CHAPTER TUJUH BELAS

192 33 9
                                    

"Laki-laki itu sama sekali gak menghargai hubungan kalian, bahkan diri kamu sendiri..."

"Bagaimana bisa laki-laki yang semula bersikukuh kalau dirinya bukanlah tipe orang yang akan mudah jatuh cinta apalagi berkomitmen, tiba-tiba menikah?"

"Dari caranya yang gak mengundang kamu, sudah jelas sebenarnya dia menyadari kesalahan apa yang pernah dia perbuat ke kamu, Lea. Tapi apakah hal itu bisa mengubah rasa sakit hati kamu? Kamu hanya membutuhkan bantuan dia, tapi dia malah pergi meninggalkan kamu."

Leanna merasa kepalanya pusing, kedua matanya berat, semua kalimat-kalimat mengganggu itu seolah terus berputar di kepalanya. Napasnya terasa lega ketika ia merasakan nyamannya ranjang yang ia tiduri. 

Leanna membuka matanya susah payah dan baru menyadari kalau ada bau alkohol di sekitarnya. Kemudian ia melotot saat menyadari saat ini ia sedang ada di kamar orang lain. Ia berada di kamar ...

"Astaga!" 

Leanna hampir meloncat dari tempat tidur ketika melihat sosok yang ternyata sejak tadi berbaring di sebelahnya berbalik ke arahnya.

"Sudah bangun?" tanya Daniel Kim sukses membuat Leanna segera meloncat dari ranjang Daniel ke lantai. Ia masih sedikit sempoyongan untuk bisa berdiri tegak. Meskipun begitu, Leanna berusaha mengendalikan dirinya. Dengan linglung, Leanna menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan lalu merapikan kaus oversize yang dipakainya.

"Kenapa ..." Leanna menelan ludahnya lalu meralat pertanyaannya, "apa saya datang ke sini saat mabuk?"

"Ya. Sudah jelas bukan? Ini adalah kamar saya. Kamu menghampiri saya tengah malam tahu?" tukas Daniel Kim.

"Maaf," ucap Leanna lemah.

Daniel menghela napas, meskipun wajahnya masih kelihatan ketus, ia beranjak juga dari ranjang. 

"Duduklah," ucapnya sambil menggiring tubuh linglung Leanna duduk di pinggir tempat tidur.

"Sebaiknya saya ke kamar -"

"Saya tahu, kamu bukan pemabuk. Seharusnya satu aspirin aja sudah cukup," sergah Daniel meraih gelas air mineral di meja desk nya lalu menyodorkan kepada Leanna bersamaan dengan sebutir obat.

Leanna mengambil obat tersebut dengan hati-hati, lalu meminumnya perlahan. Begitu air mineral memasuki mulutnya, Leanna sudah cukup merasa lega. 

"Apa kamu ingat semalam baru aja mencium saya?" tanya Daniel sontak membuat Leanna yang baru saja merasa lega itu tiba-tiba terbatuk-batuk, tersedak karena keterkejutannya.

"Apa kamu selalu melakukan itu setiap mabuk? Mencium orang?" 

"Maaf, maaf Daniel. Saya ..." Leanna memegangi keningnya yang terasa berdenyut. Sial sekali dirinya. Kenapa juga ia sampai kelepasan hanya karena emosi sesaatnya.

"Yah, gak apa-apa. Saya gak tahu seberapa banyak tekanan yang lagi kamu alami. Sampai layar TV saya juga harus jadi korban."

"Layar TV?"

Daniel menganggukkan kepala sambil mengulum bibirnya dan melipat kedua tangannya di depan dada. Sementara Leanna menggigit bibirnya frustrasi atas segala kekacauan yang dibuatnya.

"Tolong, potong aja dari gaji saya," ucap Leanna memelas.

"Saya bukan orang yang kaya begitu. Tenang aja." jawab Daniel tersenyum. Leanna bahkan sampai menyipitkan matanya mengira dirinya masih mabuk karena melihat reaksi semacam ini.

"Kalau kamu sudah bisa berjalan sendiri, silakan kembali ke kamar kamu. Mandi dan istirahat saja. Hari ini kamu gak perlu bekerja," ucap Daniel lagi-lagi membuat Leanna tertegun bingung.

Sunshine in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang