Pak RT tampak kaget saat mendengar pertanyaan yang Ziva ajukan saat itu. Tari juga mendengarnya, sehingga membuatnya segera memfokuskan diri pada apa yang sedang dicari tahu oleh Ziva saat itu.
"Bapak tidak usah takut menjawab. Saya tidak akan menghakimi soal masalah pinjam-meminjam uang dari rentenir yang mungkin pernah menjadi praktik di Desa Gebang ini. Saya hanya butuh informasi tentang rentenir yang meminjam-minjamkan uangnya tersebut," jelas Ziva, agar Pak RT tidak ragu-ragu menjawab pertanyaannya."Tapi untuk apa juga kamu menanyakan mengenai hal itu pada Pak RT, Ziv?" tanya Tari.
Ziva menghela nafasnya selama beberapa saat, sebelum menjawab pertanyaan dari Tari.
"Makhluk yang aku dan Raja lihat tadi terlihat menjulurkan lidahnya sebelum akhirnya menghilang. Itu adalah satu ciri yang sangat aku kenali tentang makhluk peliharaan orang yang sering membungakan uang yang dia pinjamkan. Maka dari itulah aku langsung bertanya pada Pak RT. Aku mencurigai sesuatu dan untuk membuktikannya, aku harus pergi ke tempat orang itu jika memang ada di desa ini."
Pak RT pun jelas tak punya pilihan lain, selain mengungkapkan soal pernah adanya praktik pinjam-meminjam uang berbunga yang dulu menjadi kegiatan sehari-hari di Desa Gebang. Jika dirinya tidak menjawab pertanyaan Ziva, sudah jelas permasalahan teluh beras kuning itu tidak akan pernah bisa berakhir.
"Dulu, warga di Desa Gebang ini memang sering sekali meminjam uang pada rentenir, karena kebanyakan mereka membutuhkan modal untuk bertani dan berjualan di pasar. Satu-satunya rentenir yang terkenal di sini adalah Mbah Sarjan. Tapi praktik itu sudah berakhir lama sekali, Mbak. Penduduk mulai tahu kalau meminjam uang dari lintah darat itu hukumnya dosa besar. Mereka pelan-pelan mulai meninggalkan praktik pinjam-meminjam uang berbunga tersebut, dan membuka usaha-usaha mereka sendiri. Seperti lima orang yang jadi korban teluh beras kuning itu, dulunya orang tua mereka sering meminjam uang dari Mbah Sarjan. Tapi karena selalu terlilit hutang yang bunganya terus bertambah, orangtua mereka pun mulai meninggalkan hal itu pelan-pelan. Mbah Sarjan mulai tidak lagi dikenal di desa ini. Usaha pinjam-meminjam uang berbunga yang dia lakukan pun dengar-dengar tidak lagi selancar dulu. Karena sejak tahun dua ribu tiga sudah banyak Koperasi dan semakin ke sini banyak juga Bank konvensional yang bisa memberikan pinjaman tanpa agunan yang bunganya tidak terlalu besar," jelas Pak RT.
Ziva pun mengangguk-anggukkan kepalanya, setelah mendengar cerita dari Pak RT. Tari kini menatap ke arah Ziva dan tampak ingin tahu langkah selanjutnya yang akan diambil oleh sahabatnya tersebut.
"Bapak bisa antar saya ke rumah Mbah Sarjan itu?" tanya Ziva.
"Bisa, Mbak. Tapi ...." Pak RT terlihat ragu.
"Kita tidak akan benar-benar sampai di rumahnya, Pak. Kita mendekat saja ke lokasi rumahnya dan saya akan mengawasi rumah itu dari jauh," jelas Ziva.
"Baiklah kalau begitu. Mari saya antar sekarang juga ke lokasi tempat Mbah Sarjan tinggal," putus Pak RT.
Air yang tadi diminta oleh Ziva untuk dibawa ke halaman rumah ketiga korban yang tersisa sudah siap digunakan. Tiga buah tangga yang tadi Ziva minta pada Hani untuk dibawa juga telah tersedia di sana. Hani, Mika, Rasyid, Tari, dan Raja kini berkumpul kembali untuk membicarakan soal langkah selanjutnya bersama Ziva.
"Oke. Rasyid, Mika, dan Hani akan bertugas naik ke atap ketiga rumah korban. Air yang sudah didoakan itu harus disiram secara merata pada atap-atap tersebut. Tari akan mengawasi kalian seperti biasanya. Aku ada urusan dan akan ikut pergi bersama Pak RT," ujar Ziva.
"Oke, siap. Kita akan laksanakan hal itu sekarang juga," jawab Mika, mewakili Rasyid dan Hani.
Setelah empat orang itu beranjak menuju ke lokasi tugas masing-masing, Ziva pun menatap ke arah Raja yang masih berdiri di sampingnya.
"Ayo, kamu ikut denganku," ajak Ziva.
"Mau ke mana? Mereka mungkin butuh bantuan dari kita untuk menyiram atap-atap rumah itu," Raja merasa heran.
Ziva pun tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tadi katanya kamu enggak mau jauh-jauh dari aku. Katanya kamu mau terus ada di sisiku dalam keadaan apa pun karena kamu adalah partnerku. Ya sudah, kamu ikut saja membantu mereka. Aku ada urusan dengan Pak RT. Aku mau mendatangi rumah si pengirim teluh beras kuning itu," ujar Ziva, yang kemudian langsung melangkah pergi untuk menjauh dari Raja.
Dengan sigap Raja meraih lengan Ziva sehingga membuatnya benar-benar berhenti di tempat.
"Tunggu dulu, Ziv. Kamu itu benar-benar tidak pernah memberi jeda sama sekali ya, terhadap apa pun? Aku tadi tanya begitu karena butuh penjelasan. Aku 'kan enggak ikut bicara dengan Pak RT bersama kamu dan Tari. Dan aku memang benar-benar enggak mau jauh-jauh dari kamu, karena aku adalah partner kamu. Jadi sekarang aku akan ikut ke mana pun kamu pergi," jelas Raja.
"Ya sudah, ayo. Jangan ngomong terus, Ja. Ambil motor sewaan yang kita pakai tadi dan ikuti arah motornya Pak RT," pinta Ziva.
Raja pun bergegas mengambil motor sewaan yang dipakainya sejak pagi, lalu segera membonceng Ziva. Pak RT melajukan motornya mendahului laju motor yang Raja bawa. Mereka keluar dari gerbang Desa Gebang, lalu menyusuri jalan yang lebih kecil menuju ke sebuah rumah yang letaknya agak tersembunyi di luar Desa Gebang. Raja belum bertanya-tanya lebih lanjut soal ke mana mereka akan pergi. Ziva tampaknya sedang berkonsentrasi untuk mengawasi keadaan di sekitarnya selama perjalanan itu berlangsung. Hal itu bisa ia lihat melalui pantulan kaca spion motor yang sedang ia kemudikan.
"Hm ... hawanya sudah mulai berbeda," ujar Ziva.
"Ya, kamu benar. Rasanya sudah mulai lain saat kita memasuki kawasan ini," sahut Raja.
Pak RT menghentikan motornya, Raja pun ikut menghentikan motornya dan parkir di pinggiran jalan berbatu. Ziva turun dari motor dan langsung berjalan mendekat ke arah Pak RT.
"Itu rumahnya, Mbak. Saya cuma berani antar sampai di sini saja," ujar Pak RT, seraya menunjukkan sebuah rumah yang cukup besar namun kurang terawat.
"Iya, Pak RT. Terima kasih. Meskipun saya diantar cuma sampai sini, setidaknya saat ini saya sudah tahu di mana rumah dari seseorang yang mengirimkan teluh beras kuning itu," balas Ziva.
"Eh? Maksud Mbak, Mbah Sarjan itu adalah orang yang mengirimkan teluh beras kuning kepada warga-warga di Desa Gebang?" tanya Pak RT, tampak benar-benar kaget dengan apa yang baru saja Ziva katakan.
"Iya, Pak RT. Tampaknya memang demikian," jawab Raja. "Itu makhluk bertaring yang kami lihat tadi di atap-atap rumah warga yang masih sakit. Dia tampaknya sengaja dipanggil pulang oleh pemiliknya."
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BERAS KUNING
Terror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 1 Ziva adalah seseorang yang selalu merahasiakan pekerjaannya, karena selama ini dirinya bekerja untuk membantu orang-orang yang terkena teluh dari berbagai kalangan. Diremehkan oleh anggota keluarga dari pihak A...