I. Rencana Penyelamatan

164 28 1
                                    

[Sehari sebelumnya. Beberapa jam setelah penyergapan.]

Suasana tegang begitu terasa di ruang rapat.

Danbrimob, Kasintel dan beberapa orang penting lain terlihat duduk saling berhadapan dalam satu meja besar.

"Ini berita yang baru kami terima 2 jam lalu," Kasintel memandangi wajah para anggota di dalam ruangan. Ia membagi beberapa lembar kertas kepada masing- masing orang yang ada.

Ia lalu beranjak dari meja, menuju sebuah papan besar di depan. Di mana terdapat sebuah peta foto satelit wilayah lokasi pertambangan PT Goldminer.

"Konvoi mobil Tim evakuasi mengalami penyergapan di daerah ini," Kasintel menunjuk sebuah titik di jalur yang membelah lereng Grassenberg. Ia lalu membuat tanda silang di peta menggunakan marker. "Dari tiga mobil yang berangkat, hanya satu mobil kembali. Saat ini mereka sedang di rawat di RS.

Dua mobil terkonfirmasi terbakar, juga dengan mayat- mayat anggota tim evakuasi."

Semua yang ada di situ menahan nafas mendengar informasi tersebut.

"Dari keterangan survivor, mereka disergap dari sebelah Timur. Sempat melakukan kontak senjata selama beberapa menit, sebelum ketua Tim Elang memerintah mobil 03 untuk mundur."

"Tim Elang?" celetuk salah satu anggota rapat. "Maksud anda, tim Elang dari Batalyon-B Malang? Tim nya Pandu?"

Semua menoleh ke arah orang itu, karena ia berani menyela Kasintel berbicara.

Orang itu berperawakan tinggi. Rahang keras dan alis mata tajam. Dan yang paling mencolok adalah bekas luka panjang di lehernya. Ia adalah komandan Tim Brimob dari kompi lain.

"Betul," jawab Kasintel singkat.

"Anjing!" orang itu menghantam meja. "Pandu juga tewas?"

Kasintel berdehem sejenak. "Di sini masalahnya. Kami telah mengirim aset lokal untuk melakukan pengecekan ke lokasi. Dari semua mayat anggota yang ada-"

"..."

"-dua dari mereka tidak di temukan. Ketua tim, Pandu. Dan seorang polwan bernama Srikandi. Juga ada seorang lagi staff puskesmas bernama Jingga."

Semua yang ada di sana sontak saling memandang. Berarti ada kemungkinan tiga orang itu masih hidup.

"Jadi apa kita akan melakukan misi SAR?" orang dengan luka di leher itu seketika paham dengan situasi. Ia menatap lekat salinan peta di tangannya.

"Kami masih belum pasti hendak menerjunkan berapa tim untuk misi ini," jawab Danbrimob Papua. Ia menatap para komandan tim yang hadir di ruangan. "Kita tak bisa memecah personel untuk misi SAR, sementara misi utama juga sedang berlangsung."

Benar. Bantuan batalyon dari Jawa memang dikirim untuk gelar operasi besar. Bukan untuk misi SAR demi menyelamatkan dua - tiga orang.

"Biar aku dan timku yang terjun," ujar orang itu lagi.

"Pandu adalah rekan seangkatanku di pendidikan dasar. Tim Elang juga beberapa kali melakukan misi gabungan dengan kami. Serahkan padaku."

"Hanya kamu dan tim-mu?" Kasintel sedikit pesimis, menatapnya remeh. "Tim Elang saja habis kena mereka."

"Itu karena mereka di sergap," orang itu balik menatap Kasintel tajam. "Kali ini kita yang memiliki element of surprise."

Danbrimob menatap tajam ke arah orang itu.

Sesuai rumor, orang ini memang gila.

Tanpa ragu ia mengambil misi berbahaya begitu saja. Bahkan katanya, ia pernah melakukan misi hitam tingkat A di perbatasan negara- perintah langsung dari presiden.

"Baiklah, aku serahkan padamu."

------

Pertemuan berlanjut, namun kali ini dengan orang yang berbeda. Kasintel, DanBrimob dan juga tim khusus yang akan berangkat melakukan misi SAR.

"Ini apa?" Dantim menunjuk sebuah titik di Selatan lokasi penyerangan.

"Itu adalah sebuah pemukiman kecil warga. Biasanya para karyawan GM beristirahat di sana saat perjalanan," jawab seorang anggota intel.

Dantim mengamati peta itu sekali lagi. "Tidak ada apapun di sekitar lokasi, selain pemukiman ini. Besar kemungkinan Pandu dan tim nya akan menuju ke titik ini.

Berarti kita akan melakukan pencarian di area hutan antara ground zero (lokasi penyergapan) dan pemukiman."

Dantim mengambil bolpoin, membuat lingkaran- lingkaran besar di peta.

"Kita akan memecah tim menjadi Alpha, Bravo dan Charlie, melakukan penyisiran titik masing- masing dalam radius 6 km.

Alpha akan mencari di titik pemukiman. Bravo mencari di wilayah tengah. Dan Charlie mencari di sekitar zero."

"..."

Kasintel dan Danbrimob terdiam, nampak sedikit terkesima dengan gerak cepat Dantim dalam membaca situasi. Sebentar saja ia sudah menentukan taktik pencarian dan lainnya.

Danbrimob berdehem sejenak. "Apa mungkin ada yang kalian perlukan?"

Dantim meraih secarik kertas di tengah meja. Ia menuliskan beberapa baris kalimat di atasnya. "Kami membutuhkan perlengkapan jelajah hutan, night vision dan lainnya.

Kami juga memerlukan bantuan personel."

"Seberapa banyak?"

"Kurang lebih 20-40 orang," Dantim melipat lengannya berpikir.

"Tapi kita tak ada personel sebanyak itu. Bukankah kamu sendiri yang menyanggupi mengambil misi ini dengan hanya tim mu?" protes DanBrimob.

Dantim menyandarkan badannya ke meja, mencoret peta. "Tak harus dari tim tempur. Bisa anda ambil dari satuan patroli, dan siagakan mereka di lokasi ini.

Keberadaan personel sebanyak itu akan membuat Taring Merah tak sembarangan bergerak. Selain itu, ini juga akan menyita sebagian besar fokus Taring Merah kepada mereka.

Sehingga kami bisa lebih leluasa melakukan penyisiran hutan. Tim kami akan melakukan misi secara klandestin, meminimalisir kontak dengan musuh.

Taring Merah bahkan tak akan tahu keberadaan kami dalam hutan mereka."

Sekali lagi, Danbrimob dibuat tercengang dengan pemikiran Dantim ini. Ia menatap Kasintel dan mengangguk setuju. "Baiklah. Aku akan perintahkan dua peleton tim sabhara sebagai pengalih perhatian."

"..."

"Segera siapkan semuanya. Secepatnya kalian harus berangkat," DanBrimob beranjak dari duduknya menghampiri Dantim.

"Aku serahkan kepada kalian!"

SRIKANDI. Mission: survive! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang