14. Captured

167 32 2
                                    

-DOR!! DORR!!

Rika meringkuk di belakang sebuah pohon untuk berlindung. Pecahan kayu dan batu beterbangan di sekitarnya. Suara desingan peluru berkelebatan, memekakkan telinga.

"Urrggh!!" Rika meraih magasen cadangan yang terpasang di rompinya. Ia telah menghabiskan satu, dan harus mengganti yang baru.

Dan ia harus melakukan itu dengan cepat dalam hujan peluru.

"HAHAHAHA!!" tawa salah satu musuhnya. Ia memberondong posisi Rika bersama rekannya, membuat gadis itu tak berkutik. "KO MAKAN INI, POLISI!!"

"BISA APA KO SENDIRIAN?"

-DOR! DORR!!

Letusan peluru terus menyalak, menggema di udara.

Jingga berjalan pincang, sekuatnya menahan perih untuk menjauh dari tempat itu. Tapi ia tak bisa bergerak cepat karena lelah. Ia juga harus berpegangan pada ranting dan lainnya karena tanah yang menanjak.

Sementara Rika mulai kesulitan melakukan tembakan balasan. Berkali- kali Rika harus berlindung, karena mereka menembak bergantian.

Sejak awal Rika sudah tahu akan jadi seperti ini.

Dua lelaki melawan satu perempuan. Situasinya sangat tidak berpihak kepada Rika. Tentu saja ia akan terpojok.

Lalu di saat itulah, sesuatu yang aneh terjadi.

Di bawah desingan peluru, dalam situasi tertekan. Adrenalin mengalir deras, memompa jantung begitu cepat. Mengambil alih semua sistem syaraf dan akal sehat. Membangkitkan insting paling alami mahluk hidup dalam kondisi berbahaya. Yaitu naluri bertahan hidup.

Dan hanya ada dua mekanisme untuk bertahan: lari atau lawan.

Pendidikan dan tempaan paramiliter yang pernah Rika lalui, membuatnya merasa percaya diri. Terlebih ia sedang memegang senjata- yang hampir setiap hari ia berlatih memakainya.

Rasa panik dan takut seolah menghilang. Semua pikiran dan apapun lenyap tak berbekas. Yang ada dalam kepala Rika hanya satu: lawan!.

Ia menjadi sangat fokus.

"AYO LAWAN, HE!?" teriak mereka sambil terus memberondong peluru tanpa henti.

"Teruskan," Rika membatin dalam hati. Ia duduk menyandarkan kepala dan punggungnya pada batang pohon. Satu tangannya menarik kokang, mengunci peluru baru. "-habiskan peluru kalian."

"..."

Dan momen yang ditunggu Rika pun tiba. Suasana menjadi sunyi beberapa saat. Mereka sedang mengganti magasen peluru yang telah habis.

Rika pun berbalik dari batang pohon, dan segera melakukan serangan balasan.

Tak jauh di depan, di belakang batu besar. Salah satu anggota Taring Merah sedang mengganti peluru.

-DOR! DOR!!

Orang itu tewas dengan beberapa luka tembak di tubuh.

"CUKIMAI!!" umpat satu yang tersisa. Ia segera merunduk menuju balik pohon. Rika terus berusaha menembaki orang itu, tak memberinya kesempatan untuk mengganti magasen.

Kini tinggal satu lawan satu.

Dan Rika sedang berada di atas angin.

-DOR!! DORR!!!

Ia terus menembaki posisi musuh, dan matanya awas menatap lokasi itu. Begitu musuh memperlihatkan dirinya- habislah dia.

Namun tiba- tiba saja, sebuah teriakan keras terdengar dari arah belakang Rika. "BERHENTI!!!"

Rika sontak membalik badan, dengan moncong senjata mengikuti gerakannya. Lalu Rika terhenyak.

Ia menurunkan senjatanya, seolah kehilangan semua insting bertempur. Apa yang ia lihat telah merubah semuanya.

Dia telah kalah.

Jingga berdiri agak jauh di belakangnya dengan wajah memar dan bibir berdarah.

Seorang lelaki berkalung Taring memiting lehernya. Laki- laki berbadan besar, mengenakan rompi polisi rampasan. Ia memegang sebuah parang panjang, yang mengarah ke leher Jingga.

"Buang senapan, atau gadis ini sa kasih mati!"

"..."

Rika menelan ludah, menelan kekalahan pahit. Ia lalu menjatuhkan senjatanya begitu saja.

-----

"SINI KO!!" Taring Merah yang sedari tadi berbaku tembak dengan Rika berjalan penuh amarah. Ia mencengkeram rambut Rika dan menariknya. "Lihat yang su ko bikin!"

"Argh!!" Rika mengerang, memukuli pergelangan tangan yang menjambaknya. "Lepaskan!!"

Laki- laki itu mencampakkan Rika ke tanah. Di hadapannya tergeletak dua mayat Taring Merah yang telah Rika bunuh. "Ko bunuh dua kawan kami He!!"

"Perempuan ini yang bunuh?" tanya orang yang memakai rompi.

"Betul Pace!"

Rika berdiri tegap, dengan tatapan mata nyalang. "Kalian juga telah membunuh tim kami!!!"

Si laki- laki berompi terlihat tenang. Berbeda dengan rekan satunya. Dan dari cara interaksi mereka, sepertinya yang memakai rompi adalah ketua patroli kelompok itu.

"Begitu rupanya," ujar si ketua. Ia menyeringai memamerkan parang besar di tangannya. "Ko rombongan polisi yang kami serbu kemarin rupanya? Orang yang sa bacok kepalanya dengan benda ini?"

Melihat parang itu, seketika Rika teringat dengan kejadian serangan terhadap konvoi mereka. Di mana Pak Broto, Helmi dan banyak anggota lainnya terbunuh.

Rika menggertakkan rahang penuh emosi, lalu meludahi si ketua.

"Berani ko?" melihat atasannya diludahi, si anggota seketika memukulkan senjatanya ke punggung Rika kuat- kuat. Membuat gadis itu terjerembap di lantai hutan.

"RIKA!!" Jingga terpekik.

"Ambil barang- barang perempuan ini," ujar si ketua.

"Kemarikan!!" Dengan kasar, anggota itu merampas senapan dan pistol Rika. Lalu ia menarik rompi gadis itu, berusaha mencopotnya paksa.

"SIALAN!!" Rika memukul wajah orang  itu.

Namun ia seolah tak merasakan pukulan Rika. Ia melepas kunci gesper rompi taktisnya, dan kembali mendorong Rika jatuh ke tanah.

Lalu tanpa ampun, orang itu memukul dan menendangi Rika di sekujur tubuhnya. "Ko makan ini! Polisi tai! Anjing pemerintah!!"

"RIKA!!" Jingga meronta berusaha melepaskan diri dari pitingan si ketua. Namun perbedaan fisik membuat usahanya sia- sia.

Rika bergelung di tanah, melindungi kepala dan perutnya. Sementara anggota itu masih saja menghajar Rika habis- habisan. "Sa bantai juga ko nanti!!"

"..."

Orang itu berjalan mengitari Rika dengan terengah. Mengamati polisi perempuan yang tergeletak tak berdaya.

"Hooeeek!!!" Rika mengerang memegangi perutnya yang nyeri akibat tendangan. Wajah dan hidungnya berdarah. Sekujur tubuhnya terasa nyeri. Telinganya berdenging. Pandangannya pun berkunang- kunang.

Lengkap sudah.

Si ketua berjalan mendekat, masih menyandera Jingga. Ia berhenti di dekat Rika dan menatapnya datar. Penuh penghinaan.

Rika yang masih tergeletak di tanah memandangi balik orang itu.

Lalu ia melihat sesuatu yang membuatnya syok.

SRIKANDI. Mission: survive! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang