CHAPTER TIGA PULUH DUA

160 35 9
                                    

"Biasanya saya gak pernah bawa sapu tangan, tapi karena lagi flu aja," ucap Daniel ketika Leanna sedang menghapus sisa air matanya di pipi.

Mendengar ucapan Daniel barusan, sontak Leanna segera melemparkan sapu tangan itu ke arah Daniel dengan raut wajah kesal. Tapi Daniel malah tertawa, tak menyangka Leanna akan percaya.

"Kamu ngapain sih ke sini? Malem-malem lagi. Kalau ada urusan di Bogor, kenapa perlu mampir dulu ke rumah saya?"

"Saya punya urusannya sama kamu."

"Kan bisa nanti aja kalau saya udah balik ke Jakarta. Atau telepon aja. Ngapain ke sini?" omel Leanna kesal karena Daniel harus melihat kejadian seperti tadi.

"Gak bisa."

"Oke. Ya udah kita ke Jakarta aja sekarang. Saya juga udah gak minat di sini. Saya hadir atau engga juga sama aja," jawab Leanna pelan.

"Percaya sama saya, kalau kamu gak ada di sini, mereka akan lebih parah membicarakan kamu," ucap Daniel memperingati. Leanna bukan tak tahu tentang hal itu, ia hanya merasa tak perduli karena sudah terlalu kesal dan muak berada di sini.

"Terus ada urusan apa Pak Daniel ke saya sebenernya?" tanya Leanna langsung pada intinya.

"Saya mau nemenin kamu di acara pertunangan adik kamu besok."

Leanna tertegun. Ia sampai menoleh ke arah Daniel dan menatapnya tak percaya.

"Jangan bercanda, Pak. Saya udah gak minat sama hal semacam itu," ucap Leanna kesal.

"Saya serius. Kamu malah menolak Arka ke sini."

"Saya udah bilang karena saya gak mau dia ditanya-tanya-"

"Dan saya gak masalah dengan hal itu kok."

"Saya yang ngerasa masalah," sergah Leanna dengan cepat.

Saat itu juga Daniel terdiam menatap Leanna yang kelihatan mencoba marah padanya.

"Tolong, hubungan kita sebatas atasan dan bawahan aja, Daniel. Kamu gak perlu membantu saya apapun termasuk ini. Apa yang akan terjadi pada saya besok itu bukan urusan kamu," ucap Leanna pelan.

Daniel menahan napasnya. Tanpa bicara apapun, Daniel berbalik menuju mobilnya.

"Lea?"

Daniel berhenti melangkah ketika melihat perempuan paruh baya yang berdiri tak jauh dari rumah Leanna. Daniel tak perlu menoleh, ke arah Leanna, karena perempuan itu sudah berjalan secepat kilat menghampiri wanita paruh baya itu.

"Nenek, kapan sampe nya? Sama siapa?" tanya Leanna buru-buru mengambil alih beberapa bingkisan yang dibawa oleh neneknya.

"Tadi Nenek dianter Om kamu, Lea. Nenek dengar dari Ibu mu, hari ini kamu pulang, makanya Nenek ke sini."

Perhatian perempuan paruh baya itu seketika beralih pada Daniel yang entah kenapa masih berdiri di sana seolah ada sesuatu yang menahannya.

"Kamu bawa teman sekarang ya?" tanya Nenek Leanna tersenyum ke arah Daniel.

Meskipun sedang kesal, melihat senyum hangat dari nenek Leanna tentu saja membuatnya membalas senyum itu dengan sopan.

"Oh iya, ini ... Temen Lea dari Jakarta, Nek.. Sebenernya bos Lea, tapi ... Udah kaya temen," jawab Leanna gelagapan. Ia bingung harus mengenalkan Daniel atau tidak. Ia bingung juga harus mengenalkan Daniel sebagai apa.

"Daniel, Nek." Daniel memperkenalkan namanya ketika nenek Leanna ini kembali tersenyum kepadanya seolah menyambutnya.

"Ya ampun, tinggi sekali kamu, Nak. Berapa tinggi kamu?" tanya nenek Leanna.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang