"Hei sadar, gue menjaga lo Lycia Dinda Putri, " ucap Yehezkiel mengusap wajah Fiony dengan lembut.
Suara Yehezkiel terasa sama ketika mereka awal bertemu, beberapa menit kemudian Fiony menangis hebat, masa lalu yang memiluhkan seolah terulang lagi.
Batin yang hancur membuat Fiony merasa lelah akan segala yang terjadi saat ini, Yehezkiel seperti mengerti dengan segala luka batin tersebut.
Fiony terduduk lemas, Yehezkiel menenangkanya dengan mengusap pundak dan kepalanya.
"Tarik nafas, buang perlahan. Tenang, rilex jangan fikirkan yang aneh-aneh, " Yehezkiel mencoba membuat fikiran Fiony tenang.
Setelah perjalanan panjang kini trauma lama seolah bangkit kembali, kenapa kejadian tersebut seolah terulang lagi.
Bayang-bayang vito dan pembunuhan ayahnya seolah akan terjadi lagi.
Setelah bersusah payah kini Fiony tenang, kemudian Sri ikut ke sekolah mewakili Fiony menghadap ke guru bina pendidikan dan orang tua korban.
Afika duduk dengan hampir seluruh wajah di balut kasa, wajah Fiony hanya tertunduk sedari tadi fikiranya hanya dihantui oleh rasa traumatik, semua yang di alami seolah dejavu.
"Jadi kau anak sialan yang menghancurkan masa depan anakku?" tanya wanita berpakaian rapih, rambut terikat, dan berkulit putih, terlihat beberapa keriput kecil pertanda bahwa dia sudah menginjak usia parug baya.
Fiony hanya menahan rasa takut, kemudian sesekali mentautkan bibir kedalam menahan tangis. Kali ini siapa yang akan menolongnya?
Dia takut sebentar lagi nona Monica datang dari pintu seperti dulu, Sri dan Ibu Afika terlihat berbalas saling berbincang.
Fiony tidak bisa mendengar apa yang mereka bahas, perlahan suara-suara tadi bergeming kembali. Mereka memaki Fiony, dan mentertawai, bahkan menyuruh Fiony untuk memukul ibu Afika.
"Kenapa diam saja pengecut? Afika sudah merendahkan mu, cepat hajar saja mamahnya, " sahut suara itu lagi, Fiony terlihat menutupkuping.
Dia menggelengkan kepala ke kanan dan kiri, menyuruh suara itu berhenti, ia membuka mata dan melihatmulut Sri bergerak seolah berbicara, tidak mendapat jawaban Sri menepuk pundak Fiony.
"Fiony cepat apakah kau menerima maaf Afika dan ibunya? " tanya Sri menatap Fiony yang baru bisa mendengar suara disekitarnya.
Fiony hanya membalasnya dengan anggukan, tidak dengan Afika yang terlihat jelas masih tidak terima, senyuman sinis sekaligus kesal tercipta pada raut wajahnya.
Steven mendekati Fiony yang baru saja keluar dari ruang bina pendidikan, Steven menyalam tangan Sri, tidak lama kemudian Sri berpamitan untuk pulang melanjutkan aktivitasnya.
Steven menghela nafas lega yang dibalas senyum manis oleh Fiony, mereka berjalan sambil berbincang kecil, lalu Steven kembali ke kelasnya.
Sepulang sekolah Steven terlihat mulai sibuk pada semester satu dikelas tiga ini, seperti biasanya dia hanya memikirkan bermain-bermain dan bermain. Karena sudah kelas tiga Steven memutuskan untuk lebih fokus belajar, karena dia ingin kuliah di perguruan tinggi negeri.
Setelah menunggu sekian jam bersama dengan teman-teman Steven yang lainnya, akhirnya Steven keluar kelas. Segera ia menghampiri tempat biasa dia berkumpul bersama teman-temannya.
Untuk menghibur Fiony, Steven memutuskan untuk mengajak semua teman-temannya bermain ke rumah Steven memainkan PlayStation milik pribadinya.
Katrine melambaikan tangan dari seberang jalan sebagai tanda dia harus segera pulang untuk membantu Steven bekerja, berbeda dengan Fiony yang tidak perlu bersusah payah lagi bekerja, ibunya Ratih bekerja dirumah Steven sebagai ahli galeri barang antik.
Gajinya sudah lebih dari cukup, terlebih Fiony dibayar untuk menemani Steven setiap saatnya menjadi teman bermain.
Begitu pintu terbuka Fransisca ibu Steven menyambut anaknya dengan penuh cinta, Steven agak sedikit malu dengan respon ibunya yang memperlakukanya bagai anak kecil.
Mata Fransisca terlihat bahagia kala melihat Fiony juga ikut bersamanya, "Fiony sini, tante kangen banget sama kamu, "
Fiony memang sering sekali datang dan berkunjung, terlebih sebenarnya Fransisca sangat ingin memiliki anak perempuan, tetapi Aldo bilang mereka hanya cukup dengan punya satu anak saja.
Aldo tidak mau jika Fransisca akan terlihat berpenampilan buruk dan gendut jika hamil, pasalnya Fransisca harus selalu tampil cantik dimata Aldo.
Fransisca dan Fiony langsung bertukar cerita, wajah masam kini menjadi ceria, Fransisca menyisir pelan rambut Fiony lalu mendandaninya.
Teman laki-laki yang lain bermain game di kamar Steven, Diam-diam Steven melihat betapa akrab sekali keduanya saling bertukar cerita dan bercanda tawa.
Jantung Steven semakin berguncang kencang, menyadari bahwa dia sebenarnya telah jatuh cinta pada Fiony.
"Aku ingin jadi seperti ibu suatu hari nanti, " ucap Fiony sambil melihat dirinya di depan kaca.
"Maksudnya sayang? " tanya Fransisca.
Fiony tersenyum "Ibu beruntung sekali punya suami yang baik, dan sangat memperhatikan kebutuhan kalian semua, aku sangat ingin memiliki seseorang yang tulus mencintaiku, dan hidup bahagia selamanya,"
Ucapan itu tidak sengaja di dengar oleh Steven, seketika dia membulatkan tekat untuk menjadikan Fiony wanita paling beruntung kelak karna memiliki pria seperti Steven.
"Fi, segala sesuatu yang kelihatan sempurna belum tentu sesempurna aslinya," tutur wanita itu lalu tersenyum.
Kemudian mereka beranjak memasak bersama dan menghidangkan makanan dimeja makan, mereka makan bersama.
"Fi, tolong antarkan makanan ini pada ibumu. Dia sangat giat sekali bekerja sampai lupa makan," tutur Fransisca lalu memberikan nampan berisi makanan dan minuman.
Dengan kaki gemetar Fiony melangkahkan kakinya, memasuki bagunan dibelakang rumah Steven lalu mengetuk pintu.
Tidak kunjung mendapat jawaban Fiony membuka pintu galeri, dan melihat lampu redup pada ruang utama, disana banyak sekali meja dan lemari kaca tersusun rapih, banyak lukisan maupun miniatur.
Ada katalog berisi penjelasan mengenai karya tersebut, ternyata tempat itu sangat luas, tapi disana tidak ada siapapun, dia terus berjalan menyusuri ruangan itu sampai ketemu ruangan kecil.
Dia mengetik ruangan itu, tidak ada respon. Fiony membuka pintu.
Mendapati Ratih keluar dari kamar mandi dengan wajah terkejut, "kenapa kau ada disini? "
Fiony tidak menjawab hanya meletakkan nampan di atas meja ibunya, lalu pergi.
Batin Fiony "apa yang dia kerjakan sampai selarut itu di galeri ini? "
Tanpa fikir panjang Fiony segera kembali, dia menghampiri Fransisca yang tengah menyusun pakaian ke koper, lusa adalah jadwal kepergian Aldo ke Thailand untuk mendatangi pameran.
Tidak terasa mentari sudah berpamitan pada bumi, hingga menandakan waktunya pulang. Teman-teman Steven pamit meninggalkan rumah mewah dan besar itu, tidak terkecuali dengan Fiony.
Semua pulang, lalu Steven mendekat pada ibunya yang mesin menyusun keperluan Aldo di Thailand nanti.
"Bun, menurut bunda Fiony orangnya gimana? " tanya Steven lalu tidur dipaha Fransisca.
Jika hanya berdua dengan ibunya Steven menjadi sangat manja, Steven sangat menyayangi ibunya, lain dengan Aldo yang pendiam dan juga galak.
"Dia anak yang baik, penurut, sopan juga, "
Steven menghela nafas panjang, "bun, kalau Steven nanti nikahin Fiony gimana? "
Fransisca terkejut dan langsung menoleh pada Steven.
"Kau serius nak? " balasannya untuk meyakinkan bahwa Steven tidak sedang bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skizofrenia : Sinking de Humanity
AdventureLycia memiliki Sindrom Treacher Collins yang mengakibatkan wajahnya selalu di hina mirip monyet, dia mengalami perundungan oleh lingkungan pertemanan dan sekolah, suatu hari dia melihat orang yang paling dia kagumi dan harapkan membunuh ayahnya, Lyc...