Raja kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celana setelah menutup telepon dari Gani. Perasaannya terasa ingin meledak saat bicara dengan pria itu. Ia ingin sekali mencaci maki Gani karena telah menceritakan banyak kebohongan tentang Ziva selama ini kepadanya, hanya demi membenarkan perbuatan perselingkuhannya dengan Rere. Selama ini Raja tidak pernah tahu kalau Gani berselingkuh di belakang Ziva, namun Gani terlalu sering mengungkapkan kekesalannya terhadap Ziva di depan Raja sehingga Raja berpikir Ziva adalah pihak yang salah. Tapi semua penilaian itu berubah saat Raja ada di dekat Ziva selama beberapa jam terakhir. Ziva tidak pernah mencoba membuat Raja berpihak kepadanya. Ziva tidak pernah macam-macam saat berada jauh dari rumahnya untuk bekerja. Bahkan Raja justru sangat terkejut setelah melihat isi pesan dari Ayah Ziva tadi pagi, serta penjelasan dari Tari tentang wanita itu. Semuanya membuat Raja merasa marah terhadap Gani dan semakin malas meladeninya.
PUK!Satu tepukan mendarat di bahu Raja dan membuatnya berbalik. Wajah Ziva terlihat jelas olehnya karena jarak mereka tidak terlalu jauh.
"Kamu ngapain sih sampai naik ke atas bukit begini, Ja? Aku capek tahu nyusulin kamu," ujar Ziva, dengan nafas sedikit terengah-engah.
"Astaghfirullah. Maaf, ya. Aku ... aku tadi harus terima telepon dan enggak mau didengar oleh yang lain. Aku enggak enak kalau harus terima telepon saat sedang bekerja," jelas Raja, memberi alasan yang tidak akan dicurigai oleh Ziva.
"Memangnya kenapa kalau didengar oleh yang lain? Kamu malu? Memang yang telepon kamu barusan itu pacarmu atau siapa?" tanya Ziva.
"Teman, Ziv. Aku enggak punya pacar. Aku belum menemukan orang yang tepat, dan kalau bisa kutemukan, aku enggak mau pacaran sama dia. Aku maunya langsung nikah," jawab Raja.
"Wah ... berat itu, Ja. Kamu tahu sendiri 'kan, kalau zaman sekarang itu wanita lebih ingin berpacaran dulu daripada langsung menikah. Wanita yang kamu cari itu jelas langka keberadaanya," ujar Ziva, sambil menarik lengan jaket milik Raja agar pria itu bisa segera turun dari bukit bersamanya.
Raja mengikuti langkah Ziva yang kini tampak seperti sedang menuntun tangannya--jika ada yang memperhatikan.
"Kamu sendiri bagaimana? Mau pacaran lagi setelah hubunganmu selesai dengan Gani?" tanya Raja.
"Enggak. Aku mau menikmati hidup. Kalaupun aku akan punya hubungan lagi dengan lawan jenis, semoga saja bukan hubungan seperti berpacaran. Mungkin langsung menikah seperti yang kamu cetuskan tadi adalah jalan terbaik, jadi aku akan mengikutinya," jawab Ziva.
"Berarti wanita yang mau langsung diajak menikah enggak langka-langka amat dong, ya? Partner kerjaku saja tampaknya juga setuju untuk langsung menikah, jika sudah menemukan pasangan yang tepat," ujar Raja, sambil berupaya menahan senyum.
"Hm ... iya deh, iya. Wanita yang kamu inginkan untuk langsung dinikahi enggak langka-langka amat. Aku mengalah saja, soalnya kamu belum tentu mau kuajak berdebat seperti Mika atau Rasyid," tanggap Ziva.
"Mau kok. Aku mau ikut berdebat kalau kamu mau mendebat pendapatku. Jangan beda-bedain gitu, dong. Aku ini juga bisa berdebat seperti Mika dan Rasyid," protes Raja.
Ziva pun tertawa pelan saat mendengar isi protes yang Raja layangkan.
"Enggak ah, enggak mau. Aku cukup punya dua musuh saja di dalam tim ini. Aku enggak mau nambah musuh baru," tolak Ziva, jujur.
Mila--Ibu kandung Ziva--sedang bicara di telepon dengan Suaminya sambil mengamati keadaan di luar. Sejak pagi Arlita dan Tomi tampak menunggu di depan pagar rumah mereka. Mereka memaksa ingin bertemu, karena mereka ingin sekali kembali membicarakan mengenai hubungan antara Gani dan Ziva. Sayangnya, Mila tidak mau keluar dan melarang keras para satpam untuk membukakan pagar.
"Tenang saja, Bu. Mereka tidak akan sampai bertingkah anarkis hanya demi bisa masuk ke rumah kita. Ayah akan pulang sebentar lagi dari kantor dan akan meminta mereka pergi. Ibu bersabar saja di dalam rumah. Jangan ke mana-mana dan santai saja. Teleponlah Ziva jika Ibu butuh teman curhat," saran Faris--Ayah kandung Ziva.
"Ziva lagi kerja, Ayah. Ibu enggak mau ganggu pekerjaannya. Dia harus banyak konsentrasi kalau sedang bekerja, jadi Ibu enggak mau telepon," sahut Mila.
"Ya, sudah. Kalau begitu Ayah tutup dulu teleponnya. Ini Ayah sudah mau jalan bersama Pak Gino menuju ke rumah."
"Ya, sudah. Hati-hati di jalan ya, Yah. Jangan lupa berdoa. Assalamu'alaikum."
"Iya, Bu. Wa'alaikumsalam," sahut Faris.
Mila kembali menatap ke arah luar jendela dan melihat kalau Arlita sedang kembali mencoba bicara dengan satpam untuk membukakan pagar. Mila hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat tahu dari mana asal sifat yang dimiliki oleh Gani.
"Ibu dan anak kok sama saja. Sama-sama hobi memaksakan keinginannya sendiri. Sudah tahu anaknya salah, bukannya mendidik anaknya di rumah malah mencoba memaksa ingin menyatukan kembali Gani dan Ziva. Benar-benar tidak punya malu," gumam Mila, merasa miris.
Ponsel milik Mila mendadak bergetar tak lama kemudian. Mila mendadak senang saat melihat pesan masuk dari Ziva. Ia segera membuka pesan itu dan membacanya.
PUTRIKU
Assalamu'alaikum, Ibu. Ibu sedang apa? Apakah Ibu sudah shalat, sudah makan, dan sudah beristirahat? Aku saat ini ada di Surabaya, tepatnya di Desa Gebang, Sidoarjo. Aku sedang istirahat makan siang bersama yang lainnya. Pekerjaanku jauh lebih mudah sekarang, setelah Raja menjadi partnerku yang baru. Ibu ingat Raja, 'kan? Ibu juga bertemu dengan Ibunya Raja semalam, di pesta pertunangan Rere dan Gani. Tante Retno itu baik sekali, aku dekat sama dia sudah lama karena kami pernah tidak sengaja bertemu pada sebuah acara, jauh sebelum aku memiliki hubungan dengan Gani.Setelah membaca pesan itu, Mila pun kembali teringat dengan Retno yang semalam sempat mengobrol cukup lama dengannya, setelah Ziva dan Raja pergi dari pesta pertunangan Rere. Ziva jelas benar, kalau Retno adalah orang yang sangat baik. Bahkan jika bukan karena Retno, mungkin saat ini Gani akan menjadi korban yang menerima jebakan dari Rere.
"Aku jadi ingin mengobrol lebih banyak dengan Ibunya Raja. Mungkin akan lebih baik kalau aku pergi menemuinya setelah Suamiku pulang. Kalau begitu aku akan siap-siap dulu sekarang," cetus Mila yang kemudian beranjak menuju kamarnya sambil membalas pesan dari Ziva.
Mila jelas merasa bersemangat, karena dirinya akan bertemu dengan orang baru yang sudah dikenal baik oleh putrinya. Bagi Mila, penilaian Ziva terhadap seseorang tidak pernah salah. Bahkan dulu saat Ziva didorong untuk mengenal Gani lebih dekat pun, Ziva sudah sering mengatakan 'agak kurang nyaman' saat bersama dengan laki-laki itu. Sayangnya, hal itu benar-benar terlambat disadari oleh Mila ataupun Faris. Sehingga akhirnya Ziva harus berkubang dalam hal-hal yang menyakitkan.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BERAS KUNING
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 1 Ziva adalah seseorang yang selalu merahasiakan pekerjaannya, karena selama ini dirinya bekerja untuk membantu orang-orang yang terkena teluh dari berbagai kalangan. Diremehkan oleh anggota keluarga dari pihak A...