27 | Penangkapan

1.8K 175 3
                                    

Heru segera keluar dari tempat persembunyiannya setelah mendapat tanda dari Mika, bahwa Mbah Sarjan kini sudah tidak akan bisa melawan lagi. Beberapa orang Polisi yang ikut bersama Heru saat itu segera meringkus Mbah Sarjan serta mengamankan keris yang tadi dipakainya untuk bertarung dengan Ziva dan Raja. Kedua tangan Mbah Sarjan kini diborgol agar tidak lagi bisa mengayunkan senjata apa pun kepada orang lain--seandainya saja masih ada senjata yang dia sembunyikan. Pak RT keluar dari halaman rumahnya dan menatap ke arah Mbah Sarjan. Mbah Sarjan kini balas menatap ke arah Pak RT dengan tatapan penuh dendam.


"Dasar pengkhianat!!! Kamu dan orangtuamu sama saja!!! Sama-sama pengkhianat!!! Kalian semua mengkhianati aku sejak dulu dan sekarang kalian bekerja sama untuk menyingkirkan aku!!!" teriak Mbah Sarjan.

Mika segera meminta Pak RT untuk mundur, agar Mbah Sarjan tidak perlu bicara banyak lagi saat akan diseret oleh Polisi. Pak Heru kini kembali terfokus pada Tari dan Rasyid, sementara Hani kini sedang memeriksa keadaan Wagiman, Tarjo, dan Mugi.

"Alhamdulillah, semua korban yang sakit sudah benar-benar sembuh," ujar Hani, melapor melalui earbuds yang masih tersambung pada ponsel yang lainnya.

"Menurut laporan dari anggota kami, alhamdulillah Pak Wagiman, Pak Tarjo, dan Pak Mugi sudah benar-benar sembuh. Berarti tugas kami sudah benar-benar selesai sampai di sini, Pak Heru," ujar Tari.

"Terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya, Mbak Tari ... Mas Rasyid ..." sambut Heru seraya menjabat tangan Tari dan Rasyid, "ini benar-benar pertama kalinya bagi saya menghadapi kasus yang sungguh tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tapi dengan adanya bantuan dari kalian, akhirnya kasus ini benar-benar bisa dituntaskan hingga ke akar-akarnya."

"Sama-sama, Pak Heru. Itu memang sudah tugas kami, ketika seseorang mempercayakan suatu kasus yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Kami hanya melakukan sesuatu yang memang sudah menjadi bagian dari pekerjaan kami," balas Rasyid, mewakili Tari.

Pak RT pun ikut menjabat tangan Rasyid dan Tari seperti yang Heru lakukan.

"Mbak Tari ... Mas Rasyid ... maaf kalau saya terkadang sering mempertanyakan kebenaran tentang sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata saya sendiri. Maaf juga kalau saya sempat meragukan penglihatan Mbak Ziva dan Mas Raja tentang makhluk yang mereka lihat. Saya bahkan bukan hanya melihat sendiri makhluk itu pada akhirnya, melainkan melihatnya bersama-sama dengan seluruh warga Desa Gebang. Saya mewakili semua warga yang ada di desa ini benar-benar mengucapkan rasa terima kasih yang besar atas bantuan kalian semua," ucap Pak RT, benar-benar tampak jauh lebih lega dari sebelumnya.

"Sama-sama, Pak RT. Kami maklum jika Pak RT atau para warga awalnya tidak percaya dengan makhluk yang dilihat oleh kedua orang anggota tim kami. Kami sudah sering melalui hal itu ketika menangani sebuah kasus. Kami tidak merasa tersinggung ataupun kesal. Hanya saja mohon dimaklum jika ada di antara kami yang terlihat seperti sedikit jengkel saat menghadapi hal itu. Pada saat itu terjadi, mungkin kami sedang merasa lelah setelah bekerja sejak pagi," jelas Tari.

"Iya, Mbak Tari. Saya juga maklum jika seperti itu. Sekali lagi, terima kasih banyak," ungkap Pak RT.

Raja membantu Ziva menyimpan kembali pedang jenawi ke dalam sarungnya. Ziva masih menatap ke arah Raja dan sedang mencoba untuk menyusun kata-kata yang baik, yang akan diucapkan kepada pria itu.

"Ja," panggil Ziva.

"Iya? Ada apa, Ziv? Apakah kaki dan lenganmu yang terkilir masih terasa sakit?" tanya Raja, tampak sangat khawatir.

"Enggak, Ja. Bukan itu yang mau aku bahas. Aku ... mau membahas soal pertolongan yang kamu lakukan tadi," ujar Ziva.

"M-hm, dan?"

"Saat aku bilang padamu, tolong bawa aku ke tempat drum berisi air yang sudah didoakan, maksudku saat itu adalah tolong papah aku sampai ke tempat drum itu berada. Bukan ... bukan artinya aku meminta gendong padamu, Ja," jelas Ziva, dengan wajah merah padam.

Raja pun akhirnya mengerti tentang apa yang membuat Ziva merasa sedikit kaku di sisinya.

"Tadi aku hanya berpikir bahwa kamu harus cepat sampai di tempat yang kamu tuju. Aku juga enggak kepikiran bahwa kamu minta dipapah. Pokoknya tadi otaku sudah tidak bisa diajak kerja sama. Aku kepikiran soal perlawan terhadap Mbah Sarjan sekaligus kepikiran soal kamu yang terbanting ke tanah keras sekali. Aku benar-benar tidak bisa konsentrasi menjelang akhir tadi. Ya ... mungkin juga karena aku sudah mulai sedikit kelelahan. Jadi ... maaf ya, nanti aku akan ingat-ingat kalau kamu jelas enggak mau aku gendong jika membutuhkan pertolongan," jelas Raja, agar Ziva tidak perlu salah paham kepadanya.

"I--iya, mari kita lupakan saja. Aku juga salah. Seharusnya aku tadi bilang yang jelas sama kamu kalau aku minta dipapah, bukan digendong ala pengantin baru," sahut Ziva, sambil memalingkan wajahnya agar Raja tidak perlu melihatnya menahan-nahan tawa akibat merasa malu.

Raja pun ikut berusaha menahan tawanya. Hani mendekat tak lama kemudian dan membantu Ziva untuk segera berkumpul dengan yang lainnya. Mbah Sarjan benar-benar dibawa oleh Polisi untuk menerima hukuman yang harus diterima oleh laki-laki itu. Tari kini kembali menatap seluruh anggota timnya, sebelum mereka kembali ke penginapan.

"Baiklah, langsung saja. Alhamdulillah pekerjaan kita di sini sudah selesai. Terima kasih atas kerjasama tim yang sangat solid hari ini. Terima kasih juga untuk Raja yang telah menjadi partner baru Ziva tanpa membuatnya kesusahan seperti yang sebelum-sebelumnya. Sekarang sebaiknya kita kembali ke penginapan untuk membersihkan diri, shalat isya, makan malam, dan juga beristirahat selama beberapa jam sebelum jadwal penerbangan ke Jakarta kita dapatkan," ujar Tari, memberikan penutupan dari pekerjaan mereka yang sudah selesai.

Mereka berenam pun segera beranjak dari Desa Gebang menuju ke penginapan. Raja kembali membonceng Ziva menggunakan motor sewaan, sementara yang lainnya kini diantar langsung oleh Heru menggunakan mobilnya.

"Gimana soal kaki dan tanganmu yang terkilir, Ziv?" tanya Raja.

"Sebentar lagi juga sembuh kok, Ja. Aku akan mandi air hangat saat tiba di penginapan dan berendam selama mungkin. Setelah itu aku akan pakai krim pereda sakit. Kalau aku tidur, biasa nanti rasa sakitnya akan segera hilang," jawab Ziva.

"Tapi kamu makan malam dulu ya, sebelum tidur. Jangan tidur dalam keadaan perut kosong. Aku enggak mau kamu sakit karena menahan lapar."

"Iya. Aku pasti akan keluar kamar untuk pergi makan malam di restoran yang ada di penginapan."

"Aku akan tunggu kamu keluar dari kamar, biar kita turun ke bawah sama-sama. Aku enggak mau kamu sendirian. Biar kamu tetap selalu aman," tambah Raja, dan tampak tidak ingin dibantah.

* * *

TELUH BERAS KUNINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang