Mereka segera menaiki mobil, nyonya Monica duduk di depan. Lycia dan ibunya di belakang, mereka ingin diantar pulang.
"Kenapa nyonya bisa ada di ruang BP ?" tanya ibu Ratih, dia heran dan penasaran kenapa tiba-tiba tuannya sampai di ruang BP.
"Kamu tidak kenal siapa keluarga Vito ? Kamu tidak akan selamat jika berhadapan dengan dia, bisa saja Lycia dikeluarkan dari sekolah." Balas nyonya Monica.
Mereka sampai di rumah, Lycia mulai tersenyum bahagia. Dia memanggil "Nyonya Monica"
Lycia mengucapkan terimakasih, lalu menundukkan kepala. Nyonya Monica tersenyum puas, mengelus kepala Lycia.
"Nanti usia 17 tahun kita operasi plastik ya." Ucap nyonya Monica dengan senyum. Lycia terkejut, dia senang sekali mendengar ucapan nyonya Monica.
Lycia mengangguk, lalu berlari dengan senang. Dia bahagia sekali mendapat kabar itu, dia masuk ke kamar. Membuka baju seragamnya, merendam dan mencucinya, dia meletakkan sepatu pada rak dan tas pada meja di kamar.
Lycia melihat ke cermin, diliputi perasaan bahagia menunggu kapan waktunya dia berusia tujuh belas tahun. Lycia bergegas berjalan ke taman, dia melihat banyak anak-anak sedang bermain. Lycia berkhayal bahwa dia nanti akan jadi wanita yang cantik seperti perempuan lainnya.
Malam tiba, Lycia dan Deswita membantu mengangkat makanan untuk disajikan, nyonya Monica tidak kunjung turun, hal ini membuat ibu Ratih dan pembantu lainnya panik. Ibu Ratih bergegas ke kamar nyonya Monica, mengetuk pintu perlahan.
HUEK.....
HUEK...
Bunyi seseorang muntah, "Nyonya saya boleh masuk ?" ucap ibu Ratih.
Tidak ada balasan apapun, hanya suara muntah. Ibu Ratih inisiatif, masuk dan menyusuri kamar tuannya tersebut. Dia melihat nyonya Monica kesakitan, dia membantu untuk berbaring di kasurnya.
"Tolong panggil dokter pribadi saya," ucap nyonya Monica dengan lemas.
Beberapa menit kemudian dokter datang, segera memeriksa nyonya Monica, Lycia dan yang lain menunggu di ruang makan.
Lycia mencuri pandang ingin segera makan, dia sudah sangat lapar. Tapi semua pembantu dilarang makan jika, tuannya belum turun.
Beberapa menit kemudian terdengar suara teriakan, "TIDAKK !!!" ditambah dengan suara tangisan yang menggelegar. Semua pembantu panik menuju arah kamar nyonya besar.
Suaminya segera meluncur dari kantor, membuka pintu rumah dan berlari ke kamar secepat mungkin. Dia sangat khawatir begitu mengetahui ada dokter datang, beberapa saat laki-laki itu tertawa bahagia.
"Akhirnya istriku hamil." Dia memeluk tespek dengan begitu gembira, lalu keluar dari kamar dan menunjukkan pada semua pembantunya. Dia sangat bahagia melompat, ibu Ratih tersenyum dengan lega.
Suaminya masuk ke dalam, melihat istrinya menahan tangis. "Sayang kenapa ?" tanya pria itu melihat istrinya menangis, wanita itu pasrah dengan ketakutan dan trauma nya.
"Aku masih belum siap," balas wanita itu, kemudian suami tuan besar membelai pelan rambut istrinya, mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja, suaminya akan menolong jika wanita itu membutuhkan apapun. Sudah waktunya mereka untuk memiliki keturunan.
Esoknya, Lycia bangun dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Dia merasa semua sangat menyenangkan hari ini, dia mengaca dan berkata pada dirinya sendiri "usia tujuh belas tahun aku akan menjadi Fiony, nama baru untuk wajah baru."
Lycia dan deswita diantar oleh ayahnya menggunakan mobil milik nyonya besar. Sesampai di sekolah semua orang melihat ke arah Lycia, mereka ketakutan.
Setelah masuk kelas, dia mendengar kabar bahwa Vito pindah sekolah. Lycia tersenyum bahagia, dia makin takjub dengan nyonya Monica.
Sepulang sekolah seseorang menghampirinya saat melakukan jadwal bersih-bersih, dia adalah seorang pria dari kelas lima.
"Hai manusia dugong," sapanya merangkul Lycia, gadis itu hanya melirik kesal, dia sadar bahwa sebentar lagi akan ada masalah baru.
Lyci tidak menghiraukan dan melanjutkan aktivitasnya, pria itu berdiri di depan Lycia mengulurkan tangannya, " Nama gue Chris." Dia tersenyum manis, Lycia hanya melihat dengan wajah datar.
Chris menyadari sesuatu, Lycia sepertinya merasa kalau dia akan mencari masalah dengannya.
"Gue kesini mau ajak lo gabung ke geng gue, lo kemarin nonjokin Vito keren banget sumpah," Chris menunjukkan rasa tertariknya dengan penuh ekspresi, Lycia mulai tersenyum sedikit.
Dia membalikkan badan dan menatap Chris, Lycia maju sejenak dan berpura-pura menonjok Chris. Laki-laki itu memejamkan mata, kemudian membuka mata, tangan Lycia sudah berada di dekat matanya.
Lycia tersenyum dan tertawa terbahak-bahak, dia merangkul Chris. "Main-main habis lo gue bikin !" ucap Lycia merangkul Chris.
Setelah selesai melakukan kewajiban, Lycia berjalan mengikuti Chris. Dia membawa Lycia ke gang sempit, perjalanan cukup jauh dari sekolah, hingga sampailah di warung jajanan kecil. Lycia melihat banyak anak laki-laki lainnya, awalnya dia takut.
Lycia bergumam " Apa jangan-jangan ini teman-teman Vito ?"
Tangan Lycia mulai gemetar, kakinya mulai kaku. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, Chris melambaikan tangannya, menyapa mereka semua.
Chris memperkenalkan Lycia, semua suasana mulai cair. Lycia mulai nyaman berteman dengan mereka, dia merasa diterima dan dihargai disana.
Ting...
pesan dari ibu Ratih :
Sayang, hari ini pulang sendiri ya. Nyonya Monica masuk rumah sakit, dia keracunan.
Lycia segera pamit pulang ke rumah karena kaget dan penasaran, di rumah dia tidak melihat nyonya besar. Deswita melirik kesal seperti jijik, Lycia mencoba bertanya kepada pembantu yang lain.
"Bagaimana keadaan nyonya Monica ?" mereka hanya melirik dengan mata tidak suka, tidak ada yang mau menjawab.
Beberapa lama kemudian suara mobil nyonya Monica terdengar telah parkir, suami nyonya Monica menggendong istrinya dengan lembut, lalu membawanya ke kamar. Lycia tersenyum melihat suami nyonya Monica, kemudian Deswita mendekat membuyarkan lamunan gadis kecil itu.
"Jangan berharap ada laki-laki yang tulus mencintaimu seperti suami nyonya besar, lihat wajahmu dan sadar diri," Deswita pergi ke kamar, Lycia hanya terdiam tersenyum sinis.
Dia merasa cukup senang, karena nyonya besar akan mengoperasi wajahnya ketika sudah tujuh belas tahun, dia yakin pasti setelah itu ada laki-laki yang sayang padanya.
Lycia kagum melihat kehidupan nyonya Monica, dia cantik, kaya, punya suami yang sangat menyayanginya. Kehidupannya sangat sempurna.
Lycia berlatih berjalan anggun di taman, berpura-pura tersenyum pada banyak orang, duduk manis. Dia meniru semua gaya dan gerakan nona besar, Deswita melihat dari jendela dan memasang wajah kesal.
Deswita mendekat, lalu mendorong Lycia. "Kamu tidak pantas jadi nyonya besar, aku yang pantas, lihat saja wajahku sangat cantik," dia tersenyum manis.
Lycia mulai jengkel lagi melihat kakak perempuannya, Deswita berjalan layaknya nyonya besar, tersenyum manis, tertawa kecil sambil menutup mulut.
"Bagaimana kalau kita berdua jadi nyonya besar ?" tanya Lycia dengan polos.
Deswita membalasnya dengan menggelengkan kepala, dia berkata bahwa hanya dia yang pantas jadi nyonya besar. Lycia mulai kesal, tapi segera mengabaikan.
Mereka mendengar suara teriakan keras, seperti suara nyonya Monica, tanpa pikir panjang Lycia dan Deswita memilih untuk melihat sumber suara itu.
Saat masuk mereka terkejut, ada piring pecah dimana-mana. Ibu berlari ke dapur dengan darah bercucuran.
Lycia mencoba menyelidiki apa yang sedang terjadi, dia melihat nyonya Monica terbaring, sepertinya pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skizofrenia : Sinking de Humanity
AventureLycia memiliki Sindrom Treacher Collins yang mengakibatkan wajahnya selalu di hina mirip monyet, dia mengalami perundungan oleh lingkungan pertemanan dan sekolah, suatu hari dia melihat orang yang paling dia kagumi dan harapkan membunuh ayahnya, Lyc...