"Kalian sudah makan ?" Tanya Sri datang membawa rantang tiga tingkat, dia duduk dekat batang kayu yang telah di tebang.
Lycia dan Ratih mendekat, Sri tersenyum lalu memberikan mereka masing-masing satu rantang, Lycia duduk di samping Sri, cacing di perut Lycia berbunyi, dia merasa perutnya masih lapar, Sri memberikan mereka sendok.
Lycia melihat nasi putih, diatasnya ada tempe goreng sambal balado. Lycia mengambil sendok tersebut, lalu makan dengan lahapnya.
Ratih melihat ke arah Sri yang masih cuek, dia curiga dengan perubahan Sri yang drastis, dia bingung antara harus berserah atau curiga. Aroma nasi yang masih hangat membuat perutnya semakin meronta-ronta, seolah perutnya menangis minta makan.
"Dimakan, kenapa cuman dilihatin ?" tanya Sri melihat Ratih, kemudian Ratih tersenyum tipis dan mengambil rantang tersebut. Ratih menahan tangisnya sambil menyuap nasi ke mulut, dia benar-benar merasakan getirnya kehidupan, dia harus menahan lapar dan menghibur Lycia, dia harus bekerja mati-matian.
Dalam hati Ratih hanya bisa berpasrah dengan keadaan, dia sudah menyerahkan seluruh jiwa dan raganya pada sang kuasa.
Sore hari segera datang, waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh Ratih, karena setelahnya dia bisa beristirahat. Si Pemilik ladang telah menunggu di teras rumah membayar beberapa orang yang datang membawa karung rumput yang telah mereka cabut.
Lycia malas ikut mengantri, dia berjalan ke sebelah rumah pemilik ladang. Disana ada banyak suara unggas, seperti ayam, bebek dan entok. Lycia tertarik melihatnya, dia mendekat lalu mengejar salah satu unggas tersebut, ekor angsa itu bergoyang ke kanan dan ke kiri.
Lycia tertawa bahagia, dia mengejar lagi, sampai tidak sadar menabrak seseorang. Dia berdiri dan melihat ada anak kecil sebayanya, anak itu sedang menatap kesal ke arah Lycia.
"Kalau jalan pake mata !" bentak Lycia meninggalkan laki-laki itu, tiba-tiba terdengar seperti langkah kaki yang begitu cepat, Lycia merasakan hentakan kuat dari belakang.
Lycia tersungkur, badan dan wajahnya mendarat di tanah. "Mau ajak berantem ?" tanya Lycia kesal.
Laki-laki itu tersenyum tipis seolah tertantang, mereka saling mengepal tangan, laki-laki itu menonjok ke arah perut, Lycia dengan lihai menghindar, Lycia merasa senang, karena dia sangat suka menonton film pertempuran, jadi dia bertengkar hanya mengandalkan pengalamannya menonton film.
"Jago juga lo, engga kena dari tadi," laki-laki itu menyerah, dia berdiri di hadapan Lycia sambil mengatur nafas.
Dia mengulurkan tangan, "Salam kenal, gue Steven," Lycia kebingungan, dia melihat kenapa tiba-tiba orang yang diajaknya bertengkar tadi mengajaknya berkenalan.
Lycia mengulurkan tangan nya, "Gue Ly.." dia terdiam sejenak, mengingat perkataan ibu Sri, mereka harus menyamarkan nama asli. Steven melihat Lycia masih memegang tangannya, Steven memasang wajah kesal.
"Lo engga usah modus ya, mentang-mentang gue ajak kenalan," Steven mengerutuh, Lycia menarik tangan dan melirik ke kanan dan kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skizofrenia : Sinking de Humanity
AdventureLycia memiliki Sindrom Treacher Collins yang mengakibatkan wajahnya selalu di hina mirip monyet, dia mengalami perundungan oleh lingkungan pertemanan dan sekolah, suatu hari dia melihat orang yang paling dia kagumi dan harapkan membunuh ayahnya, Lyc...