Gino menghentikan mobil tepat di depan gerbang rumah Keluarga Adinata. Empat orang satpam yang berjaga dari bagian dalam dengan kompak keluar dari gerbang yang sejak tadi mereka kunci rapat, untuk mendampingi Faris yang akan bicara dengan Tomi dan Arlita Jatmiko--yang masih saja berharap akan dibukakan pagar oleh Mila. Faris keluar dari mobilnya dan langsung menatap ke arah Tomi dan Arlita dengan ramah seperti biasanya.
"Assalamu'alaikum, Pak Tomi ... Bu Arlita ...." sapa Faris. "Apakah ada hal yang bisa aku bantu, sehingga kalian berdua datang ke sini?""Wa'alaikumsalam, Pak Faris. Kami berdua datang ke sini karena ingin membicarakan soal kesalahan Gani terhadap Ziva. Kami ...."
"Ah, soal itu," potong Faris dengan cepat. "Ziva sudah sepenuhnya memaafkan Gani. Dia sudah menyampaikan sendiri hal itu kepadaku dan juga Istriku."
Tomi dan Arlita pun tampak sangat lega setelah mendengar apa yang Ziva sampaikan kepada kedua orangtuanya.
"Tapi, Ziva juga mengatakan bahwa dirinya tidak akan pernah mau kembali lagi memiliki hubungan dengan Gani. Meski dia sudah memaafkan Gani, tapi tidak akan pernah ada kesempatan kedua untuk Gani. Jadi ... mohon pengertiannya, Pak Tomi ... Bu Arlita ... tolong jauhi Putriku dan jangan pernah lagi menghubunginya. Katakan juga hal itu pada Gani, karena Ziva saat ini merasa terganggu dengan telepon dari Gani yang terus saja masuk ke ponselnya saat dia sedang bekerja."
Faris memperlihatkan pesan yang dikirim oleh Ziva beberapa jam lalu kepada Tomi dan Arlita. Keputusan Ziva sudah final. Wanita itu tidak akan lagi mengubah keputusannya, meskipun banyak orang yang mencoba mempengaruhi dirinya. Itulah yang sebenarnya sangat disukai oleh Tomi dan Arlita sehingga berharap bahwa Ziva akan menjadi menantu mereka.
"Aku harus istirahat. Pekerjaan di kantor hari ini rasanya cukup melelahkan. Aku akan masuk setelah kalian berdua pulang," ujar Faris, mengusir secara halus.
"Baik, Pak Faris. Kalau begitu kami permisi dulu. Salam untuk Istri anda," pamit Arlita.
"Assalamu'alaikum, Pak Faris."
"Wa'alaikumsalam, Pak Tomi."
Setelah Tomi dan Arlita benar-benar pergi dari depan gerbang rumah Keluarga Adinata, Faris pun kembali masuk ke mobilnya dan membiarkan Pak Gino mengantarnya sampai ke halaman depan rumah. Mila tampak sudah siap akan pergi, ketika keluar dari rumah. Faris menatapnya seraya tersenyum dan memeluknya dengan sangat erat.
"Assalamu'alaikum, Cintaku," sapa Faris.
"Wa'alaikumsalam, Belahan jiwaku," balas Mila dengan sangat mesra.
"Ibu kok cantik sekali? Mau pergi ke mana sore-sore begini?" tanya Faris.
"Ibu mau mengajak Ayah makan malam di luar, sekalian bertemu dengan Bu Retno, Ibunya Raja. Ayah masih ingat dengan Bu Retno, 'kan?" Mila ingin mengonfirmasi.
"Mana mungkin Ayah lupa siapa itu Bu Retno. Semalam Putranya yang bernama Raja berhasil menculik Putri kita dari tengah kekacauan, meski alasan penculikan itu adalah untuk pergi bekerja," jawab Faris, sambil menahan tawa.
Mila justru sudah tidak tahan dan tertawa lepas saat suaminya menyebut 'penculikan' atas apa yang Raja lakukan untuk Ziva, semalam.
"Ayah ini ada-ada saja. Kenapa harus disebut penculikan, sih? Ziva semalam sama sekali tidak melawan loh, ketika Raja mengajaknya pergi dari tengah kekacauan pesta pertunangannya Gani dan Rere. Ziva pasrah sekali saat Raja mengajaknya pergi."
"Ya ... sama seperti pasrahnya Ibu ketika dulu Ayah mengajak Ibu pergi dari acara sekolah yang membosankan. Benar-benar sama persis," ungkit Faris, hingga Mila kembali tertawa lepas setelahnya.
Tomi dan Arlita yang masih dalam perjalanan menuju ke rumah mereka lebih banyak diam, setelah membaca pesan yang Ziva kirim kepada Ayahnya. Apa yang Ziva ungkapkan di dalam pesan itu sangat jelas menggambarkan betapa kecewa dan sakit hatinya wanita itu kepada Gani. Dan bagaimana pun caranya, mereka jelas tidak akan bisa menyembuhkan luka yang sudah terlanjur ditorehkan di hati Ziva oleh putra mereka sendiri.
"Aku benar-benar enggak bisa berkata apa-apa saat membaca pesan dari Ziva," ungkap Arlita, perlahan mulai menangis. "Dia masih bisa menulis kalimat sesopan itu meskipun hatinya sangat sakit saat ini. Padahal seharusnya dia sudah tidak perlu peduli dengan sopan santun, kalau perlu seharusnya dia mencaci maki agar lebih puas. Ya Allah, kenapa Putra kita sendiri harus sebodoh itu hingga meninggalkan seorang wanita baik-baik seperti Ziva? Kenapa?"
"Papa juga sudah tidak tahu mau bicara apa, Ma. Papa sendiri tidak paham dengan jalan pikiran Gani yang benar-benar bodoh. Bisa-bisanya dia tergoda dengan perempuan murahan seperti Rere, padahal di sampingnya ada wanita baik-baik yang selalu menjaga diri seperti Ziva. Mungkin pergaulannya di luar sana yang membuat dia memiliki pikiran yang rusak. Sejak Raja sibuk bekerja, Gani sudah tidak punya lagi teman dekat. Mungkin karena hal itu jugalah, Gani akhirnya bisa dipengaruhi dengan mudah oleh Rere dan teman-temannya yang lain. Kita harus berterima kasih pada Ibunya Raja. Bagaimana pun, dia adalah orang yang sudah membuat semua niat buruk Rere terhadap Gani terbongkar semalam," ujar Tomi.
"Ya, Papa benar. Kita harus berterima kasih kepada Ibunya Raja. Tanpa kesaksian dan bukti dari Ibunya Raja, maka Gani tidak akan lolos dari jebakan yang Rere buat," Arlita setuju.
Mobil yang Tomi kemudikan kini telah tiba di halaman rumah Keluarga Jatmiko. Gani keluar dari rumah dan menatap ke arah mobil milik kedua orangtuanya. Toni dan Arlita keluar dari mobil itu, Gani kini bisa melihat wajah Arlita yang basah akibat airmata.
"Ma ...."
"Diam kamu! Jangan bicara sama Mama sedikit pun! Mama kehilangan calon menantu yang baik gara-gara ulah kamu! Dasar anak tolol! Susah-susah dicarikan jodoh yang baik, malah kamu sia-siakan dan berselingkuh dengan pelacur macam Rere! Kalau bukan karena Ibunya Raja semalam, maka kamu jelas akan masuk ke dalam jebakan si pelacur itu!" murka Arlita.
Arlita kemudian masuk ke dalam rumah tanpa mau melihat wajah Gani lagi. Tomi menatap ke arah putranya dengan tatapan yang begitu datar.
"Kamu tidak usah berharap apa-apa lagi! Ziva sudah tidak mau memberikan kesempatan kedua untuk kamu! Dia sudah mengatakan hal itu secara langsung kepada Ayah dan Ibunya! Dia sudah memaafkan kamu, tapi tidak ingin kamu kembali ke dalam hidupnya! Bahkan Ayahnya Ziva sudah meminta secara langsung agar kita sekeluarga berhenti menemui dan menghubungi Ziva, terutama kamu, yang sudah mengganggu jam kerjanya melalui telepon! Sekarang minggir! Papa malas lihat wajah tololmu itu!" bentak Tomi.
Tubuh Gani rasanya sudah tak memiliki tenaga lagi, setelah mendengar semua yang dikatakan oleh kedua orangtuanya. Semuanya sudah berakhir, karena Ziva benar-benar sudah tidak mau lagi Gani masuk ke dalam hidupnya.
"Tidak, Ziva. Tidak akan berakhir seperti ini. Kamu akan menjadi milikku. Harus!" tegas Gani, membantin.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BERAS KUNING
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 1 Ziva adalah seseorang yang selalu merahasiakan pekerjaannya, karena selama ini dirinya bekerja untuk membantu orang-orang yang terkena teluh dari berbagai kalangan. Diremehkan oleh anggota keluarga dari pihak A...