CHAPTER EMPAT PULUH LIMA

157 30 8
                                    

"Lo sengaja deketin Lea, untuk bahan penelitian aja kan? Gue bilang begitu supaya lo punya peluang untuk memperbaiki semuanya sama Laura."

Sindy tak bisa menghilangkan kalimat-kalimat yang ia dengar beberapa menit lalu di apartemen Leanna tinggal. Ia memegangi keningnya yang terasa pening. Apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Sayang kamu gak enak badan?" tanya Heri menyadari gelagat gelisah dari calon istrinya sejak keluar dari gedung apartemen. Tapi seperti biasanya setiap kali wanita ini merasa sedang bad mood, ia hanya menggeleng tanpa menyahut.

"Ini kita mau langsung pulang ke Bogor atau mau jalan-jalan dulu?" tanya Heri.

Lagi-lagi Sindy hanya diam, meskipun sejak tadi ia mendengarkan apa yang Heri tanyakan. Kali ini ia terlihat sedang mempertimbangkan sesuatu.

"Kita langsung pulang ke Bogor aja ya kalau gitu."

"Balik lagi ke apartemen tadi."

"Apa? Ini kamu serius? Kita udah setengah jalan lho."

"Kita masih di Jakarta, Her. Udah balik dulu ke sana sekarang," tukas Sindy sekali lagi. Dan mau bagaimana lagi, Heri harus memutar laju mobilnya kembali ke jalanan menuju apartemen yang baru saja mereka datangi.

***

Andreas benar-benar merasa serba salah. Jika ia tahu kalau Leanna sejak tadi ada di kamarnya, mungkin ia tak akan mengatakan hal tadi segamblang itu. Daniel mengatakan kalau Leanna sedang menemui adiknya di luar, maka dari itu Andreas berani mengejar Daniel sampai ke apartemen untuk menjelaskan mengenai pertemuannya dengan Laura sebelum perempuan itu kembali ke Amerika.

Dibanding reaksi Leanna yang jelas terlihat sangat marah dengannya dan Daniel hingga tak mau keluar kamar, Andreas juga terkejut dengan reaksi Daniel yang terlihat sangat terpengaruh dengan kejadian ini. Bahkan dirinya sampai terkena serangan tidur. Padahal, sebelumnya Daniel sudah tahu bagaimana respon Leanna ketika mengetahui apa yang dilakukan mereka selama ini. Tapi kenapa sekarang Daniel kelihatan paling shock?

Sekarang, Daniel sudah bangun dari tidur yang tidak dikehendakinya tadi. Tapi ekspresi Daniel benar-benar menyeramkan. Ia berdiri di dekat jendela balkon kamarnya dengan pandangan kosong sementara kedua tangannya masih dimasukkan ke dalam saku celananya.

Meskipun tadi Daniel terang-terangan membenarkan semua tuduhan, Andreas bisa melihat pengakuan Daniel tadi begitu berat. Tapi dia pikir, Daniel akan mengelak dan mencoba mencari alasan setidaknya untuk menurunkan kemarahan dan kekecewaan Leanna padanya.

Di tengah keheningan yang tegang ini, tiba-tiba terdengar suara bel apartemen. Mau tak mau, harus Andreas yang harus membukakan pintu apartemen. Ia terkejut ketika melihat perempuan muda yang tadi keluar dari kamar Leanna, kini datang kembali dan langsung meringsek masuk ke apartemen.

"Kak Lea! Kak Lea!"

Layaknya seperti seorang penagih hutang, Sindy masuk sambil memanggil-manggil Leanna hingga membuat Andreas sedikit panik.

"Mbak..."

Sindy mengabaikan Andreas yang berusaha untuk menenangkannya. Ia terus menggedor pintu kamar Leanna sampai akhirnya Leanna membukakan pintu dan berjalan keluar. Bahkan Sindy refleks terdiam dari keributannya saat melihat Leanna yang keluar dalam keadaan kusut, wajahnya benar-benar sembab habis menangis. Andreas pun sama kagetnya dengan Sindy. Ia tak pernah tahu reaksi Leanna sampai sebegininya.

"Kak Lea cepetan beresin semua barang-barang, ikut aku pulang ke Bogor," titah Sindy dengan tegas.

"Tunggu, sebentar. Ini Daniel harus -"

"Kamu diem aja ya. Jangan ngomong apa-apa lagi sebelum aku makin hilang kesabaran," sergah Sindy menatap Andreas yang mau tak mau kembali diam daripada dirinya harus ribut dengan perempuan.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang