo yang jelek, kok gue jadi kena imbasnya ?" tanya Deswita dengan senyum sinis, dia tau bahwa kakaknya tidak pernah menyukainya, Deswita malu mendapat adik buruk rupa seperti Lycia. 

Lycia mengepal tangannya, dia berusaha menahan amarah yang akan keluar sebentar lagi, Deswita berkata bahwa seluruh sekolah telah mengetahui kasus yang dibuat oleh Lycia.

"Gue malu punya adik seperti lo," Deswita melempar selimut, dan bantal. 

Deswita menyuruh Lycia untuk tidur di lantai, dia tidak mau tertular jelek juga. Lycia berusaha menahan amarah, pada kakak perempuan yang ingin sekali dia hajar. 

Lycia hanya tersenyum kecut, dia fikir bukan sekarang saatnya membalaskan dendam pada kakaknya. 

Esoknya, Lycia berangkat satu mobil dengan ibunya dan Deswita. Mereka diantar oleh ayahnya, yaitu tukang supir di rumah nyonya Monica. Sesampai di sekolah, ibu Ratih segera berjalan ke ruang bina pendidikan, di sana sudah ada wali kelas dan guru BP. 

Kemudian seseorang masuk, gayanya seperti ibu-ibu sosialita. Dia menangis, melihat ke arah Lycia dengan perasaan marah dan geram. Wali kelas memberikan kursi agar wanita itu duduk, ibu Ratih dan Lycia duduk bersebelahan. Wanita itu duduk berseberangan dengan Lycia dan ibunya. 

Guru BP dan wali kelas duduk di kursi tepat berada di ujung meja, bersiap menengahi apa yang akan terjadi.

Wali kelas memperkenalkan dirinya, begitupun dengan guru BP. Wali kelas menjelaskan cerita versinya, Lycia tersenyum kecut, dia tahu bahwa wali kelas tidak mengatakan yang sebenarnya. 

Wanita sosialita itu menangis, dia mengeluarkan foto dari dalam tasnya.

"Lihat Vito harus masuk ke rumah sakit, dia harus perawatan wajah karna ulahmu !" dia menunjuk ke arah Lycia.

Wanita itu bersikeras menuntut supaya Lycia dikeluarkan dari sekolah ini, katanya anak seperti Lycia harus direhabilitasi. Ibu Ratih tersenyum dan minta maaf, dia memohon untuk mendengarkan penjelasan Lycia terlebih dahulu. 

Wanita sosialita itu menolak, kalau tidak dia ingin mengirim Ratih ke penjara karena tidak becus merawat anak.

"Saya akan pastikan kamu masuk penjara, jangan macam-macam dengarkan saya !" dia berhenti menangis.

Lycia menggebrak meja dengan keras, semua terkejut dan mata tertuju padanya.

"Cih, anda sangat menjijikkan sama dengan Vito. Pantas anak anda seperti monster, yang mendidik tukang drama seperti anda." Ucap Lycia ketus, malas mengikuti drama yang semakin panjang.

"Hei, dasar kurang ajar, jaga mulutmu. Atau kamu juga akan habis saya bikin !" balas Wanita sosialita itu dengan kejam mulai bangkit berdiri.

Wali kelas menenangkan wanita itu, mengelus pundaknya perlahan, agar sedikit tenang. Dia mengeluarkan tisu, lalu membersihkan airmata yang jatuh perlahan.

"Mohon maaf bu, namanya juga anak-anak. Tolong pengertiannya saja, kalau ibu mau saya akan urus surat pindah secepatnya, asal jangan penjarakan saya dan jangan hukum Lycia." Balas ibu Ratih, dia menundukkan kepala sebagai arti memohon permintaan maafnya diterima.

Ibu itu tidak terima, dia meminta ibu ratih membayar denda untuk biaya penanganan untuk wajah Vito, sebesar dua puluh juta.

Ibu Ratih membelalak, dia bergumam dalam hati, kenapa harus semahal itu biaya yang harus dibayar.

"Sudah bu, orang kaya memang biasa semena-mena. Harga diri kita tidak semurahan yang mereka pikir, ayo kita pulang !" Lycia bangkit berdiri, ibunya menarik tangan Lycia, dia menarik paksa.

Lalu ibu itu melotot ke arah Lycia geram, dia tidak mau merendah sedikitpun agar posisi mereka aman. Cengkraman ibu Ratih makin kencang membuat Lycia terkejut dengan perubahan drastis, Lycia kaget. 

"MINTA MAAF SEKARANG LYCIA !!!!" bentak ibu Ratih melihat anaknya yang sangat keras kepala.

BRUK.....

Suara pintu seperti dibuka secara terpaksa, seseorang menampakkan diri. Lycia terkejut, melihat nyonya Monica datang.

"Saya akan bayar tuntas berapa yang kamu butuhkan ?" tatapannya sinis, wanita sosialita itu terkejut dan sadar siapa wanita yang berbicara dengannya.

Wanita itu kaget, dan berusaha menyalam tangan nyonya Monica.

"Singkirkan tangan menjijikan mu itu dariku," dia meletakkan koper berisi banyak uang. 

"Orang norak sepertimu hanya perlu uang, bukan keadilan," dia menggerakkan tangannya seperti menyuruh ibu Ratih dan Lycia pulang. 

Ibu Ratih hanya bisa ikut dan segera pulang ke rumah. Dia masih terdiam karena merasa tidak mampu melawan ibu Vito.

"Lain kali, jangan turunkan harga dirimu demi membela orang yang salah." Dia mengucapkan itu kepada Ratih. 

Lycia melihat betapa cantiknya nyonya Monica, dia juga kaya raya. Lycia takjub melihat nyonya Monica, apalagi dia memiliki sifat rendah hati dan tidak sombong. Lycia mengeluarkan senyum takjub, dia mengidolakan nyonya Monica.

Merek segera memasuki mobil, Ratih berusaha bertanya " Kenapa Nyonya datang ke sekolah ?" 

Skizofrenia : Sinking de HumanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang