26 | Buntalan Kain Putih

1.8K 184 0
                                    

Ucapan Mika terhenti oleh suara keras yang begitu nyaring, pada saat Desa Gebang sedang diliputi kesunyian. Pak RT jelas hafal suara siapa itu. Karena saat masih remaja dulu, Pak RT sering sekali mendengar suaranya yang selalu lewat di jalanan Desa Gebang.


"Ya Allah, sudah lama saya tidak mendengar suaranya di desa ini. Sekalinya dia bersuara, mungkin akan membawa petaka bagi desa malam ini," ujar Pak RT, mendadak merinding dan ketakutan.

"Pak RT tenang saja. Tetaplah diam di sini dan biarkan kami yang mengurusnya," ujar Hani.

Ziva sudah berjalan lebih dulu menuju jalan utama di Desa Gebang tersebut. Raja ada di sampingnya sementara yang lainnya memutuskan untuk segera menyebar ke arah yang berbeda-beda. Heru dan beberapa Polisi lainnya tetap berada di halaman rumah Pak RT, namun kali ini mereka memutuskan untuk bersembunyi lebih dulu di balik tiang-tiang pagar. Mbah Sarjan menatap penuh kemarahan ke arah Ziva, sementara terhadap Raja laki-laki itu tampak tidak peduli sama sekali. Hal itu jelas membuat Raja merasa sangat heran, namun tak berani mempertanyakan apa-apa pada Ziva.

"Beraninya kamu mengganggu pekerjaanku! Beraninya juga kamu melenyapkan peliharaanku yang paling berharga! Dasar perempuan kurang ajar!" bentak Mbah Sarjan.

"Mengganggu pekerjaan, katamu? Aku berusaha membuatmu tidak membunuh Pak Wagiman, Pak Tarjo, dan Pak Mugi justru kamu anggap sebagai tindakan mengganggu pekerjaan? Bagaimana dengan dirimu sendiri? Kamu juga mengganggu pekerjaan mereka, para Kepala Keluarga yang seharusnya menafkahi keluarga. Kamu menebarkan beras kuning di depan tempat usaha mereka, agar mereka mengalami sakit dan setelah itu mengalami kebangkrutan! Kamu sebut apa tindakanmu itu?" balas Ziva, dengan suara yang begitu tenang.

Mbah Sarjan sedang memikirkan ingin membalas kata-kata Ziva dengan kalimat seperti apa, namun sayang laki-laki itu sama sekali tidak menemukan bantahan yang bisa dibenarkan oleh siapa pun.

"Kamu ingin membunuh mereka semua melalui teluh, hanya karena kamu merasa sakit hati bahwa warga Desa Gebang sudah tidak lagi mau berurusan dengan lintah darat seperti dirimu. Kamu merasa tidak terima karena mereka tidak lagi menginginkan pinjaman uang darimu yang suka mencekik mereka dengan bunga dari uang yang kamu pinjamkan. Sekarang kamu mau membunuh beberapa Kepala Keluarga di desa ini yang kamu anggap sudah mapan agar mereka kembali hidup susah, agar mereka mencari pertolongan padamu saat mengalami kebangkrutan, dan agar kamu kembali dihormati di desa ini. Kamu gila akan kejayaanmu, sehingga berani ingin membunuh orang lain melalui teluh. Sayangnya ... hal itulah yang tidak akan pernah aku biarkan terjadi lagi, setelah kamu berhasil membunuh dua orang yang telah lebih dulu kamu teluh sebelum Pak Wagiman, Pak Tarjo, dan Pak Mugi," tegas Ziva.

Kemarahan Mbah Sarjan semakin meluap-luap setelah Ziva menyebutkan semua harapannya dengan sangat jelas. Raja mulai mencoba menebak-nebak tentang apa yang akan dilakukan oleh Mbah Sarjan selanjutnya, ketika ia melihat aura kemarahan laki-laki itu yang kembali menguar.

"Dari mana kamu tahu semua itu, hah??? Apa kamu memata-matai aku selama ini???" tuduh Mbah Sarjan.

"Tidak perlu. Aku tidak perlu memata-mataimu untuk mengetahui semua tujuan busukmu itu. Saat aku melenyapkan makhluk perliharaanmu tadi, aku bisa melihat semua yang selalu kamu bicarakan di hadapannya selama ini. Kamu dan cita-cita hampamu itu tidak akan pernah bisa terwujud sekarang. Kamu hanya akan menatap kosong pada dinding penjara, karena kamu akan berakhir di dalam kurungan itu sampai ajal menjemputmu."

"Tidak semudah itu, perempuan jahanam!!! Sebelum itu terjadi, kamulah yang akan aku kirim ke neraka lebih dulu!!!" balas Mbah Sarjan, benar-benar murka.

Mbah Sarjan langsung mengeluarkan keris yang sejak tadi diselipkan di balik pakaian, lalu menghunusnya dengan penuh percaya diri. Ziva dan Raja pun dengan kompak ikut menghunus pedang jenawi yang mereka sembunyikan di balik punggung, sehingga kini Mbah Sarjan bisa melihat dengan jelas bahwa dua orang lawannya itu juga bersenjata seperti dirinya.

"Semua siap pada posisi," perintah Tari, melalui earbuds yang kini terhubung pada ponsel milik seluruh anggota timnya.

"Kami siap, Tar," balas Mika, mewakili yang lainnya.

"Ingat, kalian boleh menyerang disaat Ziva dan Raja sudah tidak berada di dekat Mbah Sarjan," Rasyid menambahkan.

"Oke. Kami akan ingat hal itu," balas Hani.

Mbah Sarjan pun mulai menyerang ke arah Ziva. Raja dengan cepat menangkis serangan dari Mbah Sarjan agar Ziva bisa menghindar ke arah lain. Dengan bantuan dari Raja, Ziva kini bisa menyerang ke arah Mbah Sarjan yang teralihkan perhatiannya pada pedang jenawi yang Raja pegang. Mbah Sarjan jelas tidak bisa menghindari serangan dari Ziva dan Raja secara bersamaan. Hal itu membuatnya sangat kewalahan, namun tak juga menyurutkan niatnya untuk mengalahkan Ziva. Laki-laki itu menyerang terus dan terus tanpa peduli bahwa tubuhnya sudah mulai payah karena kehilangan banyak tenaga.

Ziva bisa melihat satu buntalan kain berwarna putih yang terikat pada pinggang Mbah Sarjan, setelah bajunya robek akibat tebasan pedang yang tadi ia ayunkan. Ziva sudah tahu kalau itu adalah inti dari teluh beras kuning yang harus ia dapatkan, agar bisa mengakhiri ritual teluh yang dilakukan oleh Mbah Sarjan. Ziva pun segera menarik Raja untuk mundur selama beberapa saat.

"Ja, serang terus tubuh bagian atasnya. Buat dia lengah terhadap tubuh bagian bawah. Aku harus mengambil sesuatu yang ada pada dirinya agar bisa mengakhiri ritual teluh beras kuning itu," bisik Ziva dengan nafas cukup terengah-engah.

"Oke. Akan aku usahakan," balas Raja.

Raja pun mulai berusaha menebas ke arah bagian leher Mbah Sarjan, meskipun dirinya tidak benar-benar ingin menebas leher laki-laki itu. Ziva ikut menyerang, namun serangannya benar-benar terarah ke bagian pinggang. Ia harus berhasil membuat putus ikatan kain putih yang menahan buntalan di bagian samping kiri. Ia berusaha keras dengan terus menebas tanpa harus benar-benar melukai tubuh Mbah Sarjan.

SREETTTT!!!

Saat ikatan pada kain putih itu berhasil dirobek oleh Ziva, wanita itu segera menangkap buntalan kain putih dari pinggang Mbah Sarjan sebelum jatuh ke tanah. Tubuh Ziva terbanting dan menghasilkan bunyi yang cukup keras, hingga membuat Raja mendadak merasa khawatir dan segera mendorong Mbah Sarjan ke belakang hingga jatuh.

"Ziv! Kamu baik-baik saja?" tanya Raja, sambil membantunya untuk bangun.

"Kaki dan tanganku mungkin sedikit terkilir, Ja. Ayo, bantu aku pergi ke arah drum berisi air yang sudah di doakan di depan rumah Pak Mugi," jawab Ziva, seraya meminta tolong pada Raja.

Mbah Sarjan berusaha bangkit dari tanah, namun pada saat bersamaan laki-laki itu sadar bahwa buntalan kain putih yang selama ini dijaganya ketika menjalani ritual teluh beras kuning sudah menghilang dari pinggangnya.

"Kembalikan!!! Kembalikan milikku!!!" teriak Mbah Sarjan.

Namun semuanya sudah terlambat. Ziva telah memasukkan buntalan kain putih tadi ke dalam drum, lalu setelahnya terdengarlah ledakan yang begitu hebat dari arah luar Desa Gebang. Semuanya telah berakhir. Ritual teluh beras kuning itu sudah benar-benar dipatahkan.

* * *

TELUH BERAS KUNINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang