Bab 9 (Ursa Minor)

71 51 0
                                    

Aku terbangun. Sebulan setelah malam itu, aku selalu bermimpi hal yang sama. Tentang seorang anak perempuan. Namun, wajahnya tak terlihat jelas.  Wajah semua orang di mimpi itu terlihat samar. Entah siapa anak perempuan itu. Apa ada hubungannya dengan masa laluku?

Saat aku berusaha mengingat, kepalaku terasa sangat sakit. Seperti saat ini. Apa mungkin penyebabnya karena malam itu. Bukan hanya punggungku yang terbentur dengan keras, kepalaku juga ikut terbentur.

Aku keluar dari kamar. Mengamati rumah, ternyata sudah bersih semua. Pasti Dehan yang melakukannya sebelum berangkat bekerja. Laki-laki itu seperti selalu tidak mengizinkanku mengerjakan pekerjaan rumah dan mungkin kalau bisa, ia juga tidak akan mengizinkanku bergerak. Hanya boleh diam di ruang tamu sambil menonton TV.

Karena semua pekerjaan dalam rumah sudah diselesaikan oleh Dehan, aku langsung ke belakang untuk menyiram sayuran. Hanya hal itu yang Dehan izinkan aku lakukan. Katanya sewaktu Ibunya masih hidup, ia sangat suka mengurus tanaman, dan setelah meninggal Dehan yang mengurusnya. Namun, hanya sesekali karena ia juga harus bekerja. Wajar bila banyak tanaman yang mati.

Salah satu alasan kenapa aku ingin mengurus kebun, untuk menghemat pengeluaran. Dehan sudah banyak mengeluarkan uang untuk mengurusku. Setidaknya dengan menanam sayuran sendiri, uang membeli sayuran untuk keperluan dapur bisa digunakan untuk hal lain.

Aku masih ingat dua Minggu lalu, sempat mengatakan kepada Dehan bahwa aku ingin bekerja sepertinya, tapi lagi-lagi Dehan menolak. Ia bahkan mengancam tidak akan berbicara kepadaku jika masih bersikeras ingin bekerja.

Cuaca pagi ini terasa sangat cerah. Aku juga suka udara pagi ini. Terasa sangat segar. Setelah selesai menyiram semua sayuran, aku langsung berjalan ke dipan yang ada di dekat pohon. Dipan itu dibuat oleh Dehan sekitar dua Minggu yang lalu. Katanya rumah terlalu kecil, jadi udara yang masuk hanya sedikit. Dia membuatnya agar bisa kami gunakan sebagai tempat untuk istirahat sambil mencari udara segar.

Dan aku tahu alasan utama ia membuat dipan itu adalah karena aku suka melihat bintang. Ia bilang lebih nyaman melihat bintang sambil berbaring, daripada mendongak hingga membuat leher terasa sakit.

Aku ingat tiga hari setelah dipan ini selesai dibuat, aku dan Dehan sempat bercakap-cakap tentang bintang. Tentang rasi bintang lebih tepatnya.

"Rasi bintang apa yang paling kau suka?" Dehan bertanya.

"Rasi bintang? Aku tak tahu tentang macam-macam rasi bintang. Yang kutahu kalau sudah bersinar di langit, pasti itu bintang." Dehan langsung tertawa setelah aku mengatakan itu. Entah di mana letak lucunya.

"Menurutmu jika sudah bersinar itu pasti bintang? Bagaimana jika itu adalah satelit?" tanyanya sambil berusaha menahan tawa.

"Satelit? Apa satelit itu bersinar?"

"Bersinar? Tidak, satelit tidak bersinar. Lebih tepatnya satelit tidak bisa menghasilkan cahaya sendiri. Cahaya yang terlihat adalah hasil dari pantulan cahaya matahari yang mengenai panel surya satelit, terpantul ke bumi, dan akhirnya diamati oleh manusia."

"Jadi, bagaimana caranya mengetahui yang kulihat itu satelit atau bintang?"

"Gunakan saja instingmu."

Hidup Dehan sepertinya terlalu kaku, pikirku.

Dehan yang awalnya duduk, kini berbaring di atas dipan. Tangan kirinya dijadikan sebagai bantal, sedangkan tangan kanannya menunjuk ke langit bagian utara.

"Coba lihat itu, Adira. Itu adalah Ursa Minor. Rasi bintang yang paling kusukai."

"Ursa Minor?" Dehan mengangguk, lalu tersenyum pelan.

"Ursa Minor adalah salah satu rasi bintang di langit utara. Ursa Minor sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti Beruang Kecil. Apa kau mau tahu kenapa disebut Beruang Kecil?" Aku menggeleng sebelum akhirnya Dehan kembali melanjutkan ucapan, "Orang Yunani kuno mengaitkan rasi Ursa Minor dengan rasi Ursa Major. Kedua rasi ini memiliki kisah yang saling terkait. Ada seorang bidadari cantik yang ditaksir oleh Zeus. Bidadari itu bernama Calissto. Mereka berdua jatuh cinta dan akhirnya memiliki anak bernama Arcas. Namun, ternyata Zeus sudah menikah dengan Hera sebelum menikahi Callisto. Hera yang cemburu langsung mengubah Callisto menjadi seekor beruang dan akhirnya ia bersembunyi di hutan selama belasan tahun.

Suatu hari Arcas yang sudah tumbuh dewasa bermain ke hutan. Callisto yang tak sengaja bertemu anaknya pun berniat datang menghampirinya. Arcas tidak tahu bahwa beruang itu adalah ibunya dan ia berniat untuk membunuhnya. Zeus yang tahu tentang hal itu berusaha mencegah dengan mengubah Arcas menjadi beruang juga. Akhirnya, Zeus mengangkat Callisto dan Arcas ke langit agar kekal bersama. Aku suka rasi Ursa Minor karena itu adalah perwujudan dari Arcas yang berubah menjadi beruang. Kisah Arcas memiliki sedikit kesamaan denganku. Hanya saja ... ia bisa bersama dengan Ibunya, sedangkan aku tidak."

Aku bisa merasakan ada sebuah luka di akhir perkataannya. Berpisah dengan orang yang sangat dicintai ... memang sangat menyakitkan, bukan?

Kutatap kedua mata yang masih setia melihat ke rasi bintang di atas sana. "Rasi bintang itu memang selalu mengingatkanku kepada Ibuku. Namun, aku juga merasakan ketenangan setelah melihatnya, Adira. Seperti ... rinduku terobati," ujarnya disertai senyum tipis. Aku juga ikut melihat ke langit. Di bagian ekor rasi bintang itu ada sebuah bintang yang bersinar paling terang. Terlihat sangat indah.

"Apa nama bintang yang paling terang itu?" Dehan sudah tak berbaring, ia kini duduk, menatapku disertai dengan senyum tipis. Dan entah mengapa, aku sedikit merasa canggung. Dengan tatapannya dan dengan suasana yang sekarang. Beberapa detik berlalu, ia masih menatapku tanpa suara.

"Bintang itu ... bernama Polaris. Bintang yang paling terang di konstelasi. Paling terang ... sepertimu." Ada debar setelah Dehan mengatakan itu. Debar yang membuatku seperti ingin menyembunyikan diri di balik selimut.

Perlahan tangan kanan Dehan terangkat, mendekati pipiku seperti ingin menyentuhnya. Tatapannya begitu dalam. Saat tangannya hanya berjarak beberapa senti dari wajahku, ia kembali menjauhkan tangannya. Menggeser posisi duduknya sedikit menjauh, lalu kembali menatap langit utara.

"Tatap bintang itu agar kau merasa tenang, Adira. Aku tak ingin ada rasa canggung di antara kita," ujarnya. Aku langsung melakukan apa yang Dehan katakan.

"Berapa banyak bintang yang ada di rasi bintang Ursa Minor? Dan apa saja namanya?" Aku kembali bertanya agar benar-benar hilang rasa canggung di antara kami.

"Rasi bintang Ursa Minor memiliki dua puluh tiga bintang yang terlihat. Namun, hanya ada tujuh bintang utama dan paling besar di antara yang lain. Nama tujuh bintang itu: Beta, Eta, Ipsilon, Zeta, Gamma, Delta, dan Alpha. Alpha juga sering disebut dengan sebutan Polaris yang artinya bintang utara."

"Bagaimana kau tahu tentang ini semua?"

"Aku suka Astronomi sejak masih duduk di bangku dasar."

"Lalu, tentang legenda Ursa Minor tadi, apa kau mempercayainya?"

"Tidak. Aku hanya menikmatinya, bukan mempercayai, apalagi meyakininya."

_________________

Bersambung

•••••••••••••••••••••••

Nama yang Hilang || Mark Lee [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang