B. Proses Penyelamatan

182 38 2
                                    

"Ada anak kecil!" Pak Broto berseru saat melihat ada seorang anak kecil di dalam. Polisi itu bergelantungan pada kusen ventilasi di atas pintu kamar. Air yang masuk dalam rumah membantu tubuh tambunnya mengapung.

"Bagaimana dia?" tanya Pak Pandu.

"Masih hidup Ndan. Anak usia SD. Dia naik ke atas lemari," Pak Broto melaporkan situasi dalam kamar. Ia mengedarkan sorot senternya ke seluruh kamar gelap itu. "Ranjang kayunya bergeser karena banjir. Posisinya miring, mentok dengan pintu dan lemari."

"SIAL!! Pantas pintunya gak bisa di buka!!" Pak Pandu memukulkan tinjunya ke air. Ia harus segera menolong anak itu, karena banjir yang terus meninggi. Dan ia sedang berpacu dengan waktu.

Lambat laun air akan memenuhi kamar berikut dengan si anak di dalamnya.

Pak Pandu berenang ke pintu, berteriak kepada dua anggotanya di perahu. "HEI! BAWAKAN KAPAK KE SINI!!"

"Kita rusak pintunya, ya?" Pak Broto nampaknya paham dengan pemikiran Pak Pandu. Ia lalu berbicara kepada si anak melalui ventilasi. "Tunggu di sana! Pak Polisi mau tolong kamu."

Si anak yang sedang meringkuk di atas lemari mengangguk. Ia menggigil dan sesenggukan, tak bisa berbuat apa- apa.

Di luar, Helmi sedang membongkar kotak peralatan yang mereka bawa. Ia mengeluarkan sebuah kapak rescue ukuran kecil, yang biasa dipakai pasukan pemadam untuk membobol pintu.

"Aku saja yang bawain, Bang!" Rika menawarkan diri. Ia meraih kapak itu lalu melompat dari perahu.

-BYUUUUR!!!

Kepala Rika muncul dari dalam air. Ia menghembuskan nafasnya, mengusir dingin. Lalu segera berenang ke dalam rumah.

Helmi yang berada di atas perahu dengan si kakek, nampak bingung karena tak berbuat apa- apa. Ia menggaruk kepalanya sebentar, mengamati pohon tempatnya menambatkan perahu. Lalu ia memutuskan untuk memetik beberapa buah mangga.

"Ini Pak!" Rika menyerahkan kapaknya kepada Pak Pandu. Ia berenang sambil berpijak pada perabotan di dalam rumah. Membantunya tetap di permukaan air karena tingginya yang cuma 160 cm-an.

"Kenapa kamu yang nyebur?" Pak Pandu nampak tak senang melihat Rika menyusul ke dalam. "Mana Helmi?"

"Itu nanti saja- kita harus segera menolong anak itu," Pak Broto mengingatkan bahwa ada yang lebih penting.

Pak Pandu berbalik, mengangkat kapaknya di atas air. Plafon yang pendek dan permukaan banjir yang tinggi membuatnya tak memiliki cukup ruang. Ia lalu mengayunkan kapaknya ke pintu.

-CREEP!!

"Anjing!" Pak Pandu langsung mengumpat kesal.

Kapak itu memang menancap. Namun hanya begitu saja. Volume air menghambat ayunan tangan Pak Pandu, mengurangi momentum dan daya rusak yang dihasilkan.

"Ayolah!!" Pak Pandu kembali mengayunkan kapaknya. Namun hasilnya sama saja. Pak Pandu tak menyerah dan terus saja mengayunkan kapaknya.

"Akan butuh waktu lama untuk membobol pintu ini," gumam Pak Broto setelah melihat kondisi pintu yang terlihat utuh. Ia kembali menyorot ke dalam kamar. "Hei Nak? Kamu bisa berenang ke sini?"

Si anak menggeleng pelan, masih terlihat sesenggukan. Ia terlalu ketakutan untuk berbuat apapun.

"Sial," Pak Broto ikut mengumpat.

Anak itu tak bisa berenang. Jangankan untuk menyeberangi kamar, menyuruhnya turun dari lemari saja bisa membahayakan nyawanya karena kedalaman air.

"Andai saja anak itu bisa berenang, kita bisa menariknya lewat sini," gumam Pak Broto. Ia mengamati ukuran ventilasi di hadapannya. "Lubang ini tidak cukup besar untuk kita lewati."

"Sepertinya aku bisa," celetuk Rika.

Pak Pandu dan Pak Broto menoleh ke arahnya.

"Kalau aku maksa dikit, kayaknya bisa lewat," Rika menunjuk dirinya sendiri.

"TIDAK," Pak Pandu tegas menolak usulan itu. "Kita akan cari cara lain. Pasti ada alat lain di perahu yang-"

"Pak, airnya semakin tinggi," Rika menatap komandannya lekat. "Anak itu dalam bahaya. Kita tak ada waktu lagi."

Permukaan air dalam rumah telah mencapai lubang ventilasi. Tak butuh waktu lama untuk rumah ini tenggelam sampai plafon.

Pak Pandu menggigit rahangnya kuat, mencoba berpikir. Ia tak memiliki banyak pilihan, dan memang usulan Rika lebih masuk akal. Namun entah kenapa ia sangat tidak setuju dengan opsi ini.

Pak Pandu menoleh kepada Pak Broto meminta pendapat, yang hanya di balas dengan anggukan.

"Cckk!!" Pak Pandu berdecak keras. Ia memegangi bahu Rika, memberinya arahan. "Tapi kamu harus gerak cepat. Sangat cepat."

Rika tersenyum senang. Akhirnya ia bisa berguna bagi komandannya.

"Ayo," Pak Pandu menarik lengan Rika, dan memegangi badannya. Bersama Pak Broto, mereka membantu Rika naik ke dalam lubang.

Rika meluruskan kedua tangannya, dengan kakinya berjejak pada kayu pintu. Bahkan untuk dirinya pun lubang ini terasa sempit.

Namun bukan berarti tak bisa dilewati.

"Tunggu di sana Dek," Rika mencoba menenangkan si anak kecil. "Mbak akan ke sana tolong kamu."

Tidak mudah mudah bagi Rika untuk melalui lubang ini karena bentuk dan bagian  tubuhnya sebagai perempuan sempat menghambatnya. Namun dalam 3-4 menit saja, ia sudah berada di dalam kamar.

"Sini!!" Rika berdiri di atas ranjang yang terendam. Dengan sigap ia menangkap tangan si anak kecil, dan menggendongnya menyeberangi kamar.

"Ayo cepat," ujarnya membantu si anak memanjat lubang ventilasi.

Di sisi luar, Pak Broto menyambut anak itu.

"Cepat bawa dia keluar," ujar Pak Pandu. Ia mengamati permukaan air yang telah mencapai separuh lubang ventilasi. Tak banyak waktu lagi. "Aku akan membantu Rika."

Pak Broto mengangguk dan berenang keluar, sementara anak itu berpegangan di atas punggungnya.

"CEPAT RIK!!" Pak Pandu meraih tangan Rika dari lubang, dan menariknya kuat. Membantu gadis itu memanjat dari dalam kamar.

Rika baru saja melewati sebagian lubang, saat tiba- tiba ia merasakan perih di samping tubuhnya.

"AARGH!!" Rika mengerang keras.

"Kenapa?"

Rika menoleh ke belakang, melihat kaos PDL nya tertancap- tersangkut pada paku yang mencuat.

Paku itu miring ke dalam, sehingga saat ia masuk tadi hampir tak terasa karena ia bergerak searah. Namun kali ini, benda itu menjadi semacam kait.

Membuat bajunya tersangkut, dan dirinya tertahan di lubang.

"Sebentar," Pak Pandu yang melihat itu, mencoba memasukkan tangannya untuk membantu. Namun lubang itu saja sudah penuh oleh tubuh Rika. "Sialan, sempit sekali."

Rika memaksakan dirinya bergerak, namun pakunya justru menggores makin dalam. Bajunya yang terangkut membuatnya tak bisa bergerak lebih jauh. Rika mendesis, menahan perih.

Dan ketinggian air sudah mencapai hidungnya. Ia berusaha sebisanya agar tetap berada di permukaan.

Rika menatap komandannya yang nampak berusaha menggerakkan tangannya di dalam lubang. Namun memang tidak mudah untuk melakukannya.

"Pak Pandu-" Rika mulai panik. Permukaan air bertambah tinggi lebih cepat dari dugaan mereka.

Kini mereka berdua tenggelam di bawah permukaan air.

SRIKANDI. Mission: survive! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang