Perhatian

0 0 0
                                    

Disaat kamu tidak memiliki tempat bernaung, disitulah kamu akan mendapat kehancuran.

Aldo tidak kunjung datang, dia hanya duduk di balkon rumahnya, menatap panggilan keluar yang tidak kunjung di respon oleh Fransisca.

Tidak terasa sudah empat batang rokok habis dihisap nya selama satu jam terakhir, dia tahu bahwa kali ini istrinya sungguhan marah.

Sedangkan Fiony masih menahan air mata, warga yang mengamuk terus memaki, meneriaki bahkan menyumpah, diam-diam rudi merekam dan mengirimkannya pada Steven.

Steven masih sibuk dengan urusan pindahannya, dia mendapat kamar tidur yang dua kali lipat lebih besar dari ruang kamar sebelumnya, disana serba canggih dan Steven merasa disana sangat nyaman.

Berbeda dengan nasib Fiony yang sudah diambang kematian, amukan warga semakin menjadi-jadi, mereka sangat menolak keras perzinahan, bagi mereka hukum cambuk harus tetap berjalan jika Ratih dan Fiony harus tinggal disana, maka Ratih harus di cambuk.

Belum mendapat perintah dari pak RT, warga mengarak nya dan menempatkan Ratih di lapangan, dimana semua orang bisa menyaksikan dan melihat hal itu.

"Hentikan, biar aku yang menggantikan ibuku di cambuk, " bentak Fiony tak kuasa jika melihat ibunya diperlakukan demikian.

Beberapa warga berbisik, melihat sikap dermawan Fiony. Tanpa fikir panjang kedua tangan Fiony di ikat tali tambang, dia di cambuk oleh tetua adat disana sebanyak sepuluh kali menggunakan karet ban yang tebal dan bercabang.

Ratih dibiarkan menatap anaknya dicambuk, dari raut wajahnya tidak terlihat rasa bersalah, disana hanya ada tatapan penuh emosi yang terasa begitu tajam.

Cambukan pertama terasa begitu perih, kedua, ketiga dan seterusnya. Baju putih Fiony perlahan terlihat memerah, darah mengalir deras.

Fiony memejamkan mata menahan rasa sakitnya, berusaha menahan agar tangisnya tidak pecah.

Setelahnya warga pergi begitu saja, sebelum pergi mereka meludah ada Ratih, tidak tinggal diam Ratih menghindar dan memaki beberapa orang disana.

Terdengar langkah yang begitu tergesa-gesa, Yehezkiel dan Kathrine menghampiri Fiony dan Ratih.

Yehezkiel segera memeluk Fiony dengan erat, iya menangis mendengar kabar bahwa mereka diarak.

"Apa yang terjadi, tolong jelaskan, "

"Aw, sakit" hanya itu yang keluar dari mulut Fiony, Yehezkiel mendekap nya terlalu kencang.

Yehezkiel menyeka air mata yang mengalir dengan deras, dia merasa betapa malang nasib Fiony kecil.

"Kenapa lo engga kasih tau gue, kenapa lo pergi sendirian!" bentuknya penuh amarah.

Kathrine yang menyadari emosi abangnya segera mendekat, lalu mengelus pelan bahu tersebut.

"Ayo kita pulang dulu, kita bahas semua di rumah." ucap Katherine.

Tanpa aba-aba Yehezkiel berjongkok dan memaksa Fiony untuk naik ke pundaknya, karena paksaan itu Fiony menurut, dia di gendong oleh Yehezkiel sampai di rumah Sri.

Ratih sudah pergi, entah kemana. Dia tampak tidak perduli dengan keadaan Fiony saat itu, usut punya usut ternyata perempuan itu pergi menuju rumah Aldo.

Dia mengetuk pintu berharap ada yang membuka, tetapi tidak ada. Wanita itu nekat berteriak, beberapa orang bergunjing mengenai Ratih yang tidak punya malu, setelah berusaha dan tidak mendapatkan hasil ia bergegas pulang.

Sri berjalan melihat Yehezkiel menggendong Fiony. Dia segera menyuruh Fiony tengkurap dan membuka baju, Sri terkejut melihat kulit yang berlumuran darah sudah terkupas.

Dengan telaten ia mengobati luka Fiony, Yehezkiel sedari tadi diam memegang tangan Fiony, jika gadis itu kesakitan maka tangan Yehezkiel lah yang akan jadi sasaran untuk menahan rasa sakitnya.

Setelah pengobatan Sri mendengarkan cerita Fiony, gadis kecil itu seolah tidak berekspresi apapun, dia hanya datar menceritakan kejadian tadi.

"Astaga, Ratih memang kurang ajar, dari awal aku tidak begitu menyukainya," umpat Sri.

"Kami juga terkejut, kami mendengar desas desus perselingkuhan ibu Ratih dan mendengar gunjingan warga, mengenai akan di adakan hukum cambuk, jadi kami segera berlari mengejar kerumunan itu, " ucap Katherine.

Fiony lagi-lagi tanpa Ekspresi, baginya rasa sakit itu sudah tidak ada. Dia hanya melihat monster yang tinggal bersamanya, dia adalah ibunya yang bisa menghalalkan segala cara apapun untuk membalaskan dendam.

Yehezkiel menggengam tangan Fiony lagi, "Lycia dinda putri, lo orang hebat, lo bisa dapat banyak uang dengan keringat lo sendiri, bukan dengan menumbalkan orang lain, lo harus semangat, ada kita disini buat lo, "

Fiony melirik kearah Yehezkiel, bibirnya bergetar menahan pilu, bulir bening yang sedari tadi ditahan terjun bebas, dia memeluk Yehezkiel sekali lagi sembari menangis hebat.

"Abang kiel, gue engga mau balas dendam sama Monica. Gue cuman mau hidup tenang aja, gue udah capek harus berurusan sama mereka," tangis gadis itu pecah.

Hati lembut milik Yehezkiel bagai terkoyah, ia menangis mendengar jeritan kesakitan Fiony.

"Kenapa ibu harus selingkuh dengan pak Aldo, dia tidak tahu bagaimana hubungan gue dengan Steven, jika bersaing melawan wanita lain gue bisa, tapi kalau dengan ibu gue sendiri engga bisa, lagian pak Aldo masih punya Istri," pekik Fiony menangis hebat.

Yehezkiel melepaskan pelukannya, lalu memegang pundak Fiony.

"Tinggalkan Steven, dia tidak baik. Jangan menangisinya, coba lihat sekitar lo sejenak, ada yang lebih baik dan tulus sayang sama lo, " balas Yehezkiel dengan tegas.

"Buktinya dia tidak ada sekarang, disaat lo di fase terburuk, siapa yang selalu nolong lo disaat terpuruk? " lanjut Yehezkiel.

Hati Fiony gunda mendengar ucapan Yehezkiel, tapi disisi lain mungkin saja Steven tidak datang karena harus mengurus kedua orang tuanya.

"Gue memutuskan stop untuk balas dendam, gue engga mau balas dendam lagi. Gue capek! " keluh Fiony masih menangis.

Disisi lain Steven merebahkan diri di kamar, setelah lelah ia akhirnya punya waktu memainkan ponselnya.

Dia melihat aplikasi hijau, membukanya dan mendapati banyak sekali pesan masuk dari Rudi. Dia melihat beberapa vidio saat Fiony di arak, dicambuk dan di maki-maki.

Dia terduduk, mencoba menghubungi Rudi. Nomor itu tak kunjung terhubung, sembari menunggu ia melihat beberapa status whatapps, beberapa orang mencibir dan memakai Fiony.

"Hallo," suara pria di seberang sana.

Steven dan Rudi berbagi cerita, tergurat wajah panik dan khawatir, Steven memohon agar Rudi mau berkunjung kerumah Fiony.

Dia segera bergegas menuruti kemauan sahabatnya, sesampainya dihalaman rumah, Rudi melihat Fiony sedang duduk merenung.

Tidak lama Rudi menghampiri Fiony dan mengatakan bahwa Steven mengkhawatirkan keadaan Fiony.

Senyum manis tergurat diwajah lesuh Fiony, seolah semangatnya terbakar lagi.

"Halo," sapa lembut suara dari seberang sana.

Fiony menangis begitu mendengar suara Steven, dia tahu bahwa lelaki itu sangat perhatian dan perduli padanya.

"Fi, aku minta maaf tidak bisa menjagamu disana. Aku dipaksa bunda untuk pindah dan bersekolah di Jakarta, tapi tenang aku janji akan pulang kesana, aku janji akan menikah denganmu suatu hari nanti, "

Skizofrenia : Sinking de HumanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang