CHAPTER DUA PULUH

162 30 0
                                    


Arka sudah banyak mendengar kalau kucing memang bisa menjadi obat dari segala kegelisahan dan beratnya permasalahan hidup ini, ia pun merasakan hal itu. Ia selalu takjub akan hal itu, dan sekarang semakin takjub karena keputusannya membawa Popo menghampiri Leanna adalah keputusan yang tepat untuk saat ini. 

Leanna tak menceritakan apapun padanya, dan ia juga tak mau memaksa Leanna membahas tentang apa yang baru saja terjadi tadi. Karena yang Arka hanya dengar sekilas hanyalah omelan-omelan kasar dari wanita sebaya Leanna tadi. Arka juga tak ingin menebak-nebak apalagi membuat kesimpulan. Satu hal yang ia tahu, Leanna terlihat seperti perempuan baik-baik yang lugu. 

"Gemes banget sih," gumam Leanna memeluk Popo yang naik ke pangkuannya setelah aksi kejar-kejaran kecil di sekitar kursi taman karena Leanna menjahilinya dengan membawa snack Popo. Leanna merasakan betapa lembutnya bulu kucing ini ketika menyentuh pipinya. Meskipun pada akhirnya Popo tetap meronta-ronta ingin lepas dari pelukannya. Dan si empunya hanya tertawa ketika Popo kembali ke pelukannya.

Leanna sudah hampir meledek Popo lagi, tapi ponselnya bergetar. Khawatir Daniel yang menelepon, Leanna segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel. Benar saja, memang Daniel yang sedang meneleponnya sehingg Leanna dengan sigap mengangkat teleponnya.

"Ya?"

"Cepat ke apartemen. Apa kamu lupa tadi saya bilang kamu perlu lembur?" 

"Kamu ..." Leanna terdiam sejenak kemudian melirik ke arah Arka yang ternyata sedang menoleh ke arahnya. 

"Apa Pak Daniel udah di apartemen? Kalau gitu saya ke sana sekarang untuk membereskan ruang kerja Pak Daniel, tunggu ya, Pak." 

Sungguh, Leanna juga tak mengerti kenapa tiba-tiba ia merasa tak ingin Arka mengetahui kalau ia tak memanggil bosnya dengan panggilan 'Pak'. Ia khawatir Arka akan semakin berpikiran macam-macam tentang pekerjaannya. Memang seharusnya ada batasan antara mereka. 

"Arka, aku harus kembali ke apartemen ..."

"Oke, aku juga udah mau pulang kok. Yuk," ajak Arka sambil membereskan sampahnya sementara Leanna membawa Popo bersamanya. Ia tak pernah merasa puas untuk memainkan kucing ini meskipun beberapa kali hampir dicakar.

"Apa kalian selalu ngobrol pakai bahasa seformal itu?" tanya Arka begitu mereka berada di dalam lift. 

"Iya ... Bukannya emang harusnya begitu ya? Gimana pun juga kan dia bos aku," jawab Leanna terkekeh pelan.

"Bukan, maksusnya ... kosa kata dia, agak aneh. Atau mungkin logatnya?"

"Oh iya. Daniel itu orang Korea yang tinggal lama di Amerika. Walaupun udah 8 tahun tinggal di Indonesia, logat Korea nya emang masih kentel banget. Agak kaku sih, tapi menurut aku itu karena dia takut salah pakai kosa kata dan ... karena dia jarang bergaul," jawab Leanna menjelaskan sambil tertawa, seolah menertawakan Daniel.

"Aku gak bisa bayangin kalau kalian lagi berdua."

"Maksudnya?" tanya Leanna refleks menoleh ke arah Arka dengan khawatir.

"Ya ... Aku kira kalian punya sifat yang sama. Kayanya kalau berdua pasti hening banget ya?" ledek Arka tertawa. Tawa itu pun menular pada Leanna yang lega sekaligus geli.

"Enggak. Boro-boro hening. Kita tuh lebih sering berdebat. Atau biasanya lebih cerewet dia. Aku gak ngerti deh, tapi kayanya emang semua atasan itu udah terprogram dengan sistem cerewet," jawab Leanna sukses membuat Arka tertawa terbahak-bahak dengan perkataan Leanna di akhir kalimat tentang program sistem cerewet.

"Dan kayanya kamu juga lagi mode cerewet sekarang," ledek Arka yang baru disadari oleh Leanna. 

Tepat ketika pintu terbuka di lantai unit apartemen mereka, Leanna memberikan Popo kembali ke tangan Arka. Ia berterimakasih kepada Arka lalu pamit duluan ke unit apartemen Daniel.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang