CHAPTER SEBELAS

207 40 0
                                    

"Ka, lo belum ada proyek baru dari penerbit kan?"

Arka mengangguk, seolah tak ingin mengalihkan pandangannya tak mau teralihkan dari kameranya. Ia membersihkan lensa kamera dan sesekali melirik ke arah iPad miliknya di atas meja cafe.

"Kalau gitu, mau ya bantuin temen gue buat bikin foto katalog usahanya?" tanya Andi setelah menghisap rokok elektrik nya dengan santai.

"Produk apa? Makanan?"

"Butik gaun. Bukan butik terkenal sih, gak bisa nyewa jasa fotografer profesional juga buat foto katalog mereka."

"Maksud lo, gue bukan fotografer profesional? Apa perlu gue tunjukin pencapaian gue di depan lo?"

Mendengar sahutan dari Arka, sontak Andi pun tertawa. Ia paham jelas selera humor Arka yang menjurus ke arah sindir menyindir. Sejujurnya, Andi tahu betul Arka adalah fotografer yang profesional dan handal. Ia hanya berusaha untuk menjelaskan situasinya.

"Karena gue punya temen seorang fotografer hebat. Jadi ... Ya gue mau minta tolong lo, Ka."

"Temen? Atau pacar lo?"

"Astaga. Iya, pacar gue sebenernya yang minta. Sumpah deh, dia pasti seneng banget kalau lo mau bantuin bisnis kecilnya."

"Ya udah, nanti telepon gue aja kapan mau pemotretannya," jawab Arka sambil merapikan kameranya, kemudian memasukkan iPad-nya ke dalam ransel.

"Mau kemana?" tanya Andi.

"Pulang. Kucing gue perlu makan," jawab Arka segera menghabiskan caramel machiato pesanannya.

Andi mengangguk, ia pun ikut beranjak dari duduknya. Untuk apa juga ia masih di dalam cafe sendirian saat temannya sudah pergi.

"Mau kemana abis ini?" tanya Arka saat Andi mengikutinya.

"Mampir ke bioskop dulu, kenapa?"

"Ke sana berarti lo," tukas Arka mendorong Andi ke arah yang berlawanan dengannya. Orang ini, adalah satu-satunya dari tiga temannya yang selalu meminta tolong apapun padanya, termasuk hal-hal kecil.

"Bentar, gue bisa pinjem jam tangan lo bentar gak sih?" tanya Andi.

"Buat apa?" tanya Arka kesal.

"Cewek gue gak suka sama cowok yang tangannya polos kaya gue. Jam tangan gue baru aja mati tadi pagi. Oke?"

Arka mendengus kesal sambil melepaskan jam tangannya. Jika saja laki-laki ini bukanlah teman masa kecilnya, mungkin Arka sudah berlaru menjauh dari Andi.

"Katanya kan, cewek sama cowok yang gak kenal kalau ketemu tiga kali tanpa sengaja, itu artinya jodoh," ucap Andi saat Arka masih melepaskan jam tangannya.

Mendengar Andi mengulang kembali kalimat semacam itu, lantas Arka menoleh padanya sambil menyodorkan jam tangannya.

"Kalau lebih dari tiga kali, udah pasti jodoh sih," lanjut Andi mengangkat alisnya sambil melemparkan pandangannya ke sebelah kanan. Lalu ketika Arka mengikuti arah pandangannya, ia menyadari apa yang Andi maksud. Gadis bertubuh mungil di apartemen.

Gadis bernama Leanna yang sempat menjadi topik pembicaraan tak terarah antara Arka dan Andi.

"Udah samperin, siapa tahu bisa pulang bareng," ledek Andi tertawa puas lalu berlari pergi sambil memakai jam tangan milik Arka.

"Balikin lagi nanti malem!" ucap Arka yang hanya dibalas dengan ibu jari Andi yang terangkat ke atas.

Pandangan Arka kembali pada Leanna. Gadis itu terlihat sedang memungut sebuah botol susu yang terjatuh, lalu mengembalikannya kepada seorang ibu muda yang tengah kerepotan dengan bayinya. Lalu, dengan semua barang yang dibawanya, Leanna terlihat buru-buru menyusul langkah kaki seorang pria.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang