Ketika mereka berenam tiba kembali di Desa Gebang, Heru juga tampak baru tiba di sana. Setelah apa yang hampir terjadi tadi di penginapan, Ziva memutuskan untuk segera menghindar demi tidak mendengar pembahasan apa pun. Raja memilih mengikuti langkah wanita itu, dan yang lainnya memilih untuk tidak melarang sama sekali.
"Kita mau ke mana?" tanya Raja."Ke rumah salah satu korban yang masih sakit. Aku ingin melihat sendiri sakit yang dialami oleh korban dan melakukan sesuatu," jawab Ziva.
"Ada tiga korban yang saat ini masih dalam keadaan sakit. Korban yang mana dulu, yang akan kita datangi?" Raja ingin tahu.
"Mari kita ke rumahnya Pak Wagiman terlebih dahulu," ajak Ziva.
Raja pun mengangguk setuju dan langsung mengikuti langkah Ziva menuju rumah Wagiman yang menjadi korban teluh beras kuning. Istri Wagiman--Sari--mengizinkan mereka masuk ke dalam rumah untuk bertemu dengan Wagiman yang masih terbaring di tempat tidur. Raja dan Ziva duduk di samping tempat tidur yang Wagiman tempati, sehingga Wagiman bisa melihat mereka dengan jelas dari jarak dekat.
"Pak Wagiman, kami berdua perwakilan dari tim yang sedang membantu kepolisian mengusut mengenai kasus sakit mendadak yang menimpa beberapa warga di Desa Gebang ini. Nama saya Ziva Adinata, dan ini adalah rekan saya, namanya Raja Wiratama," ujar Ziva memperkenalkan diri.
Wagiman mengangguk-anggukkan kepalanya dengan tatapan yang begitu sayu. Tubuhnya tampak lemas dan sulit untuk bergerak. Raja mengamati Wagiman dalam diamnya, seakan tengah mencari bilamana ada sesuatu yang mungkin saja adalah pemicu awal dari sakit yang menyebar.
"Sebelumnya, bolehkah saya bertanya beberapa hal pada Bapak?" Ziva meminta izin.
Wagiman pun kembali mengangguk seperti tadi.
"Seharian ini, apakah Bapak merasakan sedikit perubahan?"
"Sedikit, Nak," lirih Wagiman.
"Sedikit? Pada bagian mana yang paling terasa perubahannya, Pak?" Ziva ingin tahu.
"Perut bagian kiri, Nak. Sudah lumayan tidak sakit lagi di bagian itu, meskipun seluruh tubuh saya masih lemas dan terasa berdenyut terus."
Ziva pun mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu segera menoleh kepada Sari.
"Maaf, Bu Sari, bolehkah saya meminta air putih pada satu gelas yang benar-benar belum dipakai sama sekali?" tanya Ziva, dengan sopan dan halus.
Raja melirik sekilas ke arah Ziva karena dirinya baru pertama kali ikut menghadapi langsung korban yang terkena kiriman gaib.
"Inggih, Mbak. Tunggu sebentar, biar saya ambilkan dulu," jawab Sari, yang kemudian segera beranjak menuju dapur.
Ziva pun menoleh ke arah Raja yang saat itu duduk tepat di sampingnya.
"Bantu aku ya, Ja. Kamu tolong berdzikir mulai dari sekarang," pinta Ziva.
"Iya," jawab Raja, yang kemudian mulai berdzikir seperti yang Ziva pinta.
Sari kembali dari dapur, lalu menyerahkan satu gelas air putih ke tangan Ziva. Ziva mulai berkonsentrasi sebelum membacakan doa pada air yang saat itu ada di tangannya, lalu mulai berdoa dengan suara yang begitu lirih seraya memejamkan kedua matanya.
"A'udzubillahi minasy-syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi rabbil 'alamiin. Arrahmanirrahim. Maliki yaumiddin. Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Ihdinash-shiratal mustaqim. Shiratallazina an'amta 'alaihim ghairil maghdubi 'alihim wa ladh-dhaallin. Aamiin. Bismillahirrahmanirrahim. Allaahumma rabbannaas adzhibil ba'sa wasyfi antasy-syaafii laa syifaa-a illa syifaauka syifaa-an laa yughaadiru saqamaa. Bismillahirrahmanirrahim. A'udzubillahi wa qudratihii min syarri maa ajidu wa uhaadziru. A'udzubillahi wa qudratihii min syarri maa ajidu wa uhaadziru. A'udzubillahi wa qudratihii min syarri maa ajidu wa uhaadziru. A'udzubillahi wa qudratihii min syarri maa ajidu wa uhaadziru. A'udzubillahi wa qudratihii min syarri maa ajidu wa uhaadziru. A'udzubillahi wa qudratihii min syarri maa ajidu wa uhaadziru. A'udzubillahi wa qudratihii min syarri maa ajidu wa uhaadziru. Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma inni massaniyadh-dhurru wa anta arhamurrohimin."
Ziva pun meniup air yang dipegangnya tersebut sebanyak tiga kali. Hal itu terjadi bertepatan dengan Raja yang baru saja menyelesaikan dzikirnya. Setelah itu, Ziva pun meminta Sari untuk mendekat dan kembali menyerahkan air itu ke tangannya.
"Bu Sari tolong minumkan air ini pada Pak Wagiman, ya. Minumnya harus sampai habis, dan jangan lupa dituntun untuk membaca bismillah terlebih dahulu setiap kali akan minum," jelas Ziva.
"Inggih, Mbak. Akan saya minumkan airnya pada Suami saya sampai habis," balas Sari.
"Saya dan rekan saya akan keluar dulu untuk pergi ke rumah yang lainnya. Bu Sari cari saja saya di luar, jika setelah meminumkan air ini pada Pak Wagiman, lalu ada perubahan pada diri Pak Wagiman. Laporkan terus perkembangannya dan jangan putus asa. Insya Allah saya akan membantu semaksimal mungkin sampai Pak Wagiman benar-benar sembuh seperti sediakala," ujar Ziva.
"Baik, Mbak. Nanti saya akan langsung beri tahu jika ada perkembangan pada Suami saya."
Ziva dan Raja pun keluar dari rumah itu saat Sari mulai memberi minum Wagiman dengan air yang tadi sudah didoakan. Mereka berdua tampak langsung beranjak menuju ke rumah lainnya ketika Tari dan Rasyid melihat ke arah mereka.
"Kita akan ke rumah Pak Tarjo sekarang," ujar Ziva.
"Dan kamu akan melakukan hal yang sama seperti yang barusan kamu lakukan di rumah Pak Wagiman?" tanya Raja.
"Iya, aku akan melakukan hal yang sama. Kita sudah menjalankan tiga upaya sejauh ini, Ja. Jadi kita tidak boleh menyerah sampai si pengirim teluh itu benar-benar menunjukkan dirinya di hadapan kita," jawab Ziva.
"Berarti setelah dari rumah Pak Tarjo, lalu kita akan ke rumah Pak Mugi, 'kan?"
"Iya, terakhir baru kita ke rumah Pak Mugi."
Ziva dan Raja benar-benar mendatangi rumah semua korban teluh beras kuning yang masih berada dalam kondisi sakit. Mika dan Hani sudah selesai berpatroli mengelilingi desa tersebut, dan kini akan jadi giliran Tari dan Rasyid untuk berpatroli selanjutnya. Tepat pada pukul lima sore akhirnya tugas Ziva dan Raja selesai. Mereka berdua baru saja akan berkumpul dengan Mika dan Hani, saat Sari dan Nur--istri Tarjo--keluar dari rumah mereka untuk menghampiri Ziva serta Raja.
"Mbak ... Suami saya sudah bisa bangun. Tadi dia sempat muntah setelah minum air yang Mbak doakan, dan yang dia muntahkan itu seperti beras kering berwarna kuning muda," jelas Sari.
"Iya, Mbak. Sama, Suami saya juga begitu. Setelah sepuluh menit sesudah minum air yang tadi, dia juga muntah. Persis pokoknya dengan yang terjadi pada Suaminya Bu Sari," tambah Nur.
"Terus minumkan airnya, Bu. Sebentar lagi Insya Allah tidak akan ada lagi rasa sakit yang dirasakan oleh Suami-suami Ibu berdua," saran Ziva, sambil menatap ke arah atap rumah kedua wanita itu.
Raja juga melihat apa yang sedang Ziva lihat saat itu. Sesosok makhluk besar bertaring dengan wujud mengerikan mendadak menampakkan dirinya secara terang-terangan.
"Bagus. Sekarang dia mulai merasa marah," bisik Ziva, yang bisa terdengar jelas oleh Raja.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BERAS KUNING
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 1 Ziva adalah seseorang yang selalu merahasiakan pekerjaannya, karena selama ini dirinya bekerja untuk membantu orang-orang yang terkena teluh dari berbagai kalangan. Diremehkan oleh anggota keluarga dari pihak A...