CHAPTER DELAPAN

214 36 2
                                    

Leanna menyapu satu ekor kecoa yang sudah mati lalu membuangnya ke tempat sampah. Meskipun ia sudah berusaha keras menahan tawanya, tetap saja Daniel Kim menyadari betul gelagat itu.

"Kecoa itu hewan yang paling menjijikan. Kamu tahu banyak bakteri yang ada di tubuh kecoa? Gimana bisa ada di kamar saya?" omel Daniel berusaha kelihatan tenang. Sepertinya sudah lebih tenang setelah Leanna berhasil 'melumpuhkan' kecoa tersebut.

"Ya, kecoa memang agak mengerikan," jawab Leanna berusaha untuk tenang. Tapi jawaban Leanna tadi malah semakin membuat Daniel merasa kalau Leanna sedang meledeknya.

"Bukan mengerikan. Tapi begitu mereka terbang, kamu gak bisa memprediksi kemana dia berhenti kan? Bisa di punggung, tangan, atau bahkan rambut. Saya cuma bertindak waspada," ucap Daniel mencoba menjelaskan dengan tenang.

Leanna hanya menganggukkan kepalanya. Memang tak bisa dipungkiri, kecoa akan berkali-kali lipat menakutkan saat terbang.

Tapi Daniel Kim? Apakah Daniel Kim selalu begini?

"Silakan lanjutkan liburannya. Saya akan panggil petugas kebersihan untuk memeriksa kamar saya."

"Biar saya aja. Gak perlu memanggil petugas kebersihan," jawab Leanna gemas.

"Apa kamu gak berniat pergi keluar lagi?" tanya Daniel hampir tersenyum. Ini tawaran yang lebih baik. Ia tak perlu mengeluarkan uang jika Leanna mau memeriksa kamarnya.

"Gak ada kepentingan juga di luar."

"Oke. Bagus. Kalau begitu, silakan mulai," jawab Daniel dengan cepat. Ia mengambil langkah cepat menuju dapur untuk membuat kopi dan menenangkan diri.

"Kamu memiliki keluarga yang lengkap, kenapa gak pulang? Saya memberi kamu waktu libur satu hari setiap minggunya," tanya Daniel saat Leanna masih memeriksa kamarnya.

Leanna sempat diam. Tak ada satu pun dari anggota keluarganya yang bertanya tentang dirinya, atau memintanya pulang. Ada atau tidaknya ia di rumah pun sudah biasa diabaikan. Untuk apa pulang? Dan hanya kembali dicecar soal pasangan? Apalagi hari minggu, adalah hari biasanya Sindi membawa pacarnya ke rumah, dan dirinya kembali menjadi bahan pembicaraan keluarga besarnya.

"Selama dua puluh delapan tahun tinggal di satu atap yang sama. Kenapa saya perlu pulang seminggu sekali sekarang?" ucap Leanna sekenanya.

Mendengar jawaban asal dari Leanna,  Daniel akhirnya berhenti mencoba mencari obrolan dengan gadis ini. Entah apa yang terjadi padanya dan keluarganya, tapi menurutnya, Leanna selalu enggan dan memasang wajah sedih setiap kali menyinggung soal keluarganya.

Seperti saat pertama kali mereka bertemu Daniel bertanya apakah keluarganya tak keberatan Leanna tinggal di Jakarta, gadis itu menunduk sambil tersenyum sedih dan mengangguk. Padahal Daniel yakin ada sesuatu yang tersirat di wajahnya saat itu, juga saat ini.

Apa gadis ini baru saja diusir dari keluarganya?

"Saya udah periksa, kemungkinan kecoa itu masuk dari jendela balkon kamu yang terbuka. Gak ada tanda-tanda tempat kecoa itu akan muncul. Karena biasanya setelah ruangan disemprot kan kecoa-kecoa itu akan muncul. Tapi ini gak ada. Jadi ... Saya rasa aman."

Daniel Kim menganggukkan kepala lalu berjalan memasuki kamarnya dengan sedikit kewaspadaan.

"Daniel," panggil Leanna sebelum Daniel menutup pintu kamarnya.

"Boleh saya pinjem dapur kamu?" tanya Leanna.

"Selama seharian ini mungkin saya gak akan keluar kamar, jadi pakai aja." Setelah bicara seperti itu, Daniel menutup pintunya.

Ia kembali menuju mejanya, memilih untuk menulis runtutan ide cerita barunya di kertas.

Semuanya berjalan lancar. Tak ada emosi yang berlebihan, ia bisa menyelesaikan tulisannya dengan baik. Ia melingkari, memberi garis pada point-point penting. Memastikan setiap plot saling berkesinambungan. Memikirkan teka-teki dan penyelesaiannya, lalu cara kejam yang mengganggu.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang