9. New Mission: Survive!

178 34 7
                                    

Matahari belum terlalu meninggi. Udara di dalam hutan masih terasa basah oleh sisa embun semalam. Burung- burung kecil melompat terbang, menghindari sosok- sosok di bawah mereka.

"Korang jaga sana," perintah seorang laki- laki berpenampilan lusuh. Jelas sekali ia berminggu- minggu tidak mandi. "Jangan kasih mereka lari."

Lima orang berkalung Taring babi merah itu mengendap pelan. Tapak kaki mereka menginjak dedaunan basah tanpa suara. Mata mereka tajam, dengan laras senapan mengarah ke sebuah bivak dedaunan di bawah pohon.

"Rasakan sendiri ko punya senjata," lirih salah seorang. Ia membidikkan SS-1 yang merupakan hasil jarahan serangan markas polisi beberapa minggu lalu.

"TEMBAK!!!"

-DOR! DOR!!

Puluhan butir peluru secara bersamaan memberondong dan mengoyak bivak daun itu tanpa ampun. Siapapun di dalamnya sudah pasti tewas seketika. Serpihan kayu dan ranting beterbangan, menyisakan sunyi saat tembakan terhenti.

Satu dari mereka segera maju, dan menyibak dedaunan penutup.

"Kosong eh!" ia berseru kepada teman- temannya. "Mereka su pergi!"

-----

"Pelan- pelan," Pak Pandu memegangi tangan Jingga, membantunya menuruni curaman licin. "Kakimu pijak ke batu ini."

Jingga berhati- hati menurunkan kakinya. Lelahnya sudah lumayan berkurang setelah beristirahat semalaman, namun tetap saja tidak sepenuhnya fit untuk menyusuri hutan.

Rika mengerjapkan matanya yang masih terasa panas. Kepalanya masih pusing- dan rasa kantuk belum sepenuhnya lepas.

Beberapa menit lalu Pak Pandu membangunkan dia dan Jingga, mengajak mereka untuk segera meninggalkan bivak. Padahal masih pagi sekali. Bahkan Pak Pandu tak mau repot- repot membongkar bivak untuk menghilangkan jejak.

"Kita tak boleh membuang waktu. Kita harus secepatnya menuju desa, dan meminta bantuan," Pak Pandu mencoba memberi mereka pengertian. Ia masih tetap berada di posisi paling belakang sebagai sweeper.

Ia juga berbaik hati untuk mengenakan ransel Rika, membuat gadis itu lebih leluasa bergerak dan meringankan beban yang ia bawa.

Pak Pandu berkali- kali mengamati sekitar. Tim ini berjalan sangat lambat karena harus menyesuaikan dengan kondisi Jingga yang kakinya terluka, juga karena ia tak pernah menjelajah hutan sebelumnya.

Ia bisa saja memberikan sepatunya kepada Jingga, namun malah ia yang akan berlari di dalam hutan dalam keadaan telanjang kaki. Dua orang dengan kaki terluka justru akan memperburuk keadaan tim.

"Ayo, sedikit lebih cepat," Pak Pandu menepuk bahu gadis itu. "Kita tak bisa bersantai- santai di tempat ini. Distrik ini adalah daerah mereka."

"Tapi Pak-" keluh Jingga.

-DOR! DOR!!

Suara rentetan peluru menggema di kejauhan. Suara yang membuat ketiga orang itu tesentak bangun dari kelelahan.

"ITU-" Jingga seketika berpegangan pada Pak Pandu.

Rika refleks mengangkat senjata, menahan nafas tegang.

"Suaranya dari sana, tempat kita semalam. Mungkin mereka sudah mencium keberadaan kita," Pak Pandu nampak lebih tenang dari yang lain. Ia menatap ke arah belakang beberapa lama. "Kita harus bergerak lebih cepat."

"Tapi Pak, kaki Jingga?" Rika nampak kuatir.

Kaki Jingga memang hanya lecet- lecet, namun berjalan cepat di hutan menggunakan sepatu seperti itu tentu perih sekali.

SRIKANDI. Mission: survive! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang