Semilir angin bertiup begitu menyegarkan, Lycia melihat banyak sekali dedaunan. Katrin mengajaknya ke salah satu tebing, mereka duduk dekat bebatuan besar, banyak pepohonan tinggi, rumput-rumput yang menjulang tinggi di tepian jalan setapak yang mereka lalui, suasananya masih sangat asri sekali.
Lycia mengamati batu-batuan besar tersebut, dia baru pertama kali melihat batu sebesar itu, tangannya menyentuh rumput dan ilalang di dekat bebatuan.
"Engga kayak seindah dipikiran mu ya ?" tanya Katrin.
"Aku belum pernah lihat hutan," balas Lycia masih sibuk menarik beberapa ilalang.
Katrin tertawa kecil, dia terlihat lebih dewasa ketimbang teman-teman sebayanya. Usia sekecil Katrin mana mungkin bisa berpikir layaknya seorang yang kritis, kecuali keadaan yang memaksanya seperti orang dewasa.
Katrin ikut mengambil ilalang, mereka merangkai dan membuatnya jadi mahkota, Lycia menatap Katrin.
Lycia bangkit berdiri, dia berlari menyusuri jalan setapak yang baru saja dia lalui, Katrin heran lalu mengejarnya dengan sigap.
Katrin memacu tenaga dengan begitu kuat untuk meraih tangan Lycia, dia berhasil meraihnya, menarik tangan Lycia dengan kuat sampai mereka berdua jatuh ke rumput dan ilalang yang menjulang tinggi tadi.
"Lepaskan, ibu dalam bahaya. Lycia harus menyelamatkan dia dari pembunuh," ucap Lycia teriak kencang, dia berusaha berdiri, tapi Katrin memeluknya dengan begitu erat.
"AAAAAAAA !!" Lycia berteriak kencang seperti kesetanan.
Katrin terbanting jatuh, dia bangkit perlahan berusaha lagi mengejar Lycia.
Sedangkan Ratih masih menangis memeluk wanita yang baru dia kenal, "Pah aku mau memelukmu untuk terakhir kalinya," Ratih masih membayangkan wajah suaminya yang begitu tampan menurutnya, kenangan mereka terlintas beberapa saat di kepala Ratih.
Ratih melepas pelukan ibu itu, dia terduduk masih melamun. Dia kini mengingat Deswita, dia mengingat tawa Deswita, senyumannya yang manis, dan beberapa tingkah yang membuatnya rindu.
"Anakku, kamu sekarang dimana ? kamu sudah makan belum ? apakah kamu masih hidup ? ibu mau tau kabarmu," pekiknya kencang masih menangis, wanita itu terdiam mendengarkan. Ratih perlahan melepaskan peluk wanita itu, kemudian wanita itu mendekat lalu memberikan teh hangat untuk Ratih.
Lycia tersesat, dia panik menyusuri padang rumput yang sangat luas, dia melihat sawah yang begitu luas, matanya terdiam sejenak melihat pemandangan itu, nafasnya terengah, dia tidak memiliki tenaga lebih untuk berlari.
Katrin berhenti melihatnya dari kejauhan, dia berjalan perlahan mendekati Lycia. Katrin berdiri di sebelah Lycia yang kini mengambil posisi duduk dekat sawah yang begitu luas.
"Capek ?" tanya Katrin, lalu ia berjalan mengambil bambu dekat pohon kecapi, ia berusaha menggerak-gerakkan bambu agar buahnya terjatuh.
"Mencuri engga boleh," balas Lycia singkat menatap Katrin mencoba mencolok pohon kecapi dekat mereka.
Lycia duduk pada tanah yang dibangun agak tinggi, tujuan dibangunnya tanah itu untuk pembatas ladang dan sawah, jika ingin menuju sawah mereka harus melewati jembatan kecil yang terbuat dari bambu, di bawah jembatan ada sungai kecil untuk mengairi sawah, terlihat ikan-ikan kecil berenang dengan damainya, dekat jalan banyak pohon kecapi yang tumbuh, sedangkan di dekat mereka ada banyak umbi-umbian yang di tanam, beberapa pohon sereh tumbuh bebas dekat pohon-pohon besar.
Katrin tetap menusuk-nusuk buah kecapi, beberapa buat terjatuh, salah satunya mengenai kepala Lycia.
"Aduh, hati-hati dong," ucap Lycia kesal, Katrin hanya tertawa kecil, lalu mengambil buah berwarna mustard tersebut, memberikan pada Lycia.
Lycia melihat dengan seksama, dia belum pernah makan buah seperti itu. Bahkan di pasar dia tidak pernah melihat buat berwarna seperti itu, " Itu buah beracun ?"
Katrin membukanya, lalu memakan buah kecapi tersebut. Terlihat enak, Lycia mengambilnya dan membuka, dia menikmati buah baru yang dia tidak kenal.
Sekejap Lycia terdiam, tadi dia merasa seperti deja vu. Dia terbayang lagi malam dimana ibunya bertengkar dengan ayahnya, Deswita menarik tangan Lycia dan melarangnya mendengar pembicaraan orang tuanya.
Dia melihat Katrin, dia merasakan Katrin mirip dengan Deswita. Lycia tersenyum dan merasa semua akan baik-baik saja, mereka menyeberangi jembatan yang terbuat dari 3 pohon bambu, mereka sudah berdiri di depan sawah yang begitu besar.
Beberapa petani sedang membajak sawah, mereka terlihat menggunakan traktor. Pemandangan itu sangat mahal bagi Lycia, biasanya dia hanya melihat jalan aspal dan manusia-manusia yang jahat.
Katrin memegang tangan Lycia, mereka berjalan-jalan menyusuri jalan kecil yang sedikit lebih tinggi dari pada sawah, momen itu bagi Lycia sangat layak untuk di nikmati.
Saat berjalan perlahan, ada tanah yang sengaja dibuat lebih rendah agar air mengalir. Kaki Lycia terhenti lalu ia menerka-nerka, dia harus melompat sejauh apa, dia menyiapkan tenaga untuk melangkahi genangan air tersebut, dia berusaha sekuat tenaga dan segera melompat.
BYURRR.......
Kaki Lycia salah mendarat, dia tergelincir sehingga terjatuh ke dalam sawah yang sudah selesai dibajak oleh petani. Katrin terkejut mendengar suara itu, lalu menoleh melihat temannya telah berlumuran lumpur.
Katrin spontan tertawa melihat temannya, Lycia bangkit berdiri lalu ikut tertawa, "Hati-hati anak-anak !" Teriak salah satu petani dari kejauhan.
Suara petir menggelegar, seolah memerintahkan matahari untuk bersembunyi sementara di balik awan-awan. Rintik-rintik turun dengan deras membasahi kedua gadis kecil yang masih asyik tertawa, Katrin melompat kegirangan menyambut hujan.
Katrin ikut melompat ke sawah, mereka berjalan-jalan di sawah, kemudian Katrin mengajak Lycia berjalan ke arah sungai kecil yang berisi ikan-ikan.
Mereka masuk ke sungai yang tingginya hanya selutut Lycia, sungai itu hanya seluas satu setengah meter, panjangnya mengitari tepian sawah.
Lycia tertawa bahagia, dia berusaha menangkap ikan-ikan yang bersembunyi di batuan kecil, "Kak Katrin, tolong ambilkan plastik dekat kaka itu," Dia menunjuk dekat tepian sungai, Katrin segera mengambilnya lalu memberikan pada Lycia.
Terdengar tawa dari kejauhan, beberapa anak-anak seperti Lycia dan Katrin melewati jambatan dan ingin memasuki sungai.
Lycia menghentikan aktivitasnya, dia merasa malu dan ketakutan. Dia berbisik pada Katrin "Kak, aku mau pulang," ucap Lycia malu jika anak-anak itu akan melihat wajahnya yang buruk rupa.
Katrin membalas dengan senyum, lalu memanggil anak-anak itu bergabung bersama mereka. Anak-anak itu melompat masuk ke sungai, mereka menyapa Lycia dengan begitu ramah dan baik.
Lycia terdiam sejenak, dia mengingat bagaimana Chris datang dan Cleo menghianatinya. Lycia begitu takut mempercayai siapapun, detik demi detik yang terjadi selalu membuatnya merasa bagai berada dalam belenggu masa lalu, Lycia tersenyum lalu terdiam beberapa saat, dia melihat Katrin asyik mengobrol dengan mereka.
Lycia merasa lelah hidup dalam bayang-bayang masa lalu, dia ingin hidup normal layaknya manusia lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skizofrenia : Sinking de Humanity
AvventuraLycia memiliki Sindrom Treacher Collins yang mengakibatkan wajahnya selalu di hina mirip monyet, dia mengalami perundungan oleh lingkungan pertemanan dan sekolah, suatu hari dia melihat orang yang paling dia kagumi dan harapkan membunuh ayahnya, Lyc...