10 | Terbuka

2.1K 187 5
                                    

Air yang tadi dibawakan oleh beberapa warga Desa Gebang kini telah selesai didoakan. Tugas selanjutnya adalah menyirami air itu ke sekeliling rumah warga yang saat ini menjadi target teluh beras kuning. Mereka kembali membagi diri menjadi tiga kelompok seperti sebelumnya. Namun kali ini mereka sudah kembali berkelompok dengan partner yang ditentukan sejak awal. Raja merasa lega karena hal itu. Ia akhirnya kembali menjadi partner untuk Ziva, sehingga bisa kembali mengamati Ziva dari dekat.


"Aku serius loh, Ziv. Kamu boleh kok kalau mau sesekali berdebat denganku. Aku enggak mau kamu membeda-bedakan aku dengan Rasyid atau Mika," ujar Raja, saat mereka baru tiba pada salah satu rumah warga yang akan mereka beri pertahanan tambahan.

Ziva kembali tertawa pelan.

"Ja, aku juga serius soal enggak mau menambah musuh. Memiliki musuh seperti Rasyid dan Mika saja sudah membuat aku pusing. Entah bagaimana jadinya jika aku menjadikan kamu sebagai musuhku juga dan sering kuajak berdebat. Pasti Rasyid dan Mika akan ada dipihakmu untuk membuatku terpojok setiap saat," sahut Ziva.

"Kalau aku dan kamu berdebat, aku akan meminta mereka untuk tidak ikut campur. Bagaimana? Setuju?" tawar Raja.

Ziva pun menatap ke arah Raja dengan senyum yang masih saja mengembang di bibirnya sejak tadi.

"Memangnya kamu mau memperdebatkan apa sama aku? Kok sepertinya kamu ingin sekali ada perdebatan di antara kita," selidik Ziva.

"Hal-hal random. Pilihan makanan misalnya, pilihan tempat favorit. Terserah ... yang penting sesekali aku ingin berdebat denganmu."

Ziva pun kemudian terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. Raja masih memperhatikannya dan sangat ingin tahu bagaimana reaksi Ziva selanjutnya.

"Ayo, cepat kita selesaikan tugas kali ini. Yang lain pasti sudah hampir menyelesaikan tugas mereka," ajak Ziva, yang tampak tak ingin berlarut-larut dalam pembicaraan konyol bersama Raja.

Raja pun segera memenuhi ajakan itu. Mereka berdua membagi tugas. Ziva menyiram air itu ke sekeliling rumah sebelah kanan, sementara Raja ke sekeliling rumah sebelah kiri. Mereka menuang air tadi hingga benar-benar rata dan bertemu lagi tepat di bagian belakang rumah. Setelah selesai, mereka pun beranjak dari rumah itu untuk berkumpul lagi dengan yang lainnya di depan rumah Pak RT.

"Untuk saat ini, kami sudah memaksimalkan pertahanan untuk para warga yang menjadi target dari si pengirim teluh beras kuning itu, Pak RT. Kami akan kembali ke penginapan dulu sore ini untuk mandi dan shalat ashar. Ba'da ashar kami akan ke sini lagi dan menetap sampai malam. Kami akan berpatroli bersama Bapak dan juga beberapa warga yang siap," ujar Tari.

"Alhamdulillah kalau begitu. Matur nuwun untuk Mbak-mbaknya dan Mas-masnya karena telah bersedia membantu warga di desa ini. Kami akan menunggu kedatangan Mbak-mbaknya dan Mas-masnya lagi ke sini ba'da ashar nanti," tanggap Pak RT.

Setelah berpamitan, mereka berenam pun kembali ke penginapan bersama-sama. Tari, Rasyid, Mika, dan Hani diantar oleh warga, sementara Raja dan Ziva kembali dengan motor sewaan yang sejak pagi mereka pakai. Hani membeli siomay pada gerobak yang sedang mangkal di depan penginapan ketika baru tiba. Mika dan Tari pun ikut-ikutan membeli, padahal mereka tidak benar-benar ingin makan sore itu.

"Kamu enggak mau beli siomay juga?" tanya Raja.

"Enggak, Ja. Aku masih kenyang," jawab Ziva.

"Kamu tadi makan sedikit banget loh, Ziv. Apa enggak lemas kamu makan cuma setengah piring seperti tadi siang?"

Ziva pun berhenti melangkah, lalu memutuskan kembali menoleh ke arah Raja yang masih berdiri di dekat motor.

"Kamu memperhatikan aku?" tanya Ziva.

Raja pun terdiam saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Ziva. Diamnya Raja membuat Ziva mendadak kepikiran tentang teman yang menelepon pria itu, tadi. Raja sampai harus menyingkir ke atas bukit hanya untuk membuat orang lain tidak mendengar pembicaraannya. Ziva pun kembali mendekat ke arah Raja dan berdiri tepat di hadapannya.

"Yang telepon kamu tadi itu ... Gani?" tebak Ziva, dengan suara yang pelan.

Ziva jelas tidak mau ada yang tahu bahwa Raja adalah teman dekat Gani. Lingkungan kerja mereka akan menjadi tidak sehat jika ada sedikit saja yang saling mencurigai.

"Mm ... yang meneleponku tadi memang Gani. Tapi demi Allah, itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan aku yang memperhatikan dirimu sejak semalam. Bahkan pembicaraanku dengan Gani tadi tidak berjalan mulus seperti biasanya. Ada ketegangan di antara kami, sehingga telepon itu harus terputus dengan cepat," jawab Raja, jujur.

Ziva pun mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Terima kasih karena telah menjawab dengan jujur. Saranku, jangan terlalu terbawa emosi. Kamu teman baiknya. Dia butuh kamu saat ini agar tidak tersesat, setelah apa yang Rere perbuat kepadanya dan membuatnya hampir terjebak," ujar Ziva.

Raja kembali mengamati Ziva selama beberapa saat dalam diamnya.

"Kamu masih peduli padanya? Maksudku ... pada Gani?" tanya Raja.

Ziva tersenyum seraya menggeleng pelan.

"Dia sudah jadi masa laluku dan aku tidak perlu lagi peduli kepadanya. Aku bicara seperti yang kamu dengar barusan bukan berarti aku masih peduli padanya. Aku peduli padamu. Aku tidak mau kamu kehilangan seorang teman yang sudah begitu dekat seperti Gani. Meskipun dia sering ... salah jalan. Tapi setidaknya dia bukanlah teman yang sering menjerumuskan temannya sendiri untuk berjalan ke jalan yang dia pilih. Dia butuh dipandu untuk selalu kembali ke tempatnya semula dan aku rasa, kamu adalah orang yang tepat untuk memandunya agar tetap berjalan di tempat yang benar," jelas Ziva.

Mereka pun kemudian sama-sama terdiam dan tak lagi membahas tentang Gani. Topik pembicaraan yang mengarah pada Gani tampaknya sudah habis, sehingga tidak bisa dilanjutkan.

"Kamu yakin, tidak mau makan siomay?" tanya Raja, sekali lagi.

Ziva pun menatap ke arah gerobak siomay yang masih menjadi tempat berkumpulnya Tari, Rasyid, Mika, dan Hani saat itu. Niatnya yang ingin segera mandi sore tampak sudah menguap entah ke mana, setelah mengobrol dengan Raja barusan.

"Oke, aku mungkin mau mencobanya sedikit," jawab Ziva, yang telah berubah pikiran.

Ziva dan Raja pun berjalan bersama menuju ke arah gerobak penjual siomay.

"Aku suka makan siomay yang banyak parenya. Kalau kamu?" Raja ingin tahu.

"Jangan pakai tahu. Aku kurang suka kalau ada tahu pada siomayku. Selebihnya, aku suka semua."

"Aku juga enggak suka tahu jika akan makan siomay. Tampaknya selera kita sama," sahut Raja.

"Hm ... aku enggak akan mendebatmu soal itu. Tampaknya selera kita memang sama," balas Ziva.

"Aku kepengen sekali-kali berdebat denganmu, Ziv. Ayolah, ajak aku berdebat," mohon Raja.

Nyatanya ketika mereka tiba di penjual siomay yang dituju, mulut keduanya justru malah terkunci dan sama sekali tidak mengatakan apa pun. Keduanya terlalu malu untuk memulai perdebatan di depan keempat rekan kerja mereka.

* * *

TELUH BERAS KUNINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang