15 | Sisi Lain Yang Mulai Marah

2K 167 6
                                    

BRAKKK!!!


"Kurang ajar!!!" teriak seorang laki-laki dari dalam sebuah rumah yang cukup terpencil di dekat Desa Gebang.

Laki-laki itu tampak sangat marah ketika usahanya untuk menyakiti dan menyiksa orang-orang di Desa Gebang terus dihalangi dan bahkan hampir digagalkan.

"Berani-beraninya orang-orang kota itu mengusik kegiatanku yang ingin membuat orang-orang di Desa Gebang menderita!!! Orang-orang itu sengaja aku pilih, agar tidak ada lagi orang yang bisa mengalahkan kekayaan yang aku miliki!!! Warga di desa itu harus menjadi miskin seperti dulu, agar usaha pinjam-meminjam uang yang aku jalani kembali berjaya!!! Semenjak orang-orang di desa itu berhasil membangun usaha mereka, tidak ada lagi yang mau meminjam uang dariku karena takut terlilit hutang yang terus berbunga. Padahal itu adalah salah mereka sendiri kalau sampai terlilit bunga dari hutang yang sulit mereka bayar. Tapi mereka malah menuduhku sebagai lintah darat dan membuat tidak ada lagi orang yang mau mempercayai aku untuk urusan pinjam meminjam. Sekarang aku ingin mereka tahu siapa diriku sebenarnya!!! Mereka tidak boleh diselamatkan oleh siapa pun, agar aku bisa berjaya kembali!!!"

Laki-laki itu mulai membacakan mantra dan menabur kemenyan di atas wadah tanah liat yang terus saja mengepulkan asap pekat berwarna putih. Makhluk bertaring dengan wajah seram yang selama ini ia sembunyikan di bawah rumah-rumah warga yang menjadi sasaran teluh beras kuning kirimannya, ia kerahkan untuk keluar dan melihat siapa saja orang-orang dari kota yang telah mengganggu ritual teluhnya. Melalui pandangan makhluk seram bertaring itulah, mata laki-laki itu terwakilkan untuk mengawasi Desa Gebang.

Di Desa Gebang sendiri saat ini tampak terasa lebih mencekam, setelah para korban meminum air yang telah dibacakan doa sebelumnya. Tari dan Rasyid--yang sedang berpatroli--menyadari bahwa langit tidak lagi terlihat secerah tadi. Langit tidak mendadak mendung, namun sepertinya ada sesuatu yang melingkupi bagian atas desa itu hingga keadaan mulai menjadi gelap. Ponsel milik Tari berbunyi. Ia segera mengangkatnya saat membaca nama Hani tertera pada layarnya.

"Halo, Han. Ada apa?" tanya Tari.

"Cepat ke sini, Tar! Ziva dan Raja melihat makhluk yang tampaknya sengaja disembunyikan oleh si pengirim teluh beras kuning itu! Saat ini, menurut mereka berdua, makhluk itu sedang berpindah-pindah di atap rumah para korban yang masih dalam keadaan sakit," jawab Hani.

"Oke. Tunggu di situ. Aku, Rasyid, dan Pak RT akan segera ke sana," tanggap Tari.

Setelah Tari menutup telepon, Rasyid dan Pak RT tampak berharap akan mendapat penjelasan.

"Ayo, kita sebaiknya kembali ke rumah Pak RT sekarang juga. Ziva dan Raja melihat makhluk yang disembunyikan oleh si pengirim teluh beras kuning. Kata Hani, menurut Ziva dan Raja, makhluk itu sedang berpindah-pindah di atap rumah para korban yang masih dalam kondisi sakit," jelas Tari.

"Apakah kemunculan makhluk itu yang menyebabkan suasana saat ini mendadak berubah?" tanya Rasyid.

"Tampaknya begitu. Untuk lebih jelasnya mari kita tanyakan saja langsung pada Ziva," jawab Tari.

Mika memberi tanda pada Sari, Nur, dan Sarmini--istri Mugi--agar segera masuk ke dalam rumah masing-masing serta menutup pintu. Ketiga rumah itu kini sudah tertutup rapat dan semua penghuninya berada di dalam rumah. Raja dan Ziva masih mengawasi makhluk seram bertubuh besar dengan taring panjang di mulutnya tersebut. Mereka terlihat jauh lebih waspada daripada sebelumnya, karena mereka belum tahu apa yang akan dilakukan oleh makhluk itu setelah mendadak muncul di atas atap rumah-rumah warga yang terkena teluh beras kuning.

"Menurutmu dia akan menyerang kita berdua?" tanya Raja.

"Kalau si pengirim teluh beras kuning itu sudah merasa sangat terancam dengan semua upayaku untuk menyelamatkan ketiga korban yang tersisa, maka akan ada kemungkinan bahwa makhluk itu akan diperintah untuk menyerang kita berdua," jawab Ziva.

"Lalu, apakah kamu tahu caranya agar kita berdua tidak terkena serangan dari makhluk itu?" Raja ingin tahu.

"Iya, Raja. Aku tahu. Kamu tenang saja. Insya Allah aku tidak akan membiarkan kamu menjadi sasaran makhluk itu, jika memang dia akan diperintahkan untuk menyerang. Aku akan membuat makhluk itu hanya mengejar ke arahku, agar kamu tetap aman," Ziva, terdengar begitu tenang.

Raja menoleh ke arah Ziva dan kini ekspresi pria itu terlihat sangat tak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Dirinya sama sekali tidak menduga kalau Ziva akan memberikan jawaban seperti itu di tengah-tengah keadaan yang mulai mencekam.

"Hei ... aku sama sekali enggak berniat melarikan diri, Ziv. Aku bertanya begitu karena tetap ingin selalu ada di samping kamu. Aku ini partner kamu dan aku hanya bisa melihat-lihat makhluk tak kasat mata, bukan melawannya seperti yang kamu lakukan. Tapi bukan berarti ...."

"Aku paham dengan maksud pertanyaanmu, Raja," potong Ziva dengan cepat tanpa mengalihkan tatapannya dari makhluk yang masih berpindah-pindah di atap rumah para korban. "Tapi memang itulah yang sering kulakukan di dalam tim ini selama aku bekerja sama dengan mereka. Semua yang menjadi partnerku akan kujauhkan dari serangan makhluk-makhluk seperti yang sedang kita lihat saat ini. Ini bukan pertama kalinya, Raja, dan kamu tidak perlu merasa marah atas jawabanku."

Raja benar-benar tidak bisa menerima penjelasan dari Ziva. Ia jelas tidak ingin wanita itu menghadapi makhluk bertaring itu sendirian. Akan sangat berbahaya jika sampai Ziva menghadapinya sendirian.

"Enggak! Pokoknya aku enggak mau jauh-jauh dari kamu! Bawa serta aku dalam keadaan apa pun, Ziva! Aku partner kamu dan aku mau berada di samping kamu sampai pekerjaan kita selesai!" tegas Raja.

"Wah ... kali ini aku tampaknya mendapat partner yang cukup keras kepala daripada yang sebelum-sebelumnya," keluh Ziva, sambil berusaha menahan senyum.

"Kenapa kamu malah senyum? Keadaan lagi tidak kondusif begini, kok kamu malah senyum?" heran Raja.

Ziva pun segera menangkupkan tangannya pada kedua pipi Raja untuk mengarahkan pandangan pria itu ke arah makhluk yang sedang mereka awasi.

"Lihat saja makhluk itu baik-baik, Ja. Bantuin aku untuk awasi makhluk itu. Jangan lengah," pinta Ziva.

Rasa sentuhan tangan Ziva pada kedua pipi Raja membuat perasaan pria itu menjadi tak karuan. Baru kali ini ada wanita yang berani menyentuh kedua pipinya tanpa ragu dan bukan karena merasa penasaran ingin menyentuh dirinya. Ziva melakukan hal itu dengan refleks. Raja tahu perbedaan rasa sentuhan tangan Ziva jika dibandingkan dengan wanita yang begitu ingin menyentuhnya karena merasa penasaran.

"Ada apa ini? Kenapa mendadak rasanya aku jadi tidak bisa lagi berkata-kata di hadapannya?" batin Raja, merasa bingung dengan apa yang tengah ia rasakan.

* * *

TELUH BERAS KUNINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang