Aku beruntung

1 0 0
                                    


Kehidupan selalu dimulai dengan ujian baru yang harus dihadapi, berharap masalah segera selesai itu rasanya sangat tidak mungkin, kecuali seseorang memutuskan untuk meninggalkan dunia.


Hari ini gadis kecil bernama Lycia yang kini dikenal dengan sebutan Fiony tengah terdiam mematung, ibu Sri berusaha memapah Ratih untuk menerjang jalanan kecil menuju puskesmas.


Fiony terdiam, pikirannya berlarian berusaha memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi, segala hal membuatnya menjadi lelah, hingga Fiony tidak tersadar telah tertidur. Suara isak tangis yang berkepanjangan membuyarkan segala mimpi-mimpinya yang sudah mulai mendalam.


"Ibu sudah pulang," sambut Fiony berlari menuju ibunya, dengan kesal Ratih menangkap Fiony lalu mencekiknya sampai hampir kehabisan nafas.


Sri berteriak keras, jeritan tersebut membangunkan Yeheskiel dan Ketrin yang sudah terlelap. Yeheskiel sigap berjalan dengan mengandalkan tongkat dan pendengarannya mencari tahu apa yang terjadi pada ibunya.


"Yeheskiel tolong, Katrin tolong !" Pekik Sri kesulitan melepaskan cengkraman Ratih.


Katrin membantu ibunya menarik Ratih, dan Yeheskiel menarik Fiony, setelah berhasil lepas dari cekikan tersebut perlahan Yeheskiel memeluknya erat, bagai ingin menjaga dan melindungi Fiony sepenuh hati.


"Kenapa hanya kau yang masih hidup ? Kenapa aku harus terlibat dengan masalah seperti ini hanya untuk menjagamu ?" pekik Ratih masih melotot dengan urat nadi yang terlihat hampir meledak tersulut dengan amarahnya.


Fiony menangis dengan begitu hebat, Yehezkiel mencoba mengerti dengan mempererat dekapannya, jemari membelai lembut perlahan kepala Fiony dengan tujuan memberikan rasa aman dan nyaman.


Sri mengikat kedua pergelangan tangan Ratih, lalu mencoba memapahnya menuju kamar dengan tujuan mengunci dan membiarkan Ratih kehabisan tenaga. Terdengar jelas bagaimana Ratih berteriak dan menjedotkan kepala.


Sri merasa kesabarannya hampir habis mengurusi orang yang bahkan baru dikenal, tanpa pikir panjang rasa emosi nya membuat segala sesuatunya menjadi hancur, " Yehezkiel ibu perlu bicara denganmu !"


Perlahan dekapan hangat itu pergi menjauh, Fiony hanya bisa terdiam mencoba mengerti segala sesuatu yang sedang terjadi, Sri menuntun langkah Yeheskiel setelah sekitar 200 meter dari rumah Sri menatap anaknya dengan seksama.


"Yeheskiel, ibu tidak tahan jika harus merawat orang yang bahkan tidak kita kenal sama sekali," geram Sri seraya mengepal kedua tangan seperti merasa sangat kesal dan emosi.


Meskipun Yeheskiel tidak dapat melihat, tapi Sri selalu memperlakukannya sebagaimana mestinya laki-laki, Sri mau Yeheskiel bertanggung jawab dengan keputusan apapun yang diambilnya.


"Ibu yang mengajari untuk menolong tanpa pamrih, lagipula untuk biaya aku janji akan bekerja lebih giat untuk menolong mereka sementara," balas Yeskiel sambil tersenyum.


"Ibu punya beberapa pertanyaan yang harus kamu jelaskan, ibu harap kamu jujur !"


Skizofrenia : Sinking de HumanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang