CHAPTER DUA PULUH TUJUH

158 28 0
                                    

Meskipun sudah sebelas tahun berlalu, Leanna tak bisa melupakan kejadian paling mengesankan dalam hidupnya. Dulu saat SMA, ketika Leanna masih bingung ingin melangkah kemana setelah lulus, tanpa sadar ia terpisah dari rombongan anak-anak sekelasnya yang sedang karya wisata ke Kota Tua Jakarta. 

Sialnya, saat itu Leanna tak memiliki uang yang cukup dan pulsa ponselnya habis. Lebih tepatnya karena memang Leanna jarang sekali mengisi pulsa. Ia berniat untuk meminjam ponsel para orang-orang yang lewat, tapi ia benar-benar tak memiliki keberanian untuk itu. 

Kemudian langkah Leanna berhenti di depan sebuah toko roti dengan bangunan mirip seperti toko-toko di Eropa. Kaca besar, pintu kayu dengan kaca di bagian tengahnya, lalu melalui kaca besar itu, Leanna bisa melihat rak-rak berisi berbagai macam roti. Leanna sampai tertegun melihatnya. Dan di sanalah ia bertemu dengan seorang turis. Laki-laki bertubuh tinggi yang memakai celana jeans, kaus putih dan menenteng jaketnya sementara sebuah kamera menggantung di lehernya. Laki-laki yang membawanya masuk ke dalam dan berbicara bahasa Inggris dan dicampur bahasa Prancis.

Tapi, saat ini, meskipun berada di situasi yang sama, Leanna ragu kalau orang dalam masa lalunya adalah Daniel. Ia memang tak mengingat wajah orang itu, tapi ia menolak kalau Daniel adalah orangnya. Turis yang menolongnya itu sangat baik, cara bicaranya lembut dan memiliki senyum yang sangat manis. Berbanding terbalik dengan Daniel yang semena-mena, cara bicaranya ketus, sering menyindir. bahkan jarang tersenyum. Yah, walaupun Leanna akui belakangan ini Daniel lebih melunak padanya. Mungkin karena mereka lebih dekat sebagai bos dan asisten.

Tapi bagaimana jika Daniel memang orangnya? Apakah penilaian Leanna akan otomatis berubah pada Daniel? Tidak mungkin!

"Belum pernah ada pembeli yang memakan roti milik toko John dengan ekspresi kaya begitu," tegur Daniel memperhatikan Leanna yang sejak tadi hanya diam sambil menatap kosong ke depan dengan dahi yang mengeriyit.

"Serius? Apa menurut kamu rotinya gak enak? Apa kamu beneran seorang chef?" sindir Daniel terlihat tak terima jika memang Leanna tak menikmati roti dari toko favorit-nya ini.

"Ini enak banget. Kamu gak tahu ya kalau saya sering beli di toko ini?" sahut Leanna dengan cepat. Ia berusaha keras untuk melupakan pikirannya sejenak. Meskipun rasanya kepala Leanna ditekan-tekan oleh rasa penasaran.

"Oh ya? Bagus kalau gitu, seenggaknya kita punya kesamaan di sini."

Leanna mengunyah rotinya pelan-pelan, lalu ia sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Daniel yang sedang memandang keluar jendela toko. 

"Daniel... Kamu ... Baru tinggal di Indonesia delapan tahun yang lalu kan?" tanya Leanna dengan hati-hati.

"Kamu nanya itu lagi. Saya emang baru tinggal di sini sekitar delapan tahun yang lalu."

"Berarti, sebelas tahun lalu... Waktu umur kamu, dua puluh dua, kamu masih kuliah di Amerika, kan?" tanya Leanna sekali lagi. 

Kali ini Daniel menaruh cup kopinya dan menatap Leanna curiga. 

"Kenapa nanya-nanya?"

Leanna mengatupkan bibirnya kemudian buru-buru menggelengkan kepalanya. 

"Sejauh ini, baru toko ini yang menurut saya punya roti dengan ciri khas Eropa paling kental di sini."

"Bener banget. Harum roti emang gak pernah bohong sih. Apalagi croissant di sini enak banget. Baguette nya juga punya bentuk yang cantik dan tekstur yang bagus. Sebenernya banyak sih roti di sini yang enak. Tapi menurut kamu, mungkin gak sih John's Bakery bikin makanan tradisional? Saya denger mereka mau bikin kue-kue tradisional juga."

Daniel terdiam sejenak. Ia benar-benar kewalahan mendengar ocehan Leanna, seolah gadis ini tak bernapas dalam setiap kalimat yang diucapkannya.

"Croissant, baguette, beberapa roti Prancis lainnya. Sejak kapan kamu tertarik dengan roti-roti Eropa?" tanya Daniel mengabaikan topik Leanna yang membahas rencana kue tradisional John's Bakery.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang