Tuhan

4 0 0
                                    

Fiony kecil masih bingung dan terheran, kenapa Yehezkiel bertindak demikian.

"Dia abangku, ini hanya salah paham saja, " Balas Fiony meyakinkan Steven.

Steven menyeka air yang keluar dari pelupuk mata, kemudian mengangkat kepala.

Dia memandang Fiony dengan tajam, "abang lo hebat dan kuat ya, kita harus ikut latihan beladiri biar kayak abang lo, "

Steven nampaknya bukan orang yang begitu perduli banyak hal, dia hanya fokus terhadap apa yang sedang terjadi dan apa yang menurutnya menarik.

Fiony senang melihat senyum Steven telah kembali, lalu dia menyodorkan dua permen lolipop kecil.

"Biar hari ini jadi manis, " ucap Fiony masih memandang Steven.

Steven mengambil permen tersebut, lalu menggigitnya. Dengan seksama Steven melihat memar di wajah Fiony, lalu dia panik menyadari sesuatu yang buruk mungkin saja telah terjadi pada Fiony.

"Siapa yang berani melukaimu ?" bentak Steven dengan cetus.

Fiony mengingat Steven akan memasang badan jika dirinya dilukai oleh seseorang, meskipun Steven adalah anak kecil tetapi dia memiliki figur keluarga yang kuat.

Fiony memutuskan untuk berbohong, baginya Steven tidak perlu tahu, dia hanya ingin melihat Steven bahagia tanpa khawatir akan apapun.

"Gue jatuh kemarin, jadi bengkak-bengkak deh!"

Helaan nafas mengiringi rasa lega, akhirnya mereka menghabiskan waktu bersama. Bermain dan memanjat pohon, memakan buah-buah yang ada di kebun kecil tersebut.

Fiony terlihat mahir memanjat, Steven tertawa sambil menjuluki gadis kecil itu "monyet ajaib, "

Mereka menikmati hari bersama, tanpa sadar waktu telah berlalu dengan cepat, lagi-lagi senja memaksa mereka untuk berpisah.

Dengan berat hati Steven mengantar Fiony ke sekolah untuk mengambil tasnya yang tertinggal.

Ketika kita berjalan bersama orang yang membuat kita merasa nyaman dan aman waktu sering terasa begitu cepat berlalu, begitu sebaliknya waktu akan begitu lama berlalu jika kita hidup dalam penderitaan.

Pulang menjadi hal yang paling menyebalkan dan menyakitkan, itu yang selalu berlarian dalam benak Fiony.

Dia memberanikan diri kembali pada rumah kecil tersebut, lalu menyadari ada tamu asing sedang berbicara dengan ibunya.

Laki-laki berjas, jantung Fiony seolah ingin berhenti berdetak. Seribu tanya muncul, apakah ibu Ratih ingin di bunuh?

Tetapi Ratih terlihat begitu santai berbicara bahkan mengeluarkan sedikit tawa, ini mengartikan bahwa ini bukan situasi darurat.

Laki-laki berjas itu mirip seperti orang-orang yang menembak mati dewo ayahnya, Fiony berfikir jika bisa saja ibunya Ratih terlibat dalam hal ini.

"Baik terimakasih pak, " ucap Ratih, lalu berdiri dan menyalam kedua orang yang berada di ruangan.

Fiony bersembunyi di balik pintu, melihat seorang lagi keluar mengunakan kaos berwarna merah dan celana pendek.

Teka-teki ini terlalu berat untuk anak kecil seusia Fiony, banyak hal yang dia tidak tau dan juga mengerti.

Ratih keluar mengantar kedua orang tersebut, lalu berdiri sebentar di depan pintu, kedua orang tersebut menaiki mobil yang tidak begitu jauh terparkir dari rumah Ratih.

Pasalnya kendaraan roda 4 tidak bisa masuk ke dalam tempat tinggal mereka, hanya ada jalan setapak, dan beberapa rumah kumuh terbuat dari bilik bambu yang menghadap ke tempat kediaman Fiony.

Skizofrenia : Sinking de HumanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang