Sri memeluk Ratih seolah percaya dengan semua perkataan tersebut, kemudian Sri berfikir ingin melaporkan mereka nanti ke polisi.
"Kalian harus mengganti nama mulai dari sekarang, bagaimana ?" tanya Sri menatap Ratih, Ratih mengangguk pelan.
"Sekarang namaku Monica," ucap Ratih.Lycia bangkit berdiri dan melompat "Aku jadi Fiony, nanti kalau sudah besar aku mau operasi plastik."
Sri mengangguk seolah setuju dengan mereka berdua, Sri sadar jika membawa mereka langsung ke polisi pasti mereka melakukan perlawanan, sehingga Sri berfikir untuk berpura-pura berteman dengan mereka. Setelah ada waktu baru dia menghubungi pihak berwajib.Mereka berangkat menuju ladang, melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh Sri untuk mendapatkan uang.
Mereka berjalan cukup jauh melewati tanah merah, di samping kanan kiri jalanan banyak tumbuh-tumbuhan, ada pohon besar, rumput yang tidak begitu tinggi, di perjalanan Lycia jarang melihat ada mobil maupun motor yang lewat.
Mereka sampai pada ladang yang cukup besar, Ibu Sri memperkenalkan mereka pada bosnya, kemudian bosnya membiarkan mereka bekerja mencabuti hama yang tumbuh dekat cabe, umbi-umbian, dan tanaman lain.
Sri menyirami tumbuhan dengan pestisida agar hama tanam tersebut hilang, Lycia dan ibunya asyik mencabuti rumput bersama.Lycia mencoba membantu ibunya, dia jongkok menggunakan baju yang sedikit kebesaran. Ibunya mencabuti rumput dengan semangat, lalu menaruhnya pada karung. Matahari mulai naik perlahan ke atas ubun-ubun begitu kuat mencengkrama, tidak terasa telah tengah hari bekerja.
"Bu, kenapa orang kaya selalu semena-mena kepada orang miskin seperti kita ?" tanya Lycia melihat ibunya yang letih lesu, peluh membanjiri sekujur tubuh.
"Biarkan saja, yang penting kita tidak biadab seperti mereka," balas Ratih tetap mencabuti rumput-rumput dekat ladang.
"Bu, kita mati saja yuk ?" ucap Lycia menatap ibunya yang masih sibuk, tiba-tiba tangan Ratih terhenti lalu melihat ke arah Lycia dengan wajah geram.
"Siapa yang ajarin kamu ngomong kayak gitu ?" teriak ibu Ratih, kemudian Sri diam-diam mendekat dan menguping pembicaraan mereka.
"Ibu Sri kelihatanya hanya pura-pura baik saja bu, dia tidak mempercayai kita," balas Lycia memasang wajah melas, Sri terkejut kenapa Lycia mengetahui hal tersebut.Sri memutuskan untuk tetap menguping pembicaraan mereka, lalu dia melihat Lycia yang duduk di atas tanah.
"Kamu jangan berprasangka buruk begitu, ibu Sri itu orang baik, jadi kita engga boleh mengecewakan dia. Makanya kerja yang rajin, Lycia engga boleh nakal ya," ucap Ratih menatap anaknya supaya membuat Lycia merasa yakin dengan jawaban ibunya.
"Tapi kalau ibu dilaporkan ke polisi bagaimana ?" tanya Lycia mulai bermain-main dengan beberapa pohon cabe di dekatnya.
Ratih duduk sejenak, dia merangkul Lycia, bersiap memberikan ceramah pada anaknya."Lycia, kalau ibu Sri laporkan ibu ke penjara engga apa-apa kok, nanti kamu akan tinggal di dinas sosial, disana kamu akan di jaga oleh banyak orang, kamu pasti aman dari Monica. Ingat kamu harus menjunjung kebenaran, kamu harus tetap hidup dan jadi orang sukses, ungkap kebusukan Monica, kalau perlu penjarakan dia !" ucap ibu Ratih memberi semangat kepada Lycia.
Lycia mulai berkaca-kaca menatap ibunya yang kini berlutut di hadapannya, ibu itu kini menggenggam tangan Lycia dan mencium tangannya."Lycia, perjuangkan keadilan untuk ayahmu, dan ingat Deswita, kita tidak pernah tahu dimana dia sekarang," Ratih memeluk putri kecilnya, Sri terkejut mendengar pembicaraan tersebut.Sri berjalan meninggalkan mereka, dia menahan air mata yang sebentar lagi terjatuh. Perasaan bergejolak, antara ingin melapor ke polisi atau menolong mereka.
"Ibu, aku lapar," ucap Lycia memegang perutnya, ibu Ratih kebingungan ingin memberikan apa kepada anaknya.
Dia memutar otak untuk memberi makan kepada Lycia, dia merogoh kantong celana nya. Dia mengingat masih ada uang sisa yang diberikan Lycia, dia mengambil uang sejumlah lima ribu rupiah."Ini, kamu beli roti ya, jangan yang aneh-aneh. Ibu engga punya uang lagi," Ibu Ratih tersenyum melihat anaknya, Lycia mengambil uang tersebut, kemudian dia tersenyum.
Senyumnya segera pudar mengingat dia tidak tahu dimana warung di sekitar situ, Ratih segera berjalan menemani anaknya berjalan. Mereka berjalan sekitar lima ratus meter, lalu melihat ada warung kecil. Mereka berjalan kesana lalu duduk di kursi tersebut, Lycia maju melihat beberapa bungkus roti di dalam keranjang kecil berwarna biru, di bungkus roti tertulis roti rasa berharga dua ribu rupiah.
Lycia mengambil roti rasa coklat, dia membuka kulkas berisi banyak minuman, jemarinya mengambil air mineral. Lycia memberikan uang lima ribu rupiah pada pedagang.
Ratih memperhatikan suasana di sekitar, warung kecil berukuran kira-kira satu kali dua meter, bangunan kecil tersebut terbuat dari kayu yang dirangkai hingga terlihat mirip seperti rumah ala kadarnya, kemudian bola mata Ratih beralih melihat anaknya berjalan menuju arahnya, Lycia duduk pada kursi panjang berbahan kayu, dia memberikan air mineral tersebut pada ibunya.Ratih membuka dan meminumnya, perasaanya bagai tanah tandus yang disirami oleh air dingin, dari pagi dia menahan dahaga dan lapar.
Lycia membuka bungkus rotinya, lalu membagi dua roti dengan ibunya, Ratih melihat tangan Lycia memberikan sepotong roti padanya "ibu, ini makan ya," Lycia tersenyum menatap ibunya.
"Ibu lagi diet, engga makan coklat. Lycia makan semua ya biar kenyang." Ratih mengambil kue tersebut lalu memasukkan ke plastik kemasan roti.
Lycia menatap ibunya, dia seperti paham ibunya berbohong "ibu kan capek, masa engga makan. Nanti kalau sakit gimana ?" Tanya gadis polos itu, menatap anaknya dia menahan air mata yang sebentar lagi terjun bebas.
"Ibu besar nih badannya, Lycia badannya kecil, jadi yang makan itu harus yang badanya kecil kayak kamu. Lihat nih lemak ibu dimana-mana, kalau lapar masih banyak cadangan lemak," Ratih tersenyum menggoda Lycia, dia mengangkat satu lengan nya lalu memencet-mencet sekumpulan lemak yang menempel pada tangannya.
Lycia tertawa kecil melihat tingkah ibunya, kemudian Ratih menyentuh lemak di sekitar perutnya, kemudian dia menaik turunkan lemak di perutnya, Lycia tertawa lagi melihat tingkah ibunya.
Lycia percaya dan memakan semua roti itu, Ratih tersenyum melihat anaknya makan dengan lahap. Ratih sadar dia sudah dewasa, dia cukup untuk menahan rasa lapar, meskipun sebenarnya dia sudah sangat lelah dan lapar, tetapi dia berkorban untuk Lycia, baginya Lycia masih kecil dan tidak bisa menahan lapar.
Mereka segera kembali ke tempat bekerja, Lycia memegang perutnya. Ratih menoleh menyadari putrinya mungkin saja masih merasa lapar, tapi hanya itu yang mereka punya.
"Kamu kenapa Lycia ?" Tanya Ratih berjongkok untuk bisa melihat ekspresi anaknya.
"Perutku sakit," Balas Lycia menatap ibunya, kemudian Ratih memberikan air mineral tersebut pada anaknya.
"Minum ini dulu ya sayang, nanti pulang kerja kita beli makan. Nanti sore ibu baru dapat uang dari bos" Ucap Ratih mengelus rambut putrinya. Lycia mengambil botol air mineral tersebut, seseorang melangkah mendekat ke arah mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skizofrenia : Sinking de Humanity
PertualanganLycia memiliki Sindrom Treacher Collins yang mengakibatkan wajahnya selalu di hina mirip monyet, dia mengalami perundungan oleh lingkungan pertemanan dan sekolah, suatu hari dia melihat orang yang paling dia kagumi dan harapkan membunuh ayahnya, Lyc...