Treacher Collin Syndrom

34 4 2
                                    

Sepasang suami istri sedang panik  "Cepat pak bawa sepedanya !" teriak sang istri dengan kencang.

"B..b..baik bu, ini bapak lagi usahakan." Balas suami tersebut.

Sang istri meringis kesakitan menahan pendarahan, perut besar menandakan bahwa sebentar lagi dia akan melahirkan, jalan di kampung tidak begitu terawat, banyak lubang dimana-mana, keluarga kecil ini hanya memiliki sepedah untuk berkendara, mencari rumah sakit terdekat untuk melakukan persalinan. 

Mau tidak mau sang istri harus menahan rasa perih, karena mereka hanya keluarga tidak mampu. Naik sepedah saja sudah bersyukur, mereka tidak bisa menghubungi saudara karena tidak memiliki ponsel, selain itu manusia mana yang mau mendekat ketika kita susah ?

Setelah mengayuh sepeda selama satu jam, dia segera memarkirkan sepedah pada klinik kecil, serta sigap menggendong istrinya.

Dia tidak perduli darah yang menempel ke baju, baginya istri dan anak harus selamat. Suster dengan sigap membawa wanita itu ke ruang persalinan, laki-laki itu mengurus segala pemberkasan dan pembayaran.

Dia menarik nafas dalam, merasa lega tidak harus membayar banyak karena istrinya melahirkan normal. 

Detik demi detik bergulir rasa lega tak kunjung menjamu, laki-laki itu terus berjalan kesana kemari, perasaan di hatinya berkecamuk, antara panik dan bahagia.

Beberapa jam kemudian, terdengar suara tangisan bayi. Laki-laki itu akhirnya bisa tersenyum dengan lega, dia bangkit berdiri bersiap masuk.

Dokter keluar dengan wajah yang terlihat sedikit cemas, wajah tersebut membuat laki-laki itu merasa khawatir, dia berasumsi apakah istrinya meninggal ? atau sesuatu yang lebih buruk terjadi ?

"Pak, saya punya dua kabar, baik dan kurang baik untuk bapak." Laki-laki itu bangkit berdiri setelah mendengar ucapan dokter, kemudian mendekat mempersiapkan hati dan kepala untuk mendengarkan secara seksama.

"Apa itu pak ?" Balasnya terlihat mulai panik.

"Yang pertama selamat anak bapak lahir tanpa kendala apapun, istri bapak juga selamat." Dokter tersenyum lalu menyalam tangan lelaki itu.

"Lalu satu lagi apa pak ?" Tanya laki-laki itu makin penasaran.

"Anak bapak terkena kelainan, treacher collins syndrome," dokter berhenti sejenak, untuk memberi ruang kepada laki-laki itu.

"Treacher collins syndrome ?" Laki-laki itu mengerutkan keningnya, dia kebingungan.

"Treacher Collins Syndrome sendiri merupakan penyakit langka yang membuat tulang dan jaringan wajah tidak berkembang secara maksimal. Hanya itu saja pak, untuk penglihatan dan pendengaran semua lancar pak."

Ucapan dokter tersebut, membuat laki-laki itu segera berjalan masuk dan ingin melihat anaknya secara langsung, dia terkejut melihat wajah anaknya, dahinya berkerut, pada bagian mulut agak maju kedepan, pipinya berkerut, dia melihat anak itu tetap cantik walau agak mirip seperti orang hutan.

Sang istri menangis, seperti memberi isyarat minta maaf karena tidak bisa memberikan anak yang sempurna.

Sang ayah hanya terdiam, mengingat tidak memiliki uang sama sekali untuk pengobatan dan operasi di usia dini.

Sepuluh tahun kemudian, perempuan itu tumbuh menjadi dewasa, dia sekarang kelas tiga SD ( sekolah dasar).

Lycia dinda putri, nama yang berarti harapan, gadis dengan tinggi seratus sentimeter, kulit coklat sawo matang, mata yang besar karena penyakit langkah yang di idapnya, rambut pendek sebahu dengan warna coklat, hari ini dia keluar dari mobil bersama dengan kakaknya bernama Deswita maharani putri, untuk masuk sekolah.

Skizofrenia : Sinking de HumanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang