CHAPTER LIMA PULUH DUA

180 34 2
                                    

Sesuai yang direncanakan oleh kedua belah pihak keluarga, pernikahan Sindy dan Heri digelar di salah satu aula gedung Mattew Hotel Jakarta. Ada beberapa pendamping pengantin yang termasuk Leanna di dalamya. Mereka mengikuti gaya modern yang diambil oleh Sindy.

Pasangan pengantin tentu memakai gaun putih yang dipadukan dengan warna silver di beberapa lipatan jas Heri. Sementara Sindy memakai gaun off shoulder berbahan satin berlayer. Rambutnya ditata rapi dengan mahkota dan tudung pernikahan. Sementara para pendamping pernikahan mengenakan gaun maxi A-line berbahan satin berwarna silver.

Para tamu undangan didominasi dari keluarga Heru dan kakak-kakaknya dengan kolega-kolega bisnis serta karyawan yang datang silih berganti. Tugas Leanna sebagai pendamping Sindy sudah selesai, mereka hanya tinggal menyambut beberapa tamu yang datang saja.

“Yang sabar ya, Neng,” ujar salah salah satu tamu setelah menyalami Sebastian, Rita, dan kini berhenti di Leanna. Tamu undangan yang merupakan ibu-ibu itu mengelus-elus lengan Leanna penuh prihatin. Sementara Leanna hanya tersenyum kecil, meskipun sebenarnya dia sudah lelah menanggapi orang-orang yang selalu mengatakan kata sabar untuk nya dengan pandangan kasihan.

Bukannya Leanna tak bisa menjawab, hanya saja ia malas menanggapi. Toh tak ada gunanya juga menanggapi mereka satu persatu.

“Selamat ya, Mbak. Akhirnya nikahin juga anak perawannya,” ucap seorang perempuan bersanggul yang memakai kebaya modern berwarna emas setelah menyalami Sebastian dan juga Rita.

“Makasih sudah datang ya, Bu,” jawab Rita tersenyum lebar.

“Itu, kakaknya belum mau nyusul? Wah, kebalik nih.” Perempuan setengah baya itu melirik ke arah Leanna yang berdiri di sebelah Rita.

Mendengar hal itu, Rita ikut melirik ke arah Leanna, ia terlihat serba salah dengan situasi seperti ini.

“Apa belum punya calon? Kalau belum punya calon…”

“Sudah punya calon kok, Bu,” sergah Rita dengan cepat menoleh ke arah Daniel yang malah sibuk mengadakan jumpa penggemar dadakan dengan beberapa pembacanya yang ternyata merupakan pengusaha muda dan anak-anak dari para pengusaha yang datang itu.

“Daniel!” panggil Rita yang untungnya didengar oleh Daniel. Tentu saja, bukan hanya Daniel yang menoleh, tapi beberapa wanita yang sedang mengerumuni Daniel untuk meminta tanda tangan dan foto.

“Sini, Nak!”

Daniel segera berpamitan kepada perempuan-perempuan muda itu dengan sopan, lalu ia melangkahkan kakinya menghampiri Leanna dan calon mertuanya itu dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya.

“Ini calonnya Leanna. Sebentar lagi mau nikah juga, kok,” jawab Rita menarik Daniel agar berdiri di sebelah Leanna yang hanya menunduk sambil menutup wajahnya malu.

“Oh … Ini … calonnya. Tinggi ya, Bu.”

“Iya, dong. Udah tinggi, ganteng lagi. Makanya saya tenang aja,” jawab Rita tersenyum lebar-lebar.

“Oh iya, deh. Semoga cepat menyusul ya,” ucap perempuan itu tersenyum kepada Leanna yang tentu saja langsung dibalas senyum ramah dari Leanna. Lalu ketika perempuan itu berjalan pergi, Daniel menoleh pada Rita.

“Jadi sudah direstui kan, Bu?” tanya Daniel.

“Ya kalau kamu gak membawa orang tua ke hadapan saya. Jangan harap,” jawab Rita lalu melenggang pergi menghampiri Sindy dan besannya. Leanna melirik ke arah Daniel yang hanya tersenyum hambar. Kemudian dia menepuk lengan Daniel.

“Penggemarnya nungguin tuh, Pak,” sindir Leanna.

“Udah cukup dulu deh. Saya capek,” jawab Daniel.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang